Hasna Sandika Rayadinata mahasiswa 22 tahun tingkat akhir yang tengah berjuang menyelesaikan skripsinya harus dihadapkan dengan dosen pembimbing yang terkenal sulit dihadapi. Radian Nareen Dwilaga seorang dosen muda 29 tahun yang tampan namun terkenal killer lah yang menjadi pembimbing skripsi dari Hasna.
" Jangan harap kamu bisa menyelesaikan skripsi mu tepat waktu jika kau tidak melakukan dengan baik."
" Aku akan membuat mu jatuh hati padaku agar skripsi ku segera selesai."
Keinginan Hasna untuk segera menyelesaikan skripsi tepat waktu membuatnya menyusun rencana untuk mengambil hati sang dosen killer. Bukan tanpa alasan ia ingin segera lulus, semua itu karena dia ingin segera pergi dari rumah yang bukan lagi surga baginya dan lebih terasa seperti neraka.
Akankan Hasna berhasil menggambil hati sang dosen killer?
Atau malah Hansa yang terpaut hatinya terlebih dulu oleh sang dosen?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MHDK 21. Kok Panas
Tengah malam Hasna keluar hendak mengambil minum. Namun betapa terkejutnya dia saat menemukan Radi yang tergeletak di lantai.
" Ya Allaah pak ..."
Hasna langsung menghampiri Radi. Ia menyentuh kening sang dosen.
" Astagfirullah panas. Pak .. Bapak bisa dengar saya ."
" Has ..."
Hasna menghembuskan nafasnya lega. Radi akhirnya terbangun juga. Ia pun berusaha membawa Radi ke kamar.
Meski agak tetatih , Hasna berhasil juga membawa Radi ke kamar. Ia pun merebahkan Radi ditempat tidur. Hasna segera berlari keluar mengambil air untuk mengompres Radi.
" Kenapa bisa panas begini sih."
Selagi menaruh kain kompres di kening Radi, Hasna mengambil makanan dan obat penurun panas. Beruntung Hasna selalu membawa obat obatan dasar itu kemanapun dia pergi.
" Pak, apakah bapak bisa makan sesuatu."
Radi hanya mengangguk. Hasna pun membantu Radi untuk duduk dan menyuapkan makanan sedikit ke mulut.
" Sudah Has. Pahit."
Hasna mengerti, ia menaruh piring tersebut ke atas nakas lalu mengambil obat dan menyuapkan kepada Radi.
" Nah sudah. Istirahatlah lagi pak. Huft beruntung besok hari minggu jadi tidak ada jadwal ke kampus."
Hasna berkali kali mengganti kompres Radi hingga ia rasa panas Radi sudah mendingan. Tidak terasa gadis itu tertidur sambil duduk.
Adzan subuh berkumandang. Radi menggeliatkan tubuhnya. Ia mengambil kain kompres di keningnya. Sejenak ia tersenyum dengan semua perhatian Hasna.
" Terimakasih Has. Kamu sudah merawat ku."
Radi berguman pelan, ia hendak menyentuh wajah Hasna namun urung karena Hasna menggerakkan tubuhnya.
" Eh pak ... Sudah bangun."
Dengan cepat Hasna memeriksa panas Radi dengan telapak tangannya, " Alhamdulillaah sudah mendingan."
Radi salah tingkah wajahnya pun sedikit memerah. Ia pun segera bangun dari tidurnya.
" Lho bapak mau kemana?"
" Mau sholat, tapi ke kamar mandi dulu."
" Ooh ... "
Hasna hanya ber oh ria. Ia tidak tahu kalau perlakuan sederhananya itu membuat wajah Radi memerah.
" Astaga gadis itu, huft ... Bagaimana aku harus menghindari gadis itu. Hayaaah ... Semua ini membuatku sungguh pusing."
Radi keluar dari kamar mandi, ia pun terkejut melihat Hasna sudah duduk di sajadah lengkap dengan mukena nya. Wajah Hasna sungguh berbeda. Hasna tampak lebih lembut dan kalem.
" Bolehkan sholat bersama?"
Radi mengangguk, ia pun mengambil sarung dan memakainya. Baru kali ini dia sholat dengan seorang makmum wanita. Ada rasa lain di hati Radi.
Ternyata Hasna merasakan hal yang sama. Ada sesuatu dalam hatinya yang tidak bisa dijelaskan. Suara merdu Radi membuatnya larut dalam setiap bacaan bacaan sholat.
Sebuah salam menandakan berakhirnya wajib 2 rakaat di pagi hari itu. Hasna menengadahkan kedua tangannya. Air mata gadis itu luruh dan lambat laun menjadi sebuah isakan.
" Kamu menangis Has."
" Maaf pak. Saya hanya ingat mama saya."
" Doakan dan ikhlaskan. Semoga mama kamu ditempatkan di tempat yang terbaik Has."
Ting ... Tong ... Ting ... Tong ...
Bel apartemen Radi berbunyi. Keduanya saling pandang lalu berjalan cepat menuju pintu. Namun begitu terkejutnya mereka berdua dengan siapa yang berdiri di depan pintu apartemen.
