Karyaku yang ke 15, ga kerasa ya... Alhamdulillah
Lanjutan cerita Laras ma Bintang, menceritakan kedua anak kembarnya. Si ceriwis Zara dan tentunya si pendiam Zayd, tak lupa dengan anak-anak dari saudara dan para sahabat Laras dan Bintang.
Di cerita ini ga lepas peran orang tuanya ya, karena peran Laras tentunya sangat penting untuk dunia Mafia nya.
Semoga karya ini, diterima dengan baik. Aamiin
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nike Julianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ada apa dengan Bima??
"Sayang" panggil Bima, setelah beberapa menit melewati keheningan.
Namun Raya hanya diam, tak menjawab. Bahkan kini Raya memalingkan wajahnya, ia menatap ke jendela. Enggan rasanya melihat wajah sang suami, entah karena bawaan kehamilannya. Entah karena ia, yang masih marah dan kecewa pada Bima. Perlahan Bima memberanikan dirinya, mendekati ranjang sang istri.
"Sayang, maafkan abang." ucap Bima, berdiri di samping ranjang. Raya menghirup udara panjang, dan menghembuskannya perlahan.
"Abang tau, abang sudah mengecewakan mu dek. Karena kebodohan abang, kamu menjadi seperti ini. Sayang, kamu boleh menghukum abang. Seperti apa yang dikatakan Laras, tapi jangan yang memangkas habis burung abang." Raya yang tengah kesal, kini harus menahan senyumannya mati-matian. Di tambah lagi, mendengar gumaman sang suami.
'Dasar adik durian, seenaknya saja memberi saran memangkas habis burungku. Awas saja kalau sampai istriku terpengaruh oleh ucapannya, akan ku suruh Bintang memangkas habis buah melonnya.'
Raya memilih membaringkan tubuhnya kembali, namun ia masih membelakangi Bima. Raya menyelimuti tubuhnya, sampai menutupi kepalanya. Tanpa Bima tau, bila Raya sedang menahan tawanya agar tidak lepas.
"Sayang, jangan diemin abang. Abang ga bisa kalo adek kaya gini, rasanya telinga abang sepi. Hati abang kosong, perasaan abang hampa. Udah kaya magic com di bulan puasa, hah.. koosong."
'Ya Allah, apa tidak ada perumpaan lain yang bisa ia pakai? Aku ga nyangka, suamiku bisa benar-benar terkontaminasi oleh adiknya.' Raya menahan tawanya, sampai bahunya terlihat bergetar. Bima salah mengira, ia kira Raya tengah menahan tangisannya. Ia pun memegang bahu Raya dan mengusapnya pelan, bahkan kini kedua mata Bima sudah mengembun.
Rasanya sangat sakit, saat ia di diamkan oleh sang istri. Ia tak sanggup, bila harus seperti ini terlalu lama. Bisa-bisa ia menjadi gila, karena tak mendengar suara istrinya. Meski Raya sering mengomel perkara ia asal menaruh handuk, sepatu, kemeja kotor, tas. Namun ia lebih memilih Raya seperti itu, daripada diam seperti sekarang.
"Maafkan abang, dek. Maaf, abang janji tidak akan mengulang kesalahan abang. Huhuhuu"
Eh?
Kok, jadi suaminya yang menangis. Raya pun segera berbalik, dan benar saja. Kini ia melihat Bima, tengah menutup kedua matanya menggunakan lengan kanannya. Menangis terisak, bahkan bukan sebuah isakan lagi. Terdengar benar-benar menangis, Raya cengo melihat itu semua.
Bima sudah seperti, anak yang meminta mainan pada anaknya. Terdengar sangat menyedihkan, membuat Raya tak habis pikir. Kenapa dengan suaminya? Hari ini Bima benar-benar aneh.
Antara ingin tertawa, kesal dan juga ikut sedih, Raya malah kini ikut menitikkan air matanya. Dengan perlahan, Raya mendudukkan dirinya.
"Kenapa jadi abang yang menangis? Harusnya kan abang diam, sampe Raya marah-marah dulu. Terus rayu Rayanya, ini kenapa jadi kebalikannya?" tanya Raya kesal
"Jangan... hiks, adek jangan marah. huhuhu... Maafin abang, dek. Abang janji, ga akan ngulang kesalahan lagi, Abang janji, abang akan menuruti semua ucapan adek. Mau itu pecat orang saat itu juga, kayang, salto, apapun itu akan abang turuti." Raya menghembuskan nafas kasar
Suaminya kalo tidak di hentikan, bicaranya akan semakin melantur.
"Sini" ucap Raya seraya menepuk pelan tempat di sampingnya, tempat di mana Laras merebahkan dirinya tadi.
Bima menghentikan tangisannya, namun masih ada sesenggukan nya. Ia menurunkan lengan, yang ia pakai menutup kedua matanya. Bima menatap Rima, dengan mata sembab.
'Ya Allah, bang. Kamu kok ngegemesin gini sih, gimana aku mau marah atau ngamuk kalo kaya gini. Untung ga ada mama, Ken sama Laras. Kalo ada, udah habis kamu bang, dijadikan target oleh mereka.' ucap Raya dalam hati
"Sini, mau di maafin ga?" Bima mengangguk cepat, ia pun segera duduk di tempat yang Raya tepuk. Bima menunduk, ia belum berani menatap Raya.
