Karenina, gadis cantik yang periang dan supel. Dia hidup sebatang kara setelah kehilangan seluruh keluarganya saat musibah tsunami Aceh. Setelah berpindah dari satu rumah singgah ke rumah singgah lainnya. Karenina diboyong ke Bandung dan kemudian tinggal di panti asuhan.
Setelah dewasa, dia memutuskan keluar dan hidup mandiri, bekerja sebagai perawat khusus home care. Dia membantu pasien yang mengalami kelumpuhan atau penderita stroke dengan kemampuan terapinya.
Abimanyu, pria berusia 28 tahun yang memiliki temperamen keras. Dia memiliki masa lalu kelam, dikhianati oleh orang yang begitu dicintainya.
Demi membangkitkan semangat Abimanyu yang terpuruk akibat kecelakaan dan kelumpuhan yang dialaminya. Keluarganya menyewa tenaga Karenina sebagai perawat sekaligus therapist Abimanyu.
Sanggupkah Karenina menjalankan tugasnya di tengah perangai Abimanyu yang menyebalkan? Apakah akan ada kisah cinta perawat dengan pasien?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DEAL!!!
“Halo, perkenalkan saya Nina, saya...”
“Aku udah bilang ngga butuh perawat kak!”
GLEK
Belum selesai Nina memperkenalkan diri, Abi langsung memotong. Dia memandang sinis pada Nina. Membuat gadis di hadapannya ini menelan salivanya. Busyet galak bener, udah kaya anjing herder, batin Nina.
Juna mendekati Abi, berusaha membujuknya. Nina memperhatikan Abi. Dia lebih tampan dari di foto. Wajahnya sedikit mirip Juna tapi tanpa kacamata. Kulit putih, rambut hitam, hidung mancung, hanya badannya lebih kurus dari Juna. Matanya tidak memancarkan gairah hidup, namun memberikan aura horror pada siapa saja yang melihat tatapannya. Dingin, datar dan tajam, setajam silet. Tapi satu yang paling menarik perhatian Nina adalah bibirnya. Warnanya sedikit kemerahan, ditambah bagian bawah bibirnya tampak seksi dan sensual. Ingin rasanya Nina **********, Eh… Istighfar Nina, fokus.. fokus, batinnya.
“Ayolah Bi, kamu jangan seperti ini terus. Kamu harus bangkit lagi, kakak kangen kamu yang dulu. Kita coba lagi ya, In Sya Allah Nina bisa membantu kamu. Dia perawat professional dan kemampuannya sudah tidak diragukan lagi,” bujuk Juna.
Abimanyu Pov
Kuperhatikan penampilan gadis ini dari atas sampai bawah. Penampilan luarnya tidak menunjukkan kalau dia seorang perawat. Dia lebih cocok menjadi model. Wajahnya cantik. Kulit putih bersih, rambut hitam sebahu, mata besar, bulu mata lentik, hidung mancung. Bibir bawahnya sedikit bergelombang menambah kesan seksi padanya.
Aku sangsi kalau gadis ini mampu membantuku. Apa kelebihannya hingga kak Juna memilihnya untuk merawatku. Apa dia memalsukan riwayat hidupnya demi bekerja di sini. Aku terus menatapnya. Awalnya dia hanya menunduk, tapi kemudian dia mengangkat kepalanya lalu tersenyum manis ke arahku. Menunjukkan deretan gigi putihnya. Cantik.. benar-benar cantik.
“Apa yang bisa kamu lakukan untuk membantuku?”
“Banyak pak. Tapi pertama-tama saya akan menjadi teman bapak dulu. Kalau kita sudah berteman, maka kita akan lebih mudah menjalani sesi terapi ini. Bagaimana pak, mau berteman denganku?”
Dia mengulurkan tangannya padaku. Hmmm.. gadis ini percaya diri juga. Tapi aku tidak langsung menyambut uluran tangannya. Masih memperhatikannya. Kemudian dia kembali berkata yang membuatku maupun kak Juna tercengang.
Abimanyu Pov End
“Bagaimana kalau kita buat kesepakatan? Saya bisa membuat bapak berjalan lagi dalam waktu tiga bulan. Kalau saya berhasil, bapak harus memberikan saya bonus. Kalau saya gagal, saya akan mengundurkan diri dan membayar kembali gaji yang saya terima sepuluh kali lipat bagaimana?”
Abi dan Juna tercengang mendengar ucapan Nina. Melihat Abi yang tampak ragu padanya, mau tak mau Nina menggunakan cara ini. Apapun hasilnya Nina tak terlalu memusingkannya, yang penting saat ini pria menyebalkan itu mau menerimanya.
“PD banget kamu!”
