NovelToon NovelToon
Alter Ego Si Lemah

Alter Ego Si Lemah

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Fantasi Wanita / Bullying dan Balas Dendam / Balas dendam pengganti
Popularitas:561
Nilai: 5
Nama Author: Musoka

Apakah benar jika seorang gadis yang sangat cantik akan terus mendapatkan pujian dan disukai, dikagumi, serta disegani oleh banyak orang?

walaupun itu benar, apakah mungkin dia tidak memiliki satu pun orang yang membencinya?

Dan jika dia memiliki satu orang yang tidak suka dengan dirinya, apakah yang akan terjadi di masa depan nanti? apakah dia masih dapat tersenyum atau justru tidak dapat melakukan itu sama sekali lagi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musoka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jangan sampai menyebar ke masyarakat

Happy reading guys :)

•••

Angelina, Karina, Ibu Tanti, dan beberapa guru yang ada di dalam ruangan sontak menoleh kala mendengar suara seseorang yang sangat mereka kenali.

Tatapan mata Angelina berubah menjadi sangat tajam. Gadis itu melangkahkan kaki menghampiri seorang perempuan yang sedang berjalan menuju tempat dirinya berdiri tadi.

Angelina menghentikan langkah kaki saat tubuhnya telah berada tepat di hadapan perempuan itu. Ia perlahan-lahan mulai mengepalkan kedua tangan, merasa sangat emosi kala menatap wajah dari perempuan itu.

Melihat luapan emosi yang terpancar dari wajah dan mata Angelina, membuat perempuan itu mengembuskan napas panjang.

“Tenangin diri kamu, Ngel. Saya akan tanggung jawab, kita obrolin semua ini dengan kepala dingin, ya,