Lala mengalami kecelakaan yang membuat jiwanya terjebak di dalam raga seorang antagonis di dalam novel dark romance, ia menjadi Clara Shamora yang akan mati di tangan seorang mafia kejam yang mencintai protagonis wanita secara diam-diam.
Untuk menghindari nasib yang sama dengan Clara di dalam novel, Lala bertekad untuk tidak mengganggu sang protagonis wanita. Namun, ternyata ia salah langkah dan membuatnya diincar oleh malaikat mautnya sendiri—Sean Verren Dominic.
“Sekalinya milik Grey, maka hanya Grey yang bisa memilikinya.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MTMH18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian dua
Clara tidak percaya kalau dirinya akan bertemu dengan Sean secepat ini, mendadak ia menjadi takut saat mengingat betapa kejamnya Sean.
“Ada apa?” Tanya Sean saat melihat getaran ketakutan dari mata hijau gadis di hadapannya.
“Tidak jadi, kau bisa langsung pulang!” Kata Clara yang mengusir pria itu secara halus.
“Aku masih terluka dan tidak boleh banyak bergerak, jadi aku akan menginap di sini,” Sean kembali merebahkan tubuhnya di sofa.
“Tidak bisa! Kita tidak saling mengenal—”
“Ini sebagai bayarannya!” Tiba-tiba Sean menyodorkan sebuah kartu berwarna hitam.
Clara terdiam cukup lama, kartu yang diberikan pria itu bisa digunakan untuk kebutuhannya. Clara dengan ragu menerimanya, tidak apa-apa kalau semalam Sean menginap di apartemennya.
“Aku lapar,” ucapan pria itu membuat Clara tersadar kalau dirinya juga belum makan malam.
“Tunggu sebentar!” Gadis itu beranjak ke dapur, ia tadi sempat melihat dua bungkus pasta.
Sean memperhatikannya, ia cukup mengenal sosok Clara yang merupakan putri dari salah satu rekan kerja keluarganya. Namun, baru kali ini mereka bertemu secara langsung.
Sean mendengar suara panik dari salah satu orang kepercayaannya, ia mematikan sinyal di jam tangan canggihnya. Untuk malam ini, Sean ingin tetap tinggal di apartemen kecil milik Clara.
“Clara Shamora,” gumamnya dengan seringai tipis.
Sean tidak menyangka kalau gadis itu bisa mengobatinya, bahkan jahitan di perutnya terlihat lebih rapi dari dokter pribadinya.
Pria itu sengaja memberikan salah satu kartunya, karena dengan kartu itu—Clara bisa mudah ditemukan.
“Aku menyukainya,” seringai Sean yang mulai tertarik dengan gadis itu.
Mata birunya melirik ke arah dapur yang sedang memperlihatkan sosok Clara yang tengah membuatkan makan malam, ternyata gadis itu sangat pandai memasak.
“Dia tidak seperti yang dibicarakan Gabriel,” Sean pernah mendengar cerita Gabriel tentang adik perempuannya yang sering membuat masalah.
“Apa mereka sengaja membuat cerita buruk tentang Clara?” Sean masih memperhatikan gadis itu.
Melihat kelihaian Clara, pria itu semakin ingin mengenalnya. Meskipun Sean sedikit tertarik dengan saudara angkat Clara yang bernama Bella, tetapi saat bertemu dengan Clara… pria itu lebih penasaran dengan gadis yang sudah menyelematkannya.
Sean memejamkan matanya, saat Clara sudah selesai dan berjalan ke ruang tamu. Gadis itu menaruh dua piring pasta yang masih panas, ia kembali ke dapur untuk mengambil minuman dingin.
Sean merasa semakin lapar saat hidungnya menangkap aroma nikmat dari pasta yang dimasak Clara, tetapi pria itu masih memejamkan matanya.
“Kak Sean—”
Clara menghentikan ucapannya saat melihat Sean tertidur, gadis itu memperhatikan wajah tampan Sean. Tidak terlalu menyeramkan, tetapi Sean adalah seorang mafia kejam yang akan membunuhnya.
‘Dia sangat tampan, tapi dia begitu kejam.’
Clara masih takut berdekatan dengan pria itu, tetapi ia sudah menerima kartu hitam yang diberikan Sean.
“Kak Sean bangun!” Gadis itu mengguncangkan bahu Sean dengan pelan.
Pria itu membuka matanya, membuat Clara sedikit terkejut. Namun gadis itu tetap tersenyum, ia tidak akan menunjukkan rasa takutnya kepada Sean. Clara hanya tidak ingin membuat pria itu curiga kalau dirinya sudah tahu siapa sebenarnya Sean yang merupakan Grey.
