Queen Li tumbuh dalam kekacauan—dikejar rentenir, hidup dari perkelahian, dan dikenal sebagai gadis barbar yang tidak takut siapa pun. Tapi di balik keberaniannya, tersimpan rahasia masa kecil yang bisa menghancurkan segalanya.
Jason Shu, CEO dingin yang menyelesaikan masalah dengan kekerasan, diam-diam telah mengawasinya sejak lama. Ia satu-satunya yang tahu sisi rapuh Queen… dan lelaki yang paling ingin memilikinya.
Ketika rahasia itu terungkap, hidup Queen terancam.
Dan hanya Jason yang berdiri di sisinya—siap menghancurkan dunia demi gadis barbar tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Queen turun dari taksi dan melangkah masuk ke gedung apartemen tempat tinggalnya. Langkahnya mantap, tanpa sedikit pun keraguan.
Tak jauh dari sana, Rey menghentikan mobilnya di sisi jalan. Pandangannya mengikuti sosok Queen hingga menghilang di balik pintu gedung.
“Kenapa Nona pulang ke sini, padahal lukanya belum sembuh?” gumam Rey cemas.
Jason menyandarkan tubuhnya di kursi, matanya menyipit.
“Ada yang aneh,” ucapnya pelan. “Memecahkan cermin adalah tanda emosi yang tak terkendali. Apa mungkin karena pria gendut itu… pria yang ingin dikenalkan Zoanna padanya?”
“Mungkin saja, Bos,” jawab Rey. “Bisa jadi Nona ingin memarahi ibunya. Apa kita perlu naik ke atas?”
Jason menggeleng pelan. “Kita tunggu saja di sini. Aku tetap merasa ada sesuatu yang tidak beres.”
Queen membuka pintu unit apartemennya.
Ruangan itu gelap dan sunyi. Ia melirik ke sekeliling, memastikan tak ada siapa pun di dalam. Lalu ia menyalakan lampu dan melangkah masuk. Tanpa melepas jaket, Queen duduk di sofa dengan tubuh tegak dan wajah dingin.
Ia mengeluarkan ponselnya dan menekan sebuah nomor.
Tak lama, sambungan terjawab.
“Halo. Ada apa, bocah?” suara Kapten Yu terdengar di seberang sana.
“Aku ingin melaporkan sesuatu,” kata Queen tenang, nyaris tanpa emosi. “Tentang pembunuhan terhadap suami sendiri.”
Nada Kapten Yu langsung berubah serius. “Siapa yang ingin kau laporkan?”
“Zoanna,” jawab Queen tanpa ragu. “Dia membunuh suaminya sendiri dengan tusukan di dada.”
Di seberang sana, Kapten Yu terdiam beberapa detik. Keheningan itu terasa berat.
Namun Queen tak menunggu jawaban.
Ia memutuskan panggilan.
Tak lama kemudian, pintu apartemen terbuka kembali.
Zoanna masuk sambil membawa banyak kantong belanja. Wajahnya cerah, langkahnya ringan, seolah dunia tak pernah memberinya beban.
“Queen?” katanya terkejut. “Kau pulang? Ke mana saja kau pergi? Kenapa dua hari ini Mama tidak melihatmu?”
Ia meletakkan kantong-kantong belanja di sofa dan di atas meja.
Queen menatap barang-barang itu tanpa ekspresi.
“Dari mana uangmu bisa membeli sebanyak ini?” tanyanya dingin.
Zoanna terdiam sesaat, lalu tersenyum tipis dan duduk santai.
“Tahukah kau?” katanya ringan. “Semalam Mama bersenang-senang dengan seorang pria berusia lima puluh sembilan tahun. Dia sangat royal. Semua ini dari uangnya.”
Queen mengangkat pandangan, menatap ibunya tajam.
“Anakmu dua hari tidak pulang,” katanya perlahan. “Kau tidak penasaran?”
Zoanna tertawa kecil sambil mengeluarkan pakaian dari tas belanja.
“Kau sudah dewasa. Dan kemampuan bela dirimu cukup hebat.” jawabnya acuh. “Untuk apa Mama mencemaskanmu?”
Nada Queen mengeras.
“Di dalam pikiranmu hanya ada uang,” katanya dingin menusuk. “Lalu suami dan anakmu… sebenarnya apa arti mereka bagimu?”
Zoanna menghentikan gerakannya.
Ia mengangkat kepala dan menatap mata putrinya.
Tatapan itu berbeda.
Bukan tatapan Queen yang biasanya.
Dingin. Tajam. Penuh tekanan.
"Kenapa tatapannya berbeda dari sebelumnya?" Zoanna bertanya dalam hati, untuk pertama kalinya merasakan sesuatu yang asing—ketakutan.
“Kenapa diam saja?” tanya Queen dingin, matanya menatap lurus tanpa berkedip.