" Astagfirullaah kakak ... !"
" Bunda ... Ayah ... Kok bisa di sini."
" Bunda yang tanya, mengapa kalian bisa tinggal bersama."
Flashback on
Setelah sholat subuh, Sekar mengajak Aryo ke apartemen Radi.
" Yah, ke tempat kakak yu. Kok bunda perasaannya tidak enak. Sekalian bawain makanan. Kakak kan nggak bisa masak."
" Oke bund. Ayah siap siap dulu."
" Bunda juga mau ke dapur siapin makanan."
Entah apa yang dirasakan Sekar, ia merasa harus segera menemui sang putra sulung. Ada sesuatu yang mengganjal di hati ibu empat anak itu.
" Apakah sudah beres bund."
" Sudah, ayo yah."
Aryo dan Sekar berjalan beriringan menuju ke mobil. Sekar meminta sangg suami membuka pintu bagasi agar bisa meletakkan beberapa makanan di sana.
" Sudah bund?"
" Sudah yah."
" Perasaan nggak enak gimana sih bund."
" Entahlah yah, perasan bunda pokoknya harus ke apartemen menemui Radi sekarang juga."
Aryo mengangguk, ia pun segera menyalakan mesin mobilnya dan melesat menuju ke apartemen Radi. Hanya butuh 30 menit dari rumah ke apartemen Radi, karena kebetulan hari minggu jalanan pun lenggang.
Kedua suami istri itu menuju apartemen sang putra. Sampai di depan pintu Aryo menekan bel pintu.
" Lho kan bunda tahu nomor pin nya."
" Oh iya ayah lupa."
Flashback Off
Keduanya kini berada di ruang tamu diminta duduk oleh Sekar dan Aryo. Hasna yang masih mengenakan mukena nya dan Radi masih dengan sarung nya, hanya bisa tertunduk. Radi merasa dirinya memang salah. Jadi dia pasrah diomeli oleh sang bunda.
" Kakak tahu nggak salah kakak apa?"
" Tahu bund."
Huft ... Sekar membuang nafasnya kasar. Ia pun memijit kening nya perlahan.
" Terus apa yang sudah kalian lakukan."
" Kami tidak melakukan apa apa buk. Saya tidurnya di kamar dan pak Radi di sofa sini. Jadi kami tidak melakukan apapun sumpah demi Allaah."
Sekar tersenyum ke arah Hasna namun tidak ke arah sang putra.
" Bunda nggak mau tahu kak. Kalian harus segera menikah."
" Apa ... Tidak tidak buk. Saya tidak bisa menikah dengan Pak Radi. Saya hanya mahasiswa nya pak Radi buk. Saya tidak ada hubungan apapun dengan Pak Radi. Pak jelasin dong."
Hasna mencubit lengan Radi. Radi pun membuang nafasnya kasar. Mungkin pagi ini dia harus melakukan sebuah pengakuan.
" Iya bund, yah, Hasna itu hanya mahasiswa Radi. Dan kami tidak bisa menikah karena kami tidak punya hubungan. Kami juga tidak saling mencintai, iya kan Has."
Hasna mengangguk dengan cepat. Asli, wajah Hasna sudah pucat pasi dengan perintah menikah dari bundanya sang dosen.
" Jadi, kamu mau nya gimana kak. Kamu mau menerima perjodohan yang kemarin?"
Radi tidak tahu harus berbuat apa. Ia bagai makan buah simalakama, jika menolak perjodohan maka dia harus menikah dengan Hasna, tapi jika menerima perjodohan dia tetap akan menikah tapi entah dengan siapa ia tidak tahu.
" Gimana kak, buat keputusan. Ingat laki laki itu yang dipegang omongannya."
Kini suara Aryo yang tegas itu begitu membahana membuat Radi dan Hasna seketika duduk dengan tegap.
" Baik yah."
" Baik apa."
" Radi akan terima perjodohan itu."
" Bagus, berarti kalian secepatnya harus menikah."
Radi dan Hasna saling pandang kemudian mereka menatap Sekar dan Aryo bergantian.
" Lho buk, pak, kan pak Radi sudah menerima perjodohan itu. Kok malah menikah dengan saya. Lha nanti wanita yang dijodohin dengan Pak Radi bagaiman?"
" Nah betul itu kata Hasna. Kenapa jadi nikah sama Hasna."
Sekar dan Aryo menahan tawa mereka. Sebisa mungkin tawa itu tidak meledak melihat ekspresi kebingungan dua orang di depan mereka itu.
" Ekhem ... Karena orang yang dijodohkan dengan kakak ya Hasna ini."
" Apa ....!!!??"
" Bagaimana bisa ....?!!"
TBC
Ayolooh ... Jangan lupa like nya readers ... Othor tambahin nih satu bab heheh.
itu adik iparnya Radian
astaga😭🤣🤣
sama Priska. Reni sudah 18 tahun
sedangkan mamanya Hasna meninggal saat Hasna masih awal mulai kuliah.
Yudi kurang asam