“Karena saya yakin dengan kemampuan saya. Apa bapak terima tawaran saya? Atau bapak takut kalah taruhan dengan saya?”
Juna senyum-senyum melihat kelakuan Nina. Dia tak salah memilih Nina menjadi perawat Abi. Gadis itu tak mudah terintimidasi oleh kata-kata Abi. Bahkan dia sangat percaya diri. Sepertinya akan menarik melihat pertaruhan keduanya.
“Ok deal.. saya pegang kata-kata kamu. Pastikan kamu menyiapkan uang ganti rugi 3 bulan mendatang.”
“Baik. Oh ya ada satu lagi pak.”
“Apa?”
“Bapak dilarang jatuh cinta sama saya karena saya sudah bertunangan.”
Nina menunjukkan cincin di jari manisnya pada Abi. Juna langsung terbahak. Sedang Abi langsung melotot pada Nina.
“Apa? Jatuh cinta sama kamu? Ngga akan pernah! Siapa juga mau sama perempuan kepedean kaya kamu,” sungut Abi kesal.
“Bagus itu pak. Jadi saya merasa tenang bekerja dengan bapak. Saya punya cara dan trik sendiri untuk terapi bapak, jadi harap ikuti apapun yang saya lakukan tanpa banyak bertanya. Ok pak Abi.”
“Ok, but no phisycal contact.”
“Hahaha.. ya ngga mungkin dong pak. Kalau itu pasti ada, karena saya kan bantu bapak terapi. Yang pegangin bapak nanti pas belajar jalan siapa? Pak Juna? Ngga mungkin kan, saya ngga mau gaji saya dibagi dua sama pak Juna. Bapak tenang aja, saya ngga akan baper karena saya udah biasa kerja seperti ini. Bapak yang harus menjaga hati biar ngga baper pas saya pegang-pegang.”
Lagi-lagi Juna terbahak mendengar perkataan Nina. Gadis ini benar-benar bisa membuat Abi mati kutu. Juna melirik pada adiknya yang tampak kesal.
“Udah Bi, kamu ngga akan pernah bisa menang debat sama perempuan. Terima aja, atau kamu emang takut baper dipegang-pegang sama dia,” Juna mengompori.
“Ok siapa takut! Deal!! Saya pegang ucapan kamu, tiga bulan, ingat!”
Nina tersenyum senang, pancingannya berhasil membuat Abi mau melakukan terapi. Selesai bernegosiasi dengan Abi, Juna mengajak Nina ke ruangan kerjanya membahas kontrak kerjanya. Mereka naik ke lantai atas. Juna mempersilahkan Nina duduk, dia pun duduk di kursinya.
“Terima kasih ya Nin, berkat kamu Abi mau melakukan terapi lagi.”
“Sama-sama pak.”
“Waktu kerja kamu enam hari dalam seminggu, kamu bisa libur di hari Minggu. Untuk waktu terapi saya serahkan sama kamu. Gaji kamu 5 juta per bulan, dibayar setiap tanggal 28. Kamu mau tunai atau masuk rekening?”
“Masuk rekening aja pak.”
“Ok, nanti kasih saya nomor rekening kamu. Kalau dalam waktu 3 bulan kamu berhasil membuat Abi bisa berjalan kembali, saya akan memberikan bonus yang besar untuk kamu.”
“Tapi pak, kalau dalam waktu 3 bulan saya gagal berarti saya harus bayar 150 juta dong, Oh My God, uang dari mana ya,” Nina tampak berpikir keras.
“Hahahaha.. kamu ngga usah pikirin itu dulu. Saya yakin kamu pasti bisa. Oh ya, saya sedang memesan suplemen yang bisa membantu kinerja otot-otot tulang. Karena suplemen ini dikirim dari luar negeri, jadi butuh waktu beberapa hari untuk sampai ke sini. Suplemen itu bisa membantu Abi memulihkan otot-otot tulang dan sendinya, jadi saya yakin kamu pasti berhasil.”
“Ya, semoga aja ya pak.”
Pintu terbuka lebar, tampak seorang gadis cantik memasuki ruangan.
“Kak Junaaa!” panggilnya.
Gadis itu melihat pada Nina, kemudian menatap pada Juna. Matanya memicing penuh curiga pada kakak sulungnya ini.
“Pacar baru kakak?”
Spontan Nina melihat pada gadis itu sambil melambai-lambaikan kedua tangannya tanda bukan.
“Ini perawat baru kak Abi. Nina, kenalkan ini adik bungsu saya, namanya Sekar.”
Mereka bersalaman sambil menyebutkan nama masing-masing.
“Saya pikir adik bungsu pak Juna namanya Srikandi atau Sembadra hehehe..”
