Kisah yang menceritakan tentang keteguhan hati seorang gadis sederhana, yang bernama Hanindya ningrum (24 tahun) dalam menghadapi kemelut rumah tangga, yang dibinanya bersama sang suami Albert kenan Alfarizi (31 tahun)
Mereka pasangan. Akan tetapi, selalu bersikap seperti orang asing.
Bahkan, pria itu tak segan bermesraan dengan kekasihnya di hadapan sang istri.
Karena, bagi Albert Kenan Alfarizi, pernikahan mereka hanyalah sebuah skenario yang ditulisnya. Namun, tidak bagi Hanin.
Gadis manis itu, selalu ikhlas menjalani perannya sebagai istri. Dan selalu ridho dengan nasib yang dituliskan tuhan untuknya.
Apa yang terjadi dengan rumah tangga mereka?
Dan bagaimana caranya Hanin bisa bertahan dengan sikap dingin dan tak berperasaan suaminya?
***
Di sini juga ada Season lanjutan ya say. Lebih tepatnya ada 3 kisah rumah tangga yang akan aku ceritakan. Dan, cerita ini saling berkaitan.
Selamat menikmati!
Mohon vote, like, dan komennya ya. Makasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon shanayra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19
Mata Kenan masih nyalang mengarah ke mushola kecil. Tempat istrinya tadi beribadah.
"Sayang, kamu kenapa sih dari tadi liat kesana terus. Aku kan disini!"
Nesya menarik wajah kenan supaya mengarah kepadanya.
"Nggak, aku lagi melihat bunga-bunga itu. Sepertinya cukup bagus kalau ditanam juga di sekitar taman rumahku." Kenan beralasan karena kekasihnya mulai merasa curiga.
Nesya juga menoleh kearah yang sama dengan Kenan. Tapi dia tak dapat melihat apapun disana kecuali batang bonsai yang berjejer rapi membentuk sebuah jalan menuju mushola.
"Apa maksudmu batang bonsai itu?" Nesya menunjuk.
"I..iya, tentu saja. Coba lihat, betapa indahnya mereka terpajang disana." Kenan agak tergagap, dia baru menyadari kalau disana tidak ada bunga.
Tak lama Hanin muncul begitu juga dengan Sakala. Mereka seperti sudah janjian meski datang dari arah yang berbeda. Kemudian mereka duduk seperti posisi semula.
"Apa kau juga mendo'akan ku, Hanin?" Nesya bertanya.
"Tentu saja, aku mendo'akan kalian semua." Jawab Hanin, dengan senyum manisnya.
"Aku juga mendo'akanmu Hanin." Sakala menyela.
"Oh ya! Lalu apa bunyi do'mu Sakala?" Nesya bertanya.
"Aku berdo'a, semoga Hanin mau membuka hatinya untukku lagi." Pria itu berucap sambil memandang Hanin hangat.
Kenan melotot kearah pria dihadapannya. Matanya memerah.
Sedangkan Hanin hanya terdiam. Ingin rasanya dia meningkah ucapan Sakala. Tapi, dia takut membuat Nesya salah paham. Karena itu, dia hanya bisa tersenyum kecil. Tanpa bisa berucap.
"Ehm, ehm. Apa kami kesini hanya untuk menyaksikan keromantisan kalian?" Kenan berucap.
"Eh, iya.. Maaf. Saya hanya bercanda." Sakala berdiri, kemudian masuk kedalam rumahnya.
Tak lama, pria itu sudah kembali bersama 3 orang pelayan yang mengenakan pakaian koki. Mereka sedang mendorong troli makanan.
"Waw... ini benar-benar seleranya Hanin. Ada udang saus pedas, sop Kepiting, cumi bakar dan aneka seafood lainnya. ih.. Sakala, apa kau tidak memikirkanku? Masa semuanya makanan favorit Hanin. Aku makan apa dong." Nesya protes. Melihat makanan yang sudah tersaji.
Sakala tersenyum. "Aku tau, kalau kau pasti akan protes. Makanya aku sudah menyiapkan ini untukmu." Sakala memberikan satu piring makanan yang masih tertutup.
Nesya menerima, membukanya. "Nah gitu dong, kalau yang ini baru aku suka."
