Sekuel SEKRETARIS KESAYANGAN
~
Meira pikir, setelah direktur marketing di perusahaan tempat dia bekerja digantikan oleh orang lain, hidupnya bisa aman. Meira tak lagi harus berhadapan dengan lelaki tua yang cerewet dan suka berbicara dengan nada tinggi.
Kabar baik datang, ketika bos baru ternyata masih sangat muda, dan tampan. Tapi kenyataannya, lelaki bernama Darel Arsenio itu lebih menyebalkan, ditambah pelit kata-kata. Sekalinya bicara, pasti menyakitkan. Entah punya masalah hidup apa direktur baru mereka saat ini. Hingga Meira harus melebarkan rasa sabarnya seluas mungkin ketika menghadapinya.
Semakin hari, Meira semakin kewalahan menghadapi sikap El yang cukup aneh dan arogan. Saat mengetahui ternyata El adalah pria single, terlintas ide gila di kepala gadis itu untuk mencoba menggoda bos
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RizkiTa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tolong, saya mohon, jangan pecat saya
“AYAH!!” dengan napas yang naik turun karena menahan kesal, Inayah langsung menghampiri suaminya yang masih sibuk di ruangan kerja.
“Apa sih, Bund. Sabar dulu, sedikit lagi selesai. Nggak sabaran banget ya?” Ibra menoleh pada istrinya yang sedang memasang tampang tak enak di pandang.
“Bukan itu!” hentak Inayah. “Mau tau, kelakuan anakmu, yah?”
“Kenapa? apa dia masih di bar sama teman-temannya—“
“Bukan itu, lebih parah! memang ya sekretaris jaman sekarang tuh, nggak bisa jaga harga diri. Meira yang sering ayah bangga-banggakan, kayaknya dia godain anak kita!” Inayah menerocos tanpa jeda, sambil memijat pelipisnya.
“Kenapa dengan Meira, sayang? coba deh kamu tenang dulu. Duduk sini, ceritanya yang tenang ya.” Ibra menarik istrinya untuk duduk di atas pangkuannya.
“Mereka pasti udah berzina!” suara Inayah terdengar bergetar. “Astaghfirullah ya Allah, kita gagal mendidik anak, Yah…” air di sudut matanya yang sedari tadi tertahan, kini lolos begitu saja.
“Bunda, jelaskan jangan setengah-setengah, maksud Bunda?”
“Barusan, bunda nelpon El dan yang angkat telponnya itu perempuan, kedengaran di kuping bunda kalau El nyebut nama Meira mesra banget, kayaknya mereka lagi— ya Allah, ampuni anakku.”
“Bunda, serius? mereka nggak mungkin ngelakuin itu, bund. Baru juga kenal beberapa hari.” Ibra mengusap air mata istrinya.
Inayah mengangguk pelan, “El lagi di kosnya Meira, dan dengan entengnya dia menjawab, bunda telpon besok lagi ya, aku lelah dan ngantuk. Mereka habis ngapain, coba yah? nggak ada yang nggak mungkin, anak jaman sekarang.”
“Nggak bisa dibiarkan Bund, ini pasti El yang tergoda sama Meira-“
“Dan pasti perempuan itu yang menggoda duluan, gimana kalau ada yang ngeliat El berkeliaran di kos-kosan perempuan, Yah? gimana kalau mereka nggak pakai pengaman dan Meira hamil, terus dia nuntut—“
“Tenang Bunda, tenang, sekarang kita cari tau alamatnya Meira. Kita datang ke sana sebelum pagi, mereka nggak bisa di biarkan. Untuk ke depannya mereka bakalan sering bersama. Akan lebih berbahaya lagi. Tapi, bukannya ini kabar baik ya Bund? El nggak pernah tertarik sama perempuan, tiba-tiba dia tergoda sama Meira,” jelas Ibra panjang lebar.
Jika Inayah paniknya bukan main, dia justru terlihat lebih tenang dan senang, Darel kesayangannya ternyata masih tertarik dengan perempuan, tak ada lagi yang perlu dia khawatirkan.
“Iya, dia kan biasanya cuek banget, Yah. Kenapa bisa tergoda, itu pasti Meira yang menggoda habis-habisan, ngapain sampai harus nginap?”
“Ya wajar Bund, mungkin lelah—“
“AYAH?! Anaknya kok malah didukung! bunda nggak mau tau, jangan sampai nanti Meira hamil dan membeberkan itu ke mana-mana. Siapa yang malu, Yah? kita kan!”
“Tenang Bunda, tenang ya.” Ibra mengusap-ngusap punggung istrinya, agar menenangkan wanita itu.
“Yah, sebelum yang kita khawatirkan terjadi, ada baiknya kita nikahkan aja mereka.” cetus Inayah. Terpikir sebuah ide tanpa berpikir panjang.
