Lintang Pertiwi hanya bisa diam, menyaksikan suaminya menikah kembali dengan cinta pertamanya. Ia gadis lugu, yang hanya berperan sebagai istri pajangan di mata masyarakat. Suaminya Dewa Hanggara adalah laki-laki penuh misteri, yang datang bila ia butuh sesuatu, dan pergi ketika telah berhasil mendapatkan keuntungan. Mereka menikah karena wasiat dari nyonya Rahayu Hanggara, ibunda Dewa juga merupakan ibu angkatnya. Karena bila Dewa menolak semua harta warisan,akan jatuh pada Lintang. Untuk memuluskan rencananya, Dewa terpaksa mau menerima perjodohan itu dan meninggalkan Haruna Wijaya kekasihnya yang sudah di pacari selama dua tahun.
Akankah Lintang bisa meluluhkan hati Dewa? Atau suaminya akan lebih memilih Haruna. Dan jangan lupa,ada seorang secret admire yang selalu ada bila Lintang bersedih.
Yuk! Pantengin terus kelanjutan dari cerita ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yaya_tiiara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Dalam bus yang melaju kencang, Lintang memandang ke luar jendela kaca dengan menempelkan keningnya. Sambil membawa hati yang terluka, ia pergi meninggalkan semua kenangan di belakang. Lintang bermaksud mendinginkan pikiran, dan suasana hati yang gundah. Ia ingin mengubur semua yang berhubungan dengan masa lalu, dan menyongsong hadirnya masa depan.
Teman satu kursi dengannya, adalah ibu muda dengan bayi dalam gendongannya. Bayi mungil itu terlelap tidur, di dekapan hangat ibunya. Ia tersenyum tipis, kala mata mereka saling bertemu. Agar tak bosan, Lintang mencoba berinteraksi dengannya.
"Anaknya laki atau perempuan, Mbak?" tanya Lintang mencoba berbasa-basi.
"Perempuan Mbak" jawabnya pendek, ia membetulkan letak selimut yang menutupi tubuh bayinya.
"Kalo boleh tau, Mbaknya mau kemana?" tanyanya, membalikkan pertanyaan.
"Saya mau ke Surabaya, Mbak" jawabnya.
Kembali mereka terdiam, si ibu muda menepuk-nepuk bokong bayinya, yang sedikit terusik karena bisingnya suara-suara klakson mobil saling bersahutan.
Semalam setelah membereskan semua pakaian juga berkas-berkas penting, ia berpamitan pada bik Inah dan suaminya, juga tak ketinggalan Pak Jaja satpam rumah. Mereka sangat sedih mendapati majikan mudanya pergi, dan entah kapan akan bertemu lagi. Lintang memutuskan mengikuti saran Om Ahmad, untuk menepi sejenak dari kerumitan permasalahannya. Ia mengusulkan agar Lintang berangkat ke Surabaya, di sana ada teman sekaligus klien Om Ahmad yang akan memberinya pekerjaan. Dengan taksi online Lintang berangkat menuju terminal bus kampung rambutan kemudian melanjutkan menaiki bus menuju terminal Bungurasih. 'Selamat tinggal semuanya, selamat datang warna baru kehidupan' batin Lintang, begitu bus melaju meninggalkan terminal, menuju tempatnya akan meraih kesuksesan.
Tanpa terasa bus sudah melewati setengah perjalanan, Lintang bosan dan mulai memejamkan matanya. Kursi di sampingnya sudah berganti, dengan seorang cowok yang mengenakan jaket kulit hitam. Lima menit lalu, si ibu muda sudah turun dari bus.
Cowok berpenampilan seperti seorang bad boy itu, mengenakan anting di telinga kirinya. Ia mengeluarkan sebungkus rokok, dan akan menyulutnya.
"Maaf ya Mas, jangan merokok di sini" Lintang menahan sang cowok, agar tak menyalakan korek api.
Si cowok badung terlihat tersinggung, ia melirik Lintang sinis. Di masukkan kembali rokok dan pematiknya, ke dalam saku jaketnya. Kemudian ia bangkit, menuju area bebas merokok. "Menyebalkan" gerutunya pelan.
'Dasar tengil, padahal sudah di sediakan tempat bebas untuk merokok, tapi masih saja ada yang bandel' hati Lintang mendumel kesal. Ternyata teman seperjalanannya kini, seorang cowok rese.