"Ya Allah bang, kamu... ishh... udah kaya anak kecil aja. Zara aja kalah ini sama kamu, masa sampe kaya gini sih" Raya mengusap pipi Bima, menggunakan baju bagian lengannya. Kedua ibu jari Raya, mengusap pelan di bawah mata Bima.
"Ya habisnya kamu diem aja, abang ga suka di diemin. Rasanya sakit banget, maafin abang ya. Adek pasti lebih sakit, kenapa adek ga bilang kalo pernah di seret ke kamar mandi sama duo lampir itu?" Raya menatap Bima terkejut
"Apa? Kamu mau sembunyiin semuanya sampe kapan? Kalo bukan karena ada saksi saat itu, abang ga akan pernah tau. Kalo istri abang di perlakukan, tidak menyenangkan oleh karyawan abang sendiri. Maaf... maafkan abang" Raya terdiam sebentar, lalu ia menggelengkan kepalanya
"Raya cuma ga mau, bikin abang tambah beban pikiran. Raya tau, abang yang sudah tertekan karena beberapa file perusahaan yang hilang. Tak mungkin Raya menambah beban pikiran, dengan hal ini." Bima menggelengkan kepalanya
"Apapun yang terjadi padamu, itu adalah hal terpenting dalam hidup abang. Jangan kamu ulangi dek, abang ga terima kamu di perlakukan seperti itu. Rasanya menampar dan mencekik wanita itu pun, masih kurang. Ingin rasanya, abang melempar dia dari atas gedung." Raya membulatkan kedua bola matanya
"Abang nampar dan mencekiknya?" Bima mengangguk dengan wajah polosnya
"Astaghfirullah abang, kalo dia mati gimana? Abang nanti bakalan jadi narapidana, di tahan di kantor polisi. Abang mau Raya nyari suami baru, karena ga mau nungguin abang yang di penjara? Nggak sanggup ngurus anak-anak sendirian"
PUK
Bima langsung menepuk mulut Raya, ia mendelik kesal. Rima melipat bibirnya ke dalam, tunggu.... Seperti ada yang salah di sini, bukankah seharusnya ia meluapkan amarahnya. Tapi kenapa semua perasaan itu hilang?
"Kamu kalo ngomong, jangan asal dek. Berani cari lelaki lain, abang bakalan habisin dia depan kamu. Bakal abang karungin, terus di lempar ke rumah si Amber" ucap Bima
"Ya abang kenapa ngelakuin itu? Itu.. di depan banyak orang lagi?" Bima mengangguk lagi
"Allahu Akbar, istighfar bang."
"Kenapa harus istighfar, dianya juga masih idup." Raya hanya menghembuskan nafasnya pelan, udah ga tau lagi. Ada apa sebenarnya dengan sang suami? Benar-benar berbeda 360°, dengan dirinya yang dulu.
"Kayanya abang harus periksa ke dokter deh, abang jadi aneh tau ga sih? Atau jangan-jangan... Kamu bukan suamiku lagi, heh... Kamu siapa?" Raya memundurkan sedikit tubuhnya, menjauhi Bima.
"Kalo aku bukan suamimu, lalu aku siapa? Kamu pikir aku genderuwo, yang menyamar menjadi aku?" Raya mengangguk dengan polosnya
"Ck... Ngaco kamu, kita sedang tidak dalam cerita keluarga Zandra." Raya pun tertawa pelan, Bima tersenyum melihat tawa itu.
Bima merebahkan tubuhnya, ia menarik Raya ke dalam pelukannya.
"Maafkan abang, abang takkan mengulanginya. Lain kali kalo ada masalah lagi, abang aku serahkan pada Laras. Biar dia yang menyelesaikannya, hmm?" Raya mengangguk, ia memeluk pinggang Bima
Karena terlalu nyaman, mereka pun terlelap. Rasa tertekan selama ini, terkikis saat bersama suaminya. Laras sudah menjelaskan semuanya, ini memang bukan kesalahan Bima. Tapi tetap saja, suaminya itu memang bodoh. Sesuai dengan apa yang di ucapkan Laras...
'Abangku memang bodoh kak, sudah bertele-tele dalam menyelesaikan masalah ini. Tapi Laras minta, maafkan abang. Laras memang tidak merasakan apa yang kakak rasakan, tapi abang sudah menyingkirkan akar kesakitan kakak. Mereka... Yang sudah memperlakukan kakak tidak baik, sudah abang pecat semua.'
Raya terkejut saat mendengar, bila Bima memecat orang-orang yang menghujatnya. Tetapi Laras kembali mengatakan, bila di perusahaan Van Houten, tak membutuhkan karyawan yang mempunyai pikiran sempit dan hati kotor. Masih banyak orang yang ber talenta di luar sana, menunggu kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan.
Raya menghembuskan nafasnya pelan, meski ada sedikit sesak. Namun ia juga tak bisa membenci suaminya, hanya karena satu kesalahan. Apalagi kesalahan yang di buat suaminya, bukan karena selingkuh ataupun KDRT padanya.
...****************...
Jum'at berkaaaaahhhhh... Semoga bisa triple ya. Mudah-mudah baby Ito ga rewel🥰
Jangan lupa like, komen, gift dan vote nya❤️❤️
...Happy Reading All...