“Di dapur hanya ada pasta, jadi kita makan pasta,” gadis itu menyerahkan salah satu piring yang berisi pasta buatannya.
Sean menerimanya, sebab ia sudah kelaparan. Clara menghela napas lega, saat pria itu memakan pasta buatannya dengan lahap.
Gadis itu juga ikut makan, karena ia kelaparan. Sebisa mungkin Clara menahan rasa takut, saat menyadari tatapan tajam Sean mengarah kepadanya.
“Ada berapa kamar di sini?” Pertanyaan itu membuat Clara tersedak.
Dengan terburu-buru, gadis itu meneguk minumannya untuk meredakan rasa sakit di tenggorokannya. Sean hanya menatapnya, ia tidak mengerti kepada Clara bisa tersedak, padahal ia hanya bertanya hal yang biasa.
“Untuk apa Kakak menanyakan kamar?” Tanya gadis itu.
“Tidak mungkin aku tidur di sofa yang kecil ini!” Sean tiba-tiba berdiri, membuat Clara panik dan ikut berdiri.
“Di sini hanya ada satu kamar dan kamarnya sangat kecil,” kata gadis itu sambil menghalangi Sean yang hendak menuju ke kamarnya.
“Aku sudah membayarmu, jadi aku yang tidur di kamar.”
Dengan mudah pria itu menggeser tubuh Clara, belum sempat gadis itu melayang protes… pintu kamarnya sudah ditutup.
“Hanya satu malam,” gumam Clara yang memilih mengalah, daripada dibunuh.
...***...
Jam dua dini hari, Sean keluar dari kamar Clara. Pria itu tidak bisa tidur, karena kamarnya sangat sempit.
“Dia tidur di sofa?” Sean melangkah ke arah sofa yang menjadi tempat tidur Clara.
Belum sempat pria itu menyentuh pipi Clara, tiba-tiba pintu dibuka dari luar. Sean menatap sang pelaku yang tak lain adalah orang kepercayaannya.
“Jangan berisik!” Kata Sean dengan tatapan tajamnya.
Sean melangkah ke arah orang kepercayaannya yang bernama Elios, ia mendorong tubuh Elios agar keluar dari apartemen Clara.
“Kau bisa menjemputku besok! Dan hubungi pihak yang memegang apartemen ini, aku ingin membelinya!” Titah Sean.
“Baik, Tuan.” Elios menunduk hormat.
“Tapi bagaimana dengan luka Anda?” Elios khawatir dengan luka di perut sang tuan.
“Clara sudah mengobatinya, bahkan lebih rapi dari dokter pribadiku,” jawab Sean sambil melirik Clara yang sedang meringkuk kedinginan, karena tidak memakai selimut.
“Kau urus sisanya!” Setelah mengatakan itu, Sean kembali masuk ke dalam dan mengunci apartemen Clara.
Pria itu melangkah ke sofa, ia menatap lekat wajah cantik Clara. Ternyata lebih cantik dari Bella, pantas saja Clara tidak pernah dibawa ke acara-acara penting.
Melihat Clara yang kedinginan, Sean berinisiatif untuk memindahkan gadis itu ke dalam kamar. Meskipun perutnya terluka, tetapi pria itu tidak mempermasalahkannya—karena ada Clara yang akan mengobatinya.
Meskipun tempat tidurnya tidak besar, tetapi cukup untuk dua orang. Sean yang mengantuk, memilih untuk tidur di sebelah Clara yang langsung memeluknya untuk mencari kehangatan.
...***...
Clara membuka matanya yang terasa berat, ia masih mengantuk, tetapi cahaya terang dari jendela sangat menganggu.
“Akh!” Gadis itu memekik kaget saat sepasang tangan kekar memeluk perutnya.
Clara menoleh ke belakang, dan betapa terkejutnya ia saat melihat wajah Sean yang begitu dekat.
“Ck, kenapa kau sangat berisik?” Decak pria itu yang merasa kesal dengan suara cempreng Clara.
“Kakak kenapa bisa tidur di sini?” Tanya Clara yang lupa tentang semalam.
“Seharusnya kau berterima kasih, karena aku sudah memindahkanmu ke kamar,” itu jawaban Sean.
Clara langsung turun dari tempat tidur, ia melihat penampilannya yang ternyata masih lengkap. Gadis itu menghela napas lega, ia mengikat rambut panjangnya, sebelum memasuki kamar mandi.
Sejak tadi Sean memperhatikannya, pria itu sempat terpesona dengan penampilan Clara yang sedang mengikat rambutnya.
“Sepertinya kau berhasil membuatku tertarik, Clara.”
Bersambung…
up..up..up..
/Determined//Determined//Determined/