Zoanna memaksakan senyum, meski sorot matanya mulai goyah.
“Queen, jangan bercanda,” katanya gugup. “Kau adalah anakku.”
Queen bangkit dari tempat duduknya dan melangkah mendekati Zoanna dengan perlahan—setiap langkahnya penuh tekanan.
Zoanna refleks ikut berdiri dan mundur satu langkah.
“Di mana makam Papa?” tanya Queen tajam. “Siapa namanya? Dan apa penyebab kematiannya?”
Zoanna kembali melangkah mundur saat Queen semakin mendekat. Nafasnya mulai tak teratur.
“Sudah begitu lama… kenapa masih diungkit, Queen?” jawab Zoanna, suaranya terdengar dipaksakan tenang. “Apa kau ingin membangkitkan luka lama Mama?”
Queen tertawa kecil, tanpa sedikit pun kehangatan.
“Luka lama?” katanya sinis. “Kalau kau benar-benar terluka, mana mungkin kau menikah dan bercerai berkali-kali?” Matanya menyipit.
“Bahkan pria yang pernah berhubungan denganmu… tidak bisa dihitung lagi jumlahnya."
“Jangan bicara yang aneh-aneh!” Zoanna meninggikan suara, berusaha mengalihkan pembicaraan sambil meraih tas belanjaannya. “Kau hanya sengaja mencari masalah denganku.”
Namun sebelum tangannya menyentuh tas itu—
Brak!
Queen menyapu seluruh belanjaan itu ke lantai. Kantong-kantong terbuka, pakaian mahal berserakan di mana-mana.
“Apa yang kau lakukan, Queen?!” teriak Zoanna panik. “Semua itu pakaian mahal!”
Queen menatap ibunya tanpa ekspresi.
Lalu—
Plak!
Tamparan keras mendarat di wajah Zoanna.
Zoanna terhuyung, tangannya refleks menahan pipinya yang memanas. Matanya melebar, napasnya tersendat, tak percaya pada apa yang baru saja terjadi.
Queen berdiri di hadapannya, rahang mengeras, matanya membara.
“Jawab aku,” katanya dingin, penuh ancaman.
“Di mana makam Papa… dan apa yang sebenarnya kau lakukan pada suamimu?”
“Apa kau sudah gila?!” bentak Zoanna dengan mata membelalak. “Tiba-tiba saja kau mengungkit tentang dia, dan berani-beraninya kau menamparku?!”
Queen tidak mundur. Justru ia melangkah semakin dekat, membuat Zoanna tanpa sadar kembali mundur hingga punggungnya hampir menyentuh dinding.
“Kau tidak ingin bicara?” tanya Queen pelan, suaranya tenang namun menekan. “Atau kau memang tidak berani?”
Zoanna menelan ludah.
“Aku… aku lupa,” jawabnya cepat, jelas sebuah alasan.
Plak!
Tamparan keras mendarat di pipi kiri Zoanna. Kepalanya terhentak ke samping, rambutnya terurai berantakan.
“Queen Lin!” teriak Zoanna, suaranya bergetar antara marah dan panik.
Queen menatapnya tanpa emosi, seolah tamparan itu bukan apa-apa.
“Kalau kau masih diam,” katanya dingin, “tamparanku akan membuatmu ingat.”
Plak!
Tamparan selanjutnya mendarat lebih keras.
Zoanna terhuyung, napasnya memburu. Air mata mulai menggenang, bukan karena sakit semata, melainkan karena ketakutan. Tatapan Queen di hadapannya bukan lagi tatapan seorang anak.
Itu tatapan seseorang yang telah kehilangan segalanya… dan kini menuntut kebenaran.
Queen mencondongkan tubuhnya, menatap lurus ke mata Zoanna.
“Ini terakhir kalinya aku bertanya,” ucapnya rendah namun mematikan.
“Siapa sebenarnya Papa… dan apa yang kau lakukan padanya?”
hai teman teman .... ayo ramaikan karya ini dgn follow tiap hari dan juga like, komen dan jangan ketinggalan beri hadiah yaaaaaaa
sungguh, kalian gak bakalan menyesal, membaca karya ini.
bagus banget👍👍👍👍
top markotop pokoknya
hapus donh🤭🤭
kau jangan pernah meragukan dia, queen
👍👍👌 Jason lindungi terus Queen jangan biarkan orang2 jahat mengincar Queen
.
ayoooooo tambah up nya.
jangan bikin reader setiamu ini penasaran menunggu kelanjutan ceritanya
ayo thor, up yg banyak dan kalau bisa up nya pagi, siang, sore dan malam😅❤️❤️❤️❤️❤️❤️💪💪💪💪💪🙏🙏🙏🙏🙏
kereeeeennn.......💪
di tunggu update nya....💪