NovelToon NovelToon
Tumbal Pasung Perjanjian Gaib

Tumbal Pasung Perjanjian Gaib

Status: sedang berlangsung
Genre:Horror Thriller-Horror / Suami Hantu / Iblis / Roh Supernatural / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga) / Tumbal
Popularitas:857
Nilai: 5
Nama Author: DityaR

Hal yang mengejutkan dialami oleh Nurhalina, gadis penjaga toko swalayan. Ia menjadi korban penculikan dan dijadikan tumbal untuk sebuah perjanjian dengan sebelas iblis. Namun ada satu iblis yang melanggar kesepakatan dan justru mencintai Nurhalina.

Hari demi hari berlalu dengan kasih sayang dan perhatian sang iblis, Nurhalina pun menaruh hati padanya dan membuatnya dilema. Karena iblis tidak boleh ada di dunia manusia, maka dia harus memiliki inang untuk dirasukinya.

Akankah cinta mereka bertahan selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DityaR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Antara Mistis & Medis

...BYUUURRRR...

"Bangun, heyy! Kamu kuliah nggak?"

Aku menoleh ke kanan dan ke kiri. Nggak ada siapa-siapa, cuma si Mbah yang lagi pegang gayung di tangannya.

Lah, mas-mas Indomarket tadi ke mana?

"Sejak kapan kamu doyan nguping, Panca?" tanya si Mbah, dia balik badan dan melangkah ke dapur. "Mandi sana, keburu telat nanti!"

"Panca libur, kan hari apa sekarang?" jawabku sambil mengekor di belakangnya. "Cowok itu mau ngapain, Mbah?"

"Kamu gak perlu tahu, sekolah aja yang pinter!" sahutnya sambil menyendok nasi di piringnya, "Kamu tadi goreng angin, tah Panca?"

"Enggak, di piring yang udah mateng." tunjukku ke arah piring kosong yang tergeletak di atas meja kemudian menunjuk lagi ke arah bawah dekat dengan pintu belakang. "Tuh, Momo yang sarapan duluan!"

"Lain kali, ditutup kalau selesai." Si Mbah langsung menghidupkan kompor dan mulai menggoreng sisa tempe mentah di piring. "Kamu kenal sama yang namanya Nurhalina?"

"Enggak." jawabku buru-buru. "Emang kenapa?"

"Jauhi dia, jangan sampai kamu punya niat buat deketin dia!"

"Enggak, Panca gak punya teman namanya itu."

"Bagus." tanggapnya seperti tidak percaya. "Kalau sampai itu terjadi, Mbah gak mau ikut campur!"

Bodo amat.

Mau ikut campur atau enggak, Mbah gak berhak mengatur hidup aku. Cuma aku yang berhak pegang kendali atas diriku sendiri. Jadi aku cuma bilang, "Iya, tenang aja. Panca bakal lakuin apa pun perintah Mbah."

Si Mbah menggangguk sambil mengelus janggut putihnya.

"Mbah?" tanyaku.

"Iya, kenapa Panca?" dia menatapku dengan tajam sambil menyilangkan tangan di dada.

"Gosong!" tunjukku ke arah penggorengan.

"Goblog!!" kejutnya sambil berbalik arah, panik, si Mbah ambil air di meja, beliau pikir akan menghentikan asap yang mengepul di wajan. Tapi,

...BLLLUUMMMMMBBBB...

Api justru berkobar seperti obor Monas.

"Mbah yang goblog!" sahutku santai, sambil mengambil keset basah yang di jemur di belakang. "Minggir!"

...PLEEPPP...

Api pun padam.

"Bilang apa? Coba sekali lagi yang keras!" bentaknya dengan kedua tangan di pinggang. "Ayo, Panca!"

"Apa, toh, Mbah. Wong panca bilang, Hati-hati Mbah!" cengirku, sambil berusaha lari keluar.

