Bara tak menyangka bahwa ią menghabiskan malam penuh gelora dengan Alina, yang ternyata adalah adik kandung dari musuhnya di zaman kuliah.
"Siaap yang menghamili mu?" Tanya Adrian, sang kakak dengan mulai mengetatkan rahangnya tanda ia marah.
"Aku tidak tahu, tapi orang itu teman kak Adrian."
"Dia bukan temanku, tapi musuhku." cetus Adrian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Danira16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
My Sweety
Alina yang awalnya risih ketika pinggulnya dipeluk oleh Bara kini kian menegang saja, jantungnya bergemuruh hebat seakan ingin loncat dari tempatnya.
Bayangan malam kelam itu masih menghantuinya, dimana ia tak berdaya dalam g41rah Bara yang saat itu begitu meletup-letup.
Kini baru saja ia sah menjadi istrinya, pria yang kini menjadi suaminya itu begitu ingin menjalani pernikahan sebenarnya.
"S1al tahu seperti ini aku harusnya memberikan surat perjanjian sebelum menikah dengan nya. Aakh bagaimana ini." Gusar Alina dalam batin nya.
"Sayang.......kenapa diam saja?" Panggil Bara memecah keheningan Alina yang tengah mencari akal.
Alina melepaskan tangan kanan Bara, lalu ia menjauhi suaminya itu dengan perasaan gugup, dan rasa takut yang menyelimutinya.
"Sepertinya aku kurang enak badan kak, aku juga lelah." Jawab Alina seolah ia ingin melarikan diri dari permintaan suaminya.
Memang bukan hal yang tak biasa kedua pasangan yang telah mengucap janji suci dan sah sebagai suami istri itu akan melalui malam pertama yang akan dikenang seumur hidup.
Bahkan momet seperti inilah yang selalu ditunggu-tunggu pada kedua insan yang saling jatuh cinta.
Namun tidak dengan Alina, ia dan Bara tidak menikah karena saling mencintai. Dan keduanya terpaksa menikah karena keadaan yang tidak Alina inginkan.
Ketakutan Alina dan kegugupannya jelas tercetak jelas pada rona wajahnya yang kini memucat. Dan itu terlihat jelas di mata Bara yang menatapnya lapar.
"Lelah?"
"Iya kak, lagi pula aku juga lagi hamilkan?" Jawab Alina memundurkan langkahnya.
Bara mengernyit, saking gugupnya Alina sampai memundurkan langkahnya dan sialnya ia terpentok pada badan ranjang, lalu ia pun terjatuh diatas kasur karena kegugupannya.
Bara tersenyum tipis lalu ia menaiki peraduan itu dengan kedua tangan mengurung Alina, membuat mengsanya tak berkutik.
Pergerakan cepat Bara itu makin membuat irama jantungnya menari-nari, nafasnya seperti tercekat berhenti di tenggorokan nya. Irama Alina begitu terdengar ketika badan Bara sudah kian menempel pada Alina. Terutama pada bagian dadanya
"Kak... Kak Bara mau apa?" Gugup Alina.
"Mau makan kamu....."
Bara langsung saja menyisir leher jenjang Alina, yang sedari tadi membuatnya tertarik dengan benda yang menurutnya sangat sek$i dalam bingkaian gaun pengantin modern
bernuansa putih tulang.
"Ssthh kak ja-ngan....." Des1s Alina.
Kedua tangan Alina terpejam, ia pun merem4$ sprei putih dengan banyak kelopak bunga diatasnya, satu tangan Bara sudah melepaskan ikatan sanggul sederhana milik istrinya dengan lembut.
Rambut panjang itu terurai dengan indahnya, Bara sempat menghentikan pergerakannya hanya demi menatap kecantikan Alina.
Alina membuka matanya ketika ia tak merasakan benda lunak itu pada area lehernya, ia pun bernafas dengan panjangnya. Kedua mata mereka beradu kini, dengan tatapan Bara yang seolah begitu menghujamnya.