Nesya langsung tersenyum melihat steak daging sapi yang bermandikan saus ekstra bawang. Makanan favorit Nesya.
"Em.. maaf tuan Kenan dan tuan Berryl. Saya tadinya tidak tau kalau anda berdua bakalan ikut bergabung. Apa anda mau pesan menu lainnya?" Sakala bertanya pada 2 tamunya.
"Saya bukan tipe orang pemilih dalam makanan, jadi it's ok." Kenan menjawab sekenanya.
"Saya juga tidak ada masalah tuan." Berryl ikut menjawab.
Akhirnya mereka memulai makan malamnya, kenan memulai aksi romantisnya dengan memotongkan steak daging sapi kekasihnya.
Sakala tidak mau kalah, dia mulai mengambilkan Hanin beberapa makanan. Mengajak wanita itu mengobrol ringan.
"Kamu kalau makan, masih aja belepotan." Sakala mengambil tisu. Dia ingin menyeka sudut bibir Hanin.
"Maaf mas, aku saja." Hanin melarikan wajahnya. mengambil tisu dan menyekanya sendiri.
"Apa kau anak bayi, hingga makan saja kau masih belepotan!" Kenan sedikit menghardik.
Hanin menyatukan alisnya bingung. Dia melihat kearah pria itu. Hatinya bertanya, kenapa dari tadi pria itu terlihat sangat emosi.
"Sayang, kamu kenapa sih. Namanya juga makan saus. Jadi, tidak aneh kalau sedikit berlepotan."
Nesya menenangkan Kenan. Gadis itu sudah mencium sesuatu yang tidak beres dengan kekasihnya.
"Aku hanya mencoba mengingatkannya supaya makan dengan baik." Kenan berkilah.
"Nes, sudah. Aku nggak papa kok. Silahkan lanjutkan makannya." Hanin menengahi.
Sakala melirik Kenan, dia melihat kalau pria itu sekarang terlihat berbeda dengan pria yang dulu memberinya ijin untuk mendekati Hanin.
"Apa dia sudah mulai berubah pikiran" Gumamnya.
Asisten Berryl semakin tersenyum dalam hati. "Minum es dulu tuan, biar dingin."
Ucap pria itu. Tapi, tentu hanya dalam hati. Dia tidak akan punya nyali untuk mengatakan langsung pada bosnya itu.
Mereka melanjutkan makan malamnya. Namun, Hanin tak lagi berani bersuara. Dia terjepit di situasi yang serba salah. Menjaga hati sang sahabat atau menjaga harga diri suaminya.
Dia tau kalau Kenan merasa tidak nyaman dengan semua keromantisan yang dilakukan Sakala. Bagaimanapun pria itu suaminya. Hanya saja dia tak berani menolak, karena dia takut Nesya akan mencurigai perasaannya pada Kenan.
"Mas, maaf. Aku tidak bisa lama." Hanin membisikkan kalimat itu pada Sakala. Dia takut mengganggu konsentrasi yang lain, Ketika mereka sedang asik menonton layar tancap, ala-ala jaman dulu.
"Baiklah, sebentar lagi. Biar aku antar." Sakala
juga berbisik.
"Kenan, semakin tidak tahan. Giginya mulai terkatup rapat. Dari tadi pandangan pria itu hanya mengarah pada Hanin.
"Baiklah semua, maaf Hanin sudah ingin pulang. Mungkin pestanya kita akhiri sampai disini dulu. Terima kasih semuanya karena sudah menyempatkan diri untuk datang." Sakala sudah berdiri.
Hanin berjalan lebih dulu ke halaman, tempat mobil terparkir. Sakala naik kekamarnya mengambil kunci mobil. Kenan memberi kode pada sang asissten, untuk menahan Nesya supaya diam disana.
"Ah.. mas. Lepas. Aku bisa pulang sendiri." Hanin sedikit tersentak saat Kenan menarik paksa tangannya, pria itu menyeretnya untuk masuk ke dalam mobil.
"Syut diam lah! Apa kau mau sahabatmu itu, melihat kita berduaan disini?" Kenan memakaikan sabuk pengaman pada Hanin.
"Tapi, kita mau kemana."Hanin masih berusaha mencari celah.