“Nggak bisa begitu dong Bunda, kalau ternyata Meira punya pacar, gimana?” tanya Ibra, sebenarnya dia sedikit setuju dengan ide istrinya, namun semuanya tak bisa dilakukan secara mendadak.
“Itu sih urusannya dia, Yah. salah sendri kenapa nggak hati-hati. Kayaknya nggak mungkin dia punya pacar, kalau punya apa mungkin dia berani membiarkan cowok lain masuk ke kamarnya?” Pikiran Inayah sudah terbalut dengan kepanikan, Darel anak satu-satunya yang selalu menjadi kebanggaannya, kini benar-benar membuatnya kecewa.
🌸🌸🌸
“PAK DAREL!! bangun… dan tolong pergi dari kamar saya, sebelum kita terjerumus dalam masalah yang lebih besar!!” Meira kehabisan kesabaran, sejak tadi mencoba membangunkan bosnya itu, sayang sekali usahanya sia-sia. Bahkan dia sudah berteriak-teriak di telinga lelaki itu.
Meira mendesah frustasi, sudah lebih dari setengah jam dia membangunkan Darel. Apalagi, setengah jam yang lalu, sebelum panggilan terputus oleh bundanya Darel, dia sempat mendengar wanita paruh baya itu mengomel dan akan melakukan sesuatu terhadap mereka.
“Pak… bangun dong, please.” gadis itu menghentak-hentakkan kedua kakinya ke lantai, menumpahkan rasa kesal dan geram pada Darel, lelaki yang dia tetapkan sudah banyak membawa masalah dalam hidupnya. “Sadar nggak sih tadi, Pak Darel berucap terlalu jujur, kan saya yang jadi terlibat masalah kalau begini.” Meira terus berbicara meskipun lawan bicaranya tidak merespon.
Meira melangkah ke kamar mandi, membasahi telapak tangannya dengan air sebanyak-banyaknya, lalu tanpa ragu dia membasuh wajah Darel, agar lelaki itu segera tersadar. Darel terlihat bergerak, matanya terbuka perlahan dan mengerjap beberapa kali.
“Mei, tega banget sih kamu.” keluh Darel. “Aku masih pusing, ngantuk, kepalaku sakit, biarkan aku tenang Mei.” lanjut lelaki itu, membuka mata hanya sebentar, tidak sampai semenit, lalu tangannya juga bergerak untuk membuka jaket dan juga… kemeja yang dia kenakan.
“Kenapa buka baju, sih?” gerutu Meira.
“Gerah,” sahut Darel singkat, mencampakkan jaket dan kemejanya secara asal.
Apa orang mabuk memang begini? merepotkan menyebalkan dan menyusahkan. “Eugh, ya ampun, gimana ini?!”
“Pak, saya takut kalau orang tua Pak Darel datang ke sini, tamatlah riwayat kita, Pak! saya masih mau hidup, dengan tenang dan aman.” Meira menyerah, melihat Darel sepertinya terlelap lagi. Sudahlah, hampir satu jam waktunya terbuang sia-sia.
Meira menjauh dari Darel, namun sebelumnya, dia sudah menutup tubuh Darel dengan selimut, apalagi bagian atasnya tidak berbalut apapun.
TOK TOK TOK
TOK TOK TOK
“Non Meira!” suara ketukan pintu terdengar, di sertai suara seseoang yang memanggil nama Meira, Meira kenal suara itu, suara salah satpam yang bertugas di kos-kosan ini.
“Haduh, kan… pasti deh bakal digrebek.” Meira panik, gemetaran, dan takut. Sungguh sebelum mengenal Darel, hidupnya baik-baik saja, tenang, aman dan tentram.
“Non Meira, ada di dalam kan? Non ada tamu yang nyariin Non.” pak satpam masih saja memanggilnya, dan ketukan pintu masih tak henti.
Dengan langkah gontai dan gemetar, Meira mendekat ke arah pintu, dan membukanya. Selain seorang satpam yang dia kenal, terlihat dua orang yang sedang menatapnya dengan penuh tanya, salah satunya adalah pemilik perusahaan tempat dia mengadu nasib.
“Mana anak saya?!” hentak Inayah, sambil mendorong pintu agar terbuka lebih lebar.
Meira kebingungan, ketakutan, pikirannya sudah tidak karuan lagi, memikirkan nasibnya kelak. Ke mana dia harus mencari pekerjaan dengan mudah di masa sekarang ini.
“Pak Darel, sedang tidur, Bu…” lirih Meira, bulir-bulir air bening mulain berjatuhan di pipinya.
“Pak Ibra yang terhormat, tolong… saya mohon, jangan pecat saya.” Meira memohon, bahkan dia berlutut di hadapan keduanya, dengan air matanya yang berlinang deras.
🥰
Makasih yang sudah vote