“Hahahaha.. bisa aja kamu Nin.”
“What Srikandi? Situ pikir gue istrinya Arjuna apa?”
“Kan kakaknya bu Sekar namanya Arjuna dan Abimanyu hehehe..”
“Ih jangan panggil ibu, berasa tua banget gue,” protes Sekar.
“Terus panggil apa? Nona? Mba? Tuan Putri atau apa?”
Juna tak berhenti tersenyum melihat kelakuan Nina. Dia senang bisa mendapatkan perawat yang otaknya sedikit gesrek. Setidaknya suasana rumah akan lebih semarak dengan kehadirannya.
“Panggil aja Se, ngga usah pake embel-embel.”
“Siap.. tapi kamu mau tahu ngga arti kata sekar dalam bahasa Sunda?”
“Bukannya Sekar artinya bunga ya?”
“Iya kalau dalam bahasa Indonesia. Tapi kalau dalam bahasa Sunda, artinya abu rokok.”
“What????!!”
“Hahahaha… yang bener Nin? Kamu jangan bikin adikku stress gitu, coba lihat mukanya.”
“Bener pak, no tipu-tipu. Coba aja lihat di kamus bahasa Sunda”
“Oh My God, si papa waktu ngasih nama aku ngga searching dulu di mbah google apa. Kak, bilangin ke papa aku mau ganti nama aja”
“Ngga usah diganti. Tinggal ganti nama panggilannya aja, beres kok,” saran Nina.
“Nama lengkap kamu apa?” tambahnya.
“Sekar Maeswara Hikmat.”
“Oh, kalau gitu ganti nama panggilannya jadi Ma’e, gimana?”
Nina sengaja memenggal kata ma dan e, jadi terkesan panggilan untuk emak-emak.
“Ngga mau.. ngga mau, malah tambah ngga enak didenger.”
“Hahaha… udah udah.. kamu sekarang punya temen gesrek baru dek..” ledek Juna.
Sekar ikutan tertawa. Dia langsung merasa klop dengan Nina. Celotehannya persis seperti dirinya juga teman-teman gesreknya.
“Bener kak, kayanya asik ya punya kakak ipar kaya dia,” Sekar menaik turunkan alisnya menggoda Juna.
“Dia udah punya tunangan dek.”
“Baru tunangan kan? Belum ada kata SAH dari penghulu mah sikat aja.”
“Emang aku karpet main disikat-sikat,” timpal Nina.
Juna kembali tertawa. Mereka kembali melanjutkan percakapan. Suara tawa mereka terdengar sampai ke bawah. Abi nampak keheranan, apa yang mereka bicarakan sampai tertawa seperti itu. Namun dia tak ambil pusing. Abi melanjutkan pekerjaannya memeriksa file-file yang dikirimkan Cakra via e-mail. Dalam waktu dekat Abi merencanakan kembali ke kantornya.
“Kak Nina umurnya berapa tahun?” Sekar penasaran.
“Tahun ini 25 tahun.”
“Wah kita beda lima tahun ya. Sama kak Juna juga beda 5 tahun, tapi kalau sama kak Abi beda 3 tahun. Harus sabar-sabar ya kak, ngadepin kak Abi. Banyak-banyak istighfar dan asupan gizi yang cukup takut pingsan atau kena serangan jantung denger omongannya.”
“Siap Se.. Kalau tidak ada yang dibicarakan lagi saya permisi pak.”
“Tunggu Nin,” tahan Juna.
Juna mengambil kertas di mejanya, kemudian dia berjalan menuju Nina dan memberikan kertas tersebut.
“Itu berisi catatan soal apa yang Abi suka dan ngga. Mudah-mudahn itu bisa membantu. Dan satu lagi, jangan panggil saya bapak.”
“Terus saya harus panggil apa dong?”
“Terserah, boleh mas, kakak, aa, akang asal jangan abang ya. Nanti aku disamain sama abang tukang bakso.”
“Ah pak Juna bisa aja, eh.. kak Juna hehehe..”
“Nah itu lebih enak didenger.”
Nina permisi keluar ruangan, meninggalkan Juna dan Sekar yang masih mengobrol. Sambil membaca kertas di tangannya Nina berjalan menuruni tangga. Sesaat matanya beradu dengan Abi yang sedang berada di ruang tengah. Abi memasang muka datar, dengan tatapan tajam. Nina tak menghiraukannya. Dia langsung masuk ke dalam kamarnya.
☘️☘️☘️
**Kira² siapa yang bakal menang taruhan? Siapa yang dukung Abi menang🙋
Siapa yang dukung Nina menang🙋
Ayo kencengin dukungannya buat mamake😉**