Setelah kepergian sang cowok, Lintang mencoba menutup mata. Perjalanan menuju kebebasan, tinggal setengah jalan lagi. Tiba di terminal bus, Lintang turun dan mencari-cari mobil yang akan menjemputnya. Sambil membawa tas ransel yang lumayan besar, ia berdiri celingukan ke sana-kemari. Yang di jumpainya hanya orang berlalu-lalang, dengan tujuan masing-masing. Dari kejauhan tampak cowok yang tadi duduk bersebelahan dengannya, berjalan menghampiri. "Nunggu jemputan, Mbak" sapanya, dengan bibir terselip sebatang rokok.
"Iya, Mas" jawab Lintang sopan. Ia sedikit ngeri dengan penampilannya, memakai jeans sobek-sobek di ke dua lututnya. Benar-benar tipikal anak muda jaman sekarang, yang mengikuti mode kekinian.
"Jangan takut, saya gak menggigit kok" seringainya, seolah bisa membaca sorot mata penuh selidik.
Lintang membuang muka, sedikit malu dengan pemikirannya. Hiruk-pikuk keramaian terminal, menjadi pemandangan tersendiri. Ia memandang para penjual asongan, yang menawarkan dagangannya silih berganti pada calon penumpang. Mereka mengais rezeki, di tengah ramainya orang berlalu-lalang.
"Eghm!" suara deheman itu terdengar, membuyarkan lamunan Lintang. "Mbak, mau kemana? Kayaknya baru pertama kali ke sini, ya."
"Saya mau ke Pakuwon, dan memang ini kunjungan yang pertama."
"Oh pantesan, keliatan dari gerak-geriknya."
"Seperti apa, gitu?"
"kayak, orang linglung."
"Kampret!"
"Ish, cantik-cantik ngomongnya sompral" ucapnya tersenyum jahil. "Nah, itu jemputan saya udah dateng. Kapan-kapan, kita ketemu lagi. Dan ku pastikan, kamu jodoh ku selanjutnya di pertemuan ketiga nanti" tuturnya, tegas. Cowok berpenampilan aneh itu, melenggang pergi dengan cueknya.
"Huh! Siapa mau jadi jodoh mu?" dengus Lintang, dengan bibir manyun.
"Dengan Mbak Lintang, ya" seorang paruh baya, berkopiah menyapanya.
"Iya, Pak."
"Maaf saya terlambat, jalanan macet parah. Ada kunjungan seorang menteri ke balai kota" terangnya tanpa di minta. "Mari, saya antar ke tempat tujuan" sambungnya lagi.
"Enggak pa-pa , yang penting bapak sudah hadir. Jadi saya gak bingung, harus kemana."
Lintang mengikuti langkah kaki sang sopir, mereka berdua berjalan keluar dari terminal. " Saya parkir mobil di luar terminal, Mbak."
Lintang menggangguk, tanpa merespon ucapan paruh baya itu. Tubuhnya sudah lelah, dan ingin segera beristirahat. Udara Surabaya yang panas, membuatnya cepat merasa lelah. "Tin-tin!" Lintang terlonjak kaget, ketika klakson mobil berbunyi. Ia memegang dadanya, yang berdebar kencang.
Mobil SUV hitam itu, berhenti di depan Lintang. Kacanya yang tertutup rapat, terbuka seketika. Seraut wajah tampan muncul, dengan seringai khasnya. "Mau ikut, Mbak? Kaget ya, masa masih muda udah punya penyakit jantung."
"Ogah!" jawabnya ketus. "Tau apa, kamu tentang aku? Mau jantungan kek atau enggak, emang masalah buat kamu."
"Jangan galak-galak Mbak, nanti naksir loh" candanya. "Bye, cantik!"
Mobil melaju meninggalkan Lintang yang cemberut, karena kesal mendapati cowok misterius banyak tingkahnya. 'Cowok aneh, dengan tingkah laku absurd.'
"Silahkan naik, Mbak."
"Eh Iya... Pak." Dengan wajah memerah karena kedapatan melamun, Lintang mengikuti ajakan sang sopir.
"Kita langsung ke hotel ya, Pak Sasongko minta Mbak Lintang untuk istirahat dulu."
"Saya ikut, apa kata Bapak saja."
****
yg ad hidupx sendirian nnt x