"Aku menginginkanmu Alina....."
Gleg
Seharusnya sehabis ini ia akan pergi ke dokter jantung saja, entah mengapa saat ia berdekatan dengan Bara selalu saja jantungnya tak bisa ia kendalikan. Selalu saja iramanya begitu cepat, padahal Bara hanya memintanya hal yang biasa dilakukan oleh pasangan yang baru menikah.
"Tidak sekarang......" Ucap Alina dengan mengeleng lemah.
"Tapi kenapa?"
"Aku sedang hamil kak, aku baca di artikel kalo hamil muda tidak boleh lakukan itu." Jawab Alina berasalan.
"Benarkah? Ini bukan alasanmu saja kan Alina istriku?" Goda Bara.
"Benar kak, lagi pula aku sudah letih sedari pagi berdiri menyalami tamu bisnis ayah kak Bara." Kata Alina kembali beralasan, dan ia tetap enggan untuk disentuh Bara saat ini.
Memang hari ini ayahnya mengundang rekan bisnis untuk datang ke acara pernikahan nya dengan Alina, ia juga sempat melihat Alina yang begitu kelelahan menerima ucapan satu persatu tamu yang datang.
Bara sendiri dan Alina tidak mengundang mereka, Alina hanya mengundang Nova bestie nya. Sedangkan Bara kebetulan teman satu profesi balapnya sedang bertanding diluar negeri.
"Baiklah Alina aku akan melepaskan mu hari ini, tapi tidak besok besok." Tukas Bara, pada akhirnya ia tak jadi menyentuh Alina.
Bara tak tega memaksa istrinya itu, terlebih ia sudah janji pada Adrian untuk memperlakukan Alina dengan baik.
Alina akhirnya bisa bernafas lega, ia tidak harus menghadapi malam pertama, namun tidak dengan malam malam selanjutnya. Bagaimana lagi ia harus beralasan nantinya pada suaminya itu untuk menolak jika Bara ingin meminta hak nya.
Memikirkan berbagai macam alasan saja sudah buat Alina pusing.
"Kamu bersih-bersih saja dulu, biar tidurnya nyenyak dan nyaman." Titah Bara.
Alina pun menurut, lalu Bara turun dari peraduan yang tadi sempat ia gunakan untuk mengurung pergerakan isterinya.
Secepatnya Alina turun dari tempatnya dan pergi berlalu memasuki kamar mandi besar milik Bara.
Secepatnya ia menyalakan kran air hangat, dibawah guyuran air yang hangat itu ia membersihkan dirinya dengan aroma sabun mandi yang menenangkan.
Alina menyudahi mandinya karena ia tak ingin masuk angin, apalagi dalam kondisi ia sedang hamil muda. Tangannya terulur memegangi perutnya yang masih rata di iringi helaian nafasnya panjang.
Seolah Alina begitu berat menghadapi kenyataan ini, ia menyambar bathrobe yang tersedia di walk in closed.
Bara menunggu Alina diluar, lalu ia melihat Alina yang baru keluar dari kamar dengan rambut yang masih basah. Terlihat jelas rintikan air bekas ia keramas tadi, sejujurnya Alina malas untuk mengguyur rambutnya, namun rasa tak nyaman karena bekas obat rambut membuatnya harus membersihkan area itu.
Dengan balutan piyama handuk berwarna putih, Alina berjalan menuju tempat ia menaruh tasnya tadi, Alina membuka nya dan mencari baju tidurnya.
Akhirnya baju tidur dengan model atasan bawahan celana panjang ia pilih, lalu Alina kembali ke ruang tadi untuk mengganti baju disana.
Pergerakan Alina ini tak luput dari pandangan Bara, hingga akhirnya ketika Alina telah selesai berganti baju, dan ia keluar dari tempatnya itu ia melihat suaminya tengah menunggunya dengan tangan memegang sesuatu.
Bara memgang hair dryer ditangannya, lalu ia langsung menarik lembut lengan Alina, dan ia pun hanya diam tak protes seperti biasanya.
Suami nya itu membawanya ke depan cermin besar, dan mereka kini posisinya Alina berada di depan cermin dengan Bara dibelakang tubuhnya.
"Lihat rambut kamu masih basah, nanti masuk angin." Ucap Bara.
Pria itu kemudian menyalakan hair dryer yang semula ada ditangan nya, Bara pun mulai mengeringkan rambut Alina yang masih setengah basah.
Alina hanya menurut sembari ia menatap kesibukan suaminya itu lewat cermin besar dekat dengan meja rias.
"Aku tidak ingin kamu masuk angin, dan membuat anakku nangi juga ikut sakit." Lirih Bara mulai berkata lagi.
Bara memperlakukannya dengan lembut, namun Alina tidak langsung menarik kesimpulan bahwa pria yang sedang mengeringkan rambutnya itu sayang dan terlebih mencintainya.
Alina hanya menerka bahwa kebaikan pria itu karena janin yang ia kandung saat ini, hingga Alina terkejut ketika kedua tangan Bara melingkar di perutnya.
"Apa dia baik-baik saja?"
Dengan gugup Alina hanya mengangguk. "Iya dia baik-baiks saja."
"Kapan kita ke dokter kandungan? Aku ingin melihatnya." Tanya Bara antusias.
Alina bingung mengatakannya, karena semenjak ia tahu kehamilannya yang tiba-tiba itu dirinya tak pernah lagi memeriksakan kandungannya.
Kegiatannya hanya tercurah pada kuliah dan problematik kehamilannya yang membuat Adrian sang kakak kecewa padanya.
"Sebenarnya Alina juga belum ke dokter lagi kak setelah tahu bahwa Alina saat itu hamil." Jawab Alina jujur.
"Nanti kita cari dokter yang bagus ya? Aku ingin melihat perkembangannya."
"I_iya kak." Jawab Alina gugup.
Bagaimana tidak gugup jika pria dibelakangnya itu mulai nakal dengan mengendus aroma milknya dengan inderanya.
"Kak aku ngantuk." Ucap Alina yang mulai tak tenang.
"Baiklah Kamu tidur sekarang sana, aku mau mandi dulu, udah gerah nih." Tukas Bara.
Alina lega saat Bara telah melepaskan dirinya, ia lalu dengan cepat naik keatas kasur dan mengambil selimut untuk menutupi dirinya. Bara hanya terkekeh melihat tingkah laku Alina yang ketakutan jika kontak fisik dengannya.
Bara pun ikut bersih-bersih karena kegiatan hari ini membuat badannya lengket, hingga ketika Bara sudah segar dan memakai pakaian santainya, ia menatap wajah Alina yang sudah tertidur.
Karena ia juga letih Bara akhirnya memutuskan untuk bergabung bersama Alina, ia tidur disamping isterinya dan mendekatkan dirinya pada tubuh Alina.
Bara memeluk pinggang Alina, dan memejamkan matanya karena ia juga sudah sangat mengantuk.
Dan pada pagi harinya, saat sinar matahari mulai menyinari kamar kedua pengantin baru itu, Alina membuka matanya.
Rasanya tubuhnya berat ketika tangan kekar Bara bertengger di pinggangnya yang ramping, Alina menurunkan tangan itu dengan perlahan tanpa ia menoleh pada suaminya.
Alina pun membalikan tubuhnya dan terkejut ketika ia mendapati Bara tidur disampingnya dengan tubuh atasnya yang sudah tak mengenakan apapun.
Aaaaaaaa
Teriak Alina kalut, suara Alina yang begitu kencang membuat Bara membuat terbangun, pria itu sempat mengerjap dan mengucek matanya dengan santainya.
Bara tersenyum tipis pada Alina.
"Good morning my wife, my sweety...." Lirih Bara.