Safira Maharani hanyalah gadis biasa, tetapi nasib baik membawanya hingga dirinya bisa bekerja di perusahaan ternama dan menjabat sebagai sekretaris pribadi CEO.
Suatu hari Bastian Arya Winata, sang CEO hendak melangsungkan pernikahan, tetapi mempelai wanita menghilang, lalu meminta Safira sebagai pengantin pengganti untuknya.
Namun keputusan Bastian mendapat penolakan keras dari sang ibunda, tetapi Bastian tidak peduli dan tetap pada keputusannya.
"Dengar ya, wanita kampung dan miskin! Saya tidak akan pernah merestuimu menjadi menantu saya, sampai kapanpun! Kamu itu HANYA SEBATAS ISTRI PENGGANTI, dan kamu tidak akan pernah menjadi ratu di istana putra saya Bastian. Saya pastikan kamu tidak akan merasakan kebahagiaan!" Nyonya Hanum berbisik sambil tersenyum sinis.
Bagaimana kisah selanjutnya, apakah Bastian dan Safira akan hidup bahagia? Bagaimana jika sang pengantin yang sebenarnya datang dan mengambil haknya kembali?
Ikuti kisahnya hanya di sini...!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19
...***...
Nyonya Hanum langsung terkesiap tatkala mendengar, Bastian mengumumkan bahwa Safira tengah berbadan dua. Beliau baru saja datang ke mansion Bastian tak berselang lama, setelah Bastian dan Safira memasuki ruang utama mansion.
"Apa...! Perempuan kampung yang miskin itu hamil...?" tanyanya dengan raut wajah terkejut dan tak percaya.
"Hhhh...tidak mungkin! Bagaimana jika janin yang dikandungnya itu bukan benihmu melainkan milik pria lain---"
"Astaghfirullah...! Mami, apa-apaan sih! Bagaimana Mami bisa menuduh tanpa bukti? Ingat, Mi, berburuk sangka itu dosa!" pekik Bastian dengan geram.
Sementara Safira hanya diam dengan wajah tanpa ekspresi. Dia sudah bisa memprediksi bagaimana reaksi sang ibu mertua.
"Rupanya aku telah salah pulang ke mansion ini," sesal Bastian.
"Ayo, Fira. Kita kembali saja ke apartemen. Percuma juga di sini." Bastian lantas menarik pelan tangan Safira dan mengajaknya pergi dari mansion.
"Berhenti...!" seru Nyonya Hanum.
"Kamu tidak boleh pergi, Bastian. Jika harus pergi, seharusnya perempuan kampung yang miskin itu, bukannya dirimu!"
Mendengar ucapan maminya, Bastian pun menghentikan langkahnya diikuti oleh Safira. Meskipun suasana di dalam mansion membuatnya merasa tertekan, dan itu jelas tidak baik bagi pertumbuhan janinnya, tetapi dia tidak punya pilihan.
"Safira adalah istriku, Mi! Dan sudah seharusnya dia berada disisiku. Apalagi saat ini dia tengah mengandung anakku. Di mana hati nurani Mami sebagai sesama wanita? Di mana, Mi...?"
Bastian sungguh merasa frustasi menghadapi sikap Nyonya Hanum, tetapi dia juga tidak bisa berbuat lebih jauh, karena bagaimanapun beliau adalah ibundanya yang harus tetap dia hormati.
"Jangan mendorongku menjadi anak durhaka, Mi! Karena setelah menikah seorang suami bertanggungjawab atas diri istrinya dunia akhirat." Bastian berkata dengan suara bergetar.
Bastian merasa tenggorokannya tercekat sebab ia menahan tangis. Ia semakin mengeratkan genggaman tangannya pada Safira, karena dia takut wanita itu akan meninggalkannya.
"Aku mohon, Mi! Restui pernikahan kami, dan anggaplah Safira sebagai menantu Mami." Bastian menyeka airmata yang tiba-tiba menerobos keluar.
"Aku sangat mencintai Safira dan aku tidak bisa hidup tanpanya." Bastian menjatuhkan dirinya dan berlutut seraya terisak menumpahkan kegundahan hatinya.
Safira tercengang seraya menutup mulutnya, melihat apa yang dilakukan oleh Bastian. Dia tak tahu harus berbuat apa, yang bisa dilakukannya hanyalah meremat dengan lembut bahu Bastian seakan memberi dukungan, meski tanpa kata.
"Puas kamu...hahhh! Putraku merendahkan dirinya hanya demi perempuan kampung sia*lan sepertimu!" sarkasme Nyonya Hanum pada Safira tanpa perasaan.
Entah dendam apa yang dimiliki oleh Nyonya Hanum sehingga dirinya begitu kejam melontarkan kata-kata yang sangat tajam dan tak berperikemanusiaan.
Mendengar perkataan maminya, Bastian bangkit lalu menggandeng Safira dan membawanya keluar dari mansion tanpa sepatah kata pun. Ia merasa percuma saja memohon bahkan sampai rela berlutut, tetapi hati maminya tetap tertutup kabut hitam. Maka lebih baik dirinya yang pergi menjauh.
Nyonya Hanum merasa geram tidak terima, Bastian pergi begitu saja dan lebih memilih Safira yang menurutnya hanyalah wanita kampung yang miskin, dan tidak layak jika dibandingkan dengan dirinya, sang ibu yang merawat Bastian sejak kecil.
[Padahal yang merawat Bastian dari kecil adalah baby sister, tetapi Nyonya Hanum selalu mengklaim bahwa dirinya yang merawat Bastian]
Dalam sekejap Nyonya Hanum pun memutar otak agar Bastian tidak pergi meninggalkannya.
"Bastian...!!! Dengarkan mami! Jika perempuan kampung itu bisa melahirkan pewaris seorang anak laki-laki tampan, sehat dan cerdas, maka mami akan mempertimbangkannya," Suara Nyonya Hanum begitu keras dan membahana ke seantero ruangan.
"Terserah Mami, aku tidak peduli anakku nanti terlahir laki-laki atau perempuan. Karena bagiku tidak ada bedanya, mereka punya hak yang sama." kata Bastian tanpa sedikitpun menoleh ke arah Nyonya Hanum, sebab hatinya sudah terlanjur kecewa pada sikap maminya.
"Aaawwwh kepalaku!" Nyonya Hanum pun mengeluarkan jurus andalannya dengan berpura-pura sakit vertigonya kambuh.
Nyonya Hanum tampak terhuyung dan langsung terduduk di kursi sambil memijit pelipisnya seolah beliau benar-benar merasa kesakitan.
Bastian yang melihat Nyonya Hanum, seperti kesakitan merasa tidak tega dan dia meminta ijin pada Safira. Setelah mendapatkan persetujuan, ia kemudian datang menghampiri dan memastikan keadaan maminya.
"Mbok Rum, tolong telepon Dokter Wira, dan minta untuk segera datang kemari. Mami membutuhkan pertolongan secepatnya," perintah Bastian, kemudian langsung menggendong tubuh maminya ke kamar yang biasa di tempati Nyonya Hanum jika datang berkunjung.
Nyonya Hanum yang berhasil mengelabui Bastian tersenyum menyeringai ke arah Safira, karena dirinya merasa menang dari wanita yang beliau anggap sebagai saingan. Dan soal Bastian akan dipikirkannya nanti, yang penting merebut perhatiannya terlebih dulu dari Safira. Dan rupanya berhasil.
Safira melihat seringai-an Nyonya Hanum sempat tertegun sesaat. Sungguh dirinya tidak percaya jika ibu mertuanya bisa berbuat selicik itu.
Ia lalu pergi ke dapur untuk membasahi kerongkongannya, sebab menyaksikan drama keluarga ternyata dapat menimbulkan rasa kehausan juga. Ia menuangkan air ke dalam gelas lantas meminumnya hingga tandas.
"Hhh..." Safira mendesah lalu tersenyum tipis seraya menggelengkan kepala.
Sungguh dia tidak menyangka bahwa ibu mertuanya adalah wanita yang penuh drama dan tipu muslihat.
Safira menatap gelas bekas dia minum, sambil memikirkan hal apa yang akan dia lakukan selanjutnya nanti.
***
Di dalam kamar Bastian membaringkan Nyonya Hanum di atas tempat tidur. Ia menyusun beberapa bantal agar sang ibu berbaring dengan nyaman. Tak lupa ia menghidupkan AC dan mengatur suhu yang sesuai sehingga dalam kamar terasa sejuk.
Sementara itu di dalam benak Nyonya Hanum, beliau mulai dilanda kekhawatiran. Ia takut jika Safira yang menurutnya hanyalah wanita kampung yang miskin itu melahirkan seorang bayi laki-laki seperti keinginannya.
"Bagaimana jika yang lahir nanti bayi laki-laki? Tidak bisa...! Aku tidak mau seorang pewaris keluargaku terlahir dari rahim wanita kampung yang miskin itu! Iyuuuh...nggak banget pokoknya...! Tapi bagaimana caranya...?" Nyonya Hanum sibuk berpikir.
"Haaaah...lebih baik nanti aku tanya-tanya sama teman-temanku saat kumpul bersama mereka, atau aku bisa mengunjungi dokter kandungan saja! Iya...begitu lebih baik." Nyonya Hanum tersenyum tipis, yang sangat disayangkan Bastian tidak melihatnya, karena pria itu sibuk memijit kaki sang mami.
Tak lama kemudian Dokter Wira yang merupakan dokter pribadi keluarga mereka datang, dan langsung disambut ramah oleh Bastian. Selanjutnya Dokter Wira lantas memeriksa kondisi Nyonya Hanum. Namun beliau tampak mengernyit bingung, karena menurutnya pasien dalam keadaan baik-baik saja.
"Bagaimana keadaan Mami, Dok?" tanya Bastian setelah sang dokter selesai melakukan pemeriksaan.
Namun sebelum Dokter Wira menjawab, Nyonya Hanum langsung beraksi mengalihkan perhatian. "Awhhh...awhhh...!"
***
Kira-kira apalagi ya ulah Nyonya Hanum?
Bersambung...