"Kalau aku suruh diam, itu artinya diam." Kenan menatap Hanin tajam. Membuat gadis itu bergidik ngeri. Dia belum pernah melihat Kenan semarah itu.
Setelah tak ada perlawanan dari Hanin, Kenan segera menjalankan mobilnya. Tak ada lagi percakapan yang terjadi diantara mereka.
"Lo, mas. Ini bukan jalan ke kontrakan ku." Hanin protes.
Kenan melirik, dan masih dengan tatapan yang sama. Membuat Henin terdiam kembali.
"Turun." Kenan mempersilahkan Hanin turun.
"Ini bukan rumahku lagi. Antarkan aku ke kontrakanku. Atau aku pergi sendiri."Hanin memberanikan diri memandang mata elang Kenan.
"Baiklah." Kenan menunduk. Dia menarik Hanin lalu menggendong gadis itu ala-ala drama romantis.
"Ah.. mas, lepaskan aku." Hanin berusaha memberontak.
"Apa kau ingin aku melemparmu ke lantai? Aku rasa tulang pinggangmu tak cukup kuat untuk melawannya."
Kenan melihat ke arah lantai.
Hanin terdiam. Dia membiarkan saja pria itu membawanya hingga ke kamar lantai atas.
"Jadi, apa yang mas inginkan?" Hanin bertanya begitu Kenan menurunkannya.
"Aku hanya ingin membawamu pindah kembali kesini." Jawabnya.
"Apa mas tidak mengerti yang kuucapkan tadi. Aku tidak ingin tinggal dirumah ini lagi. Bukankah seharusnya mas senang jika aku pindah? Dengan tidak adanya aku disini, mas bisa leluasa membawa kekasihmu itu untuk bermalam dikamar ini."
Hanin mulai terlihat berkaca.
"Dan kau juga bisa bebas bermesraan dengan mantan kekasihmu itu?"
Kenan membuka kancing kemeja bagian atas karena merasa kian sesak.
"Kau dan mas Sakala jauh berbeda mas, dia bukan pria brengsek sepertimu." Hanin semakin emosi.
"Hah, dia hanya sok alim. Bahkan didepanku saja dia berani memegang bibirmu. Bagai mana kalau dibelakangku? Bagian mana, bagian mana dia menyentuhmu? Disini, disini atau disini." Kenan menunjuk bibir, dada dan bagian bawah pusar Hanin.
Tangan gadis itu terkepal kuat. Air matanya mulai berjatuhan.
"Plak"
Satu tamparan keras mendarat di pipi kiri Kenan.
"Apa mas pikir aku serendah itu. Beraninya kau....um..um.." Ucapan Hanin terhenti karena tiba-tiba Kenan memcium paksa bibirnya.
Pria itu terus mendorong Hanin hingga kedinding. Mengunci pergerakan gadis itu. ******* bibirnya dengan rakus. Hanin terus memberontak, dia menggigit bibir Kenan. Membuat kuncian dan ciuman pria itu terlepas.
"Plak"
Sekali lagi, tangan Hanin mendarat di pipi yang sama.
"Jangan perlakukan aku seperti wanita jalang. Apa mas... Um.. um.."
Lagi kenan ******* bibir Hanin, menarik tubuhnya keranjang. Mengunci gadis itu dengan tubuhnya.
Hanin terus memberontak, dia merasa terhina diperlakukan seperti itu oleh suaminya sendiri.
Namun, tubuh kekar pria itu tak sebanding dengan tubuh mungil nya.
Hingga tenaganya sama sekali tak bisa menghentikan aksi bejat Kenan. Lelah, Hanin pasrah dia membiarkan kenan menggerayangi tubuhnya.
"Jika mas melakukan itu sekarang. Maka, besok aku akan mengurus surat perceraian kita kepengadilan agama."
Hanin berucap disela isakannya.
Kenan tersentak, aksinya terhenti. Pria itu mendudukkan dirinya. Mengacak-acak rambutnya beberapa kali. Berusaha mengembalikan akal sehatnya.
TBC
Selamat membaca, mohon bantu vote, like, jadikan favorit dan silahkan tinggalkan komentarnya.
Makasih Readers...
bejad n laknat 🙏
sorry gwa baca sampe sini