"Awas, kamu, nanti biar Mbah bilang Ibumu kalau bulan ini gak usah kirimi kamu uang!" ancam si Mbah di ambang pintu.

Aku sejenak melarikan diri ke sumber air.

Ya, sesekali aku ingin merendam diriku di sana. Menyegarkan kepalaku yang sebenarnya masih terasa ngantuk. Entah bagaimana si Mbah membuatku tidur tadi, tetap aku masih tak percaya tentang dunia mistik.

Aku melepas semua pakaianku dan terjun ke sumber air. Tempat ini selalu sepi, dari dulu sampai sekarang.

Aku jadi ingat, dulu di sini aku dan Yoana sering mandi bersama. Saat orang tua Yoana masih tinggal di perantauan dan dia dititipkan di sini untuk tinggal bersama kami. Sampai kelas tiga SD, kami masih sering dimandikan oleh almarhum Uti, Nenek kami. Setelah itu Yoana dibawa oleh orang tuanya karena mereka membangun rumah di kampung seberang.

Semenjak itu lah Yoana sering kejang-kejang dan  diobati oleh si Mbah. Dulu almarhum Uti sering membuatkannya ramuan herbal dari tumbuh-tumbuhan liar sedang si Mbah meramut doa untuk penangkal roh dan makhluk halus lainnya yang bersifat jahat.

Sampai saat ini, Yoana masih suka kejang-kejang, tapi ibunya yang berada di rumah sudah diwariskan ramuan herbal dari Uti untuk mengobatinnya di kala kambuh. Ya, meski sesekali datang ke mari untuk meminta doa dari si Mbah.

Tapi apa pun yang di alami Yoana, aku yakin itu bukan karena hal mistik atau pun weton atau apa lah itu namanya. Aku yakin itu penyakit medis dan pasti bisa disembuhkan dengan pengobatan medis atau rumah sakit.

"Lariiiiii!"

Mataku otomatis terbuka ketika tiba-tiba suara serak membisiki telinga kiriku.

Saat aku menoleh ke sekeliling.

Kosong.

Hanya bunga-bunga kenanga yang berjatuhan.

Oke.

Sekarang buktikan kepadaku kalau dunia lain itu benar adanya.

Sengaja aku pejamkan mata, aku berharap ketika membukanya aku menemukan sosok itu. Jin, setan, iblis, dajjal atau apa pun yang penting mereka berasal bukan dari duniaku.

Suara gesekan pohon bambu semakin kuat berirama disertai gemericik air. Hawa dingin tiba-tiba mengendus di leherku hingga ke ubun-ubun.

Belum, dia pasti lagi merabaku menikmati tubuhku yang atletis ini. Aku yakin makhluk ini perempuan cantik yang terobsesi padaku.

"Bangunnnn," suara itu menggema di telinga.

Apa ini?

Bulu romaku seketika rontok, aku merasakan panas di punggungku.

...CEPLASSSSTTTT...

Ketika aku membuka mata, aku melihat jenglot, tapi berukuran manusia. Benar saja, si Mbah sedang memecutku dengan batang bambu.

Sial.

"Bilangin Yoana, suruh anter Mbah ke Makamnya Uti, sekarang!"

Aku baru ingat, Ceking, motor milik si Mbah satu-satunya, kan hancur waktu kecelakaan itu. Jadi mulai hari itu kemana-mana ujung-ujungnya minta tolong ke Yoana.

"Iya-iya!" aku menggerutu, lagi-lagi harus mengekor di belakangnya sampai rumah.

...ᯓᡣᯓᡣᯓᡣᯓᡣ...

Yoana dan Si Mbah sudah siap berangkat. Terlihat mereka berdua memang cocok berbaur satu sama lain. Mbah yang pakai sarung samarinda dibaur peci hijau dengan bunga dan wewangian di tangannya, sedangkan Yoana memakai setelan serba hitam dari atas ke bawah seperti hendak melawat.

"Bajunya jangan lupa, kalau hujan! Jangan game terus!" begitu kata si Mbah yang dibonceng Yoana masih sempat-sempatnya mengoceh sambil mengangkat satu kepalan tangannya.

Oke.

Jadi aku di rumah sendiri.

Aku bebas mau berbuat apa pun dan kugunakan waktu yang berharga ini untuk hal yang bermanfaat juga. Jadi aku rapikan kursi ruang tamu dan menyatukannya dengan meja sehingga membentuk sebuah papan yang nyaman.

Lalu?

Tidur.

Belum sempat bermimpi indah tiba-tiba seseorang memanggil nama si Mbah di ambang pintu yang terbuka. Aku pun menoleh dan bilang, "Wah, maaf loh. Si Mbahnya la—"

"Nggak apa-apa kalau beliaunya lagi gak ada, Saya cuma mau nyampaikan informasi." katanya sopan sambil menenteng tas dinasnya. "Boleh saya masuk, Nak, Panca?"

"Oh, pak Kades! Silahkan, monggo duduk dulu biar Panca buatkan minum." tawarku sambil menyeka air liur yang tak sengaja menetes. Wajar, karena aku masih belum sepenuhnya sadar.

Setelah dua cangkir kopi kutaruh di atas meja kami, barulah pak Kades bercerita panjang lebar tentang rencana pak Kades untuk merenovasi rumah si Mbah. Kata beliau si Mbah terdaftar menjadi penerima bantuan bedah rumah dari Desa yang seharusnya ditangani bulan ini kemudian di undur jadi bulan depan.

Oh, jadi rumah ini bakal direnovasi?

Hebat sekali ya kepala desa ini, bahkan tahun kemarin si Mbah juga dapat. Bahkan rumah ini masih terlihat baru direnovasi, dan mau di renovasi seperti apa lagi.

"Sama satu lagi, Nak Panca. Tolong bilangin Mbah kamu ya, kami belum bisa menemukan perempuan yang lahir di Kamis-Wage." katanya mengejutkanku. "Kalau selametannya tinggal 10 hari lagi, kami mau minta tolong, biar Mbahnya saja yang mencarikan sosoknya, nanti soal biaya biar dianggarkan."

"Loh, tunggu sebentar, Pak Bahlil! Selametan apa toh, memang buat apa perempuan kamis-wage?" tanyaku, sambil mengangkat alis.

"Oh, jadi gini, hmmmm. Apa itu namanya, jadi oh si perempuan kamis-wage itu yang mengucapkan doanya, Nak, Panca. Kata si Mbah kalau mau program kerja desa berjalan lancar mending minta doa ke perempuan yang lahir di hari itu. Iya begitu katanya." jelasnya, sambil menyeruput sisa minumannya. "Jadi, minta tolong sampaikan begitu saja ke Mbah, ya, Nak Panca. Bapak pamit pulang dulu."

"Oh, iya udah nanti biar saya sampaikan." jawabku sambil membuang senyum palsu.

Apa iya, doa seorang yang lahir di Kamis-Wage semustajab itu?

Tapi kenapa kata Yoana aku harus berhati-hati dengan seseorang yang lahir di Kamis-Wage?

Sebenarnya yang benar itu yang mana?

Sial.

Mereka semua membuatku bingung.

1
Ani
Sungguh wanita bodoh, sudah ada peluang utkmkabur, masih sja mau menuruti aturan. Rasakan, itu krn kebodohan mu, wanita bodoh.
Ani
Bodoh sekali wanita ini, jelas2 dia sudah mendengar tadi bahwa dia mau di jadikan tumbal, ada kesempatan utk. Lari, eh malah mikir nya berulang - ulang, berarti dia memang mau mati percuma, di jadikan tumbal. Dasar wanita bodoh.
Yuli a
loh kk,, disini lagi...
Yuli a: oh... sip lah... biar bisa baca lagi...🥰
Tya 🎀: iya balik lagi, di sebelah nge bug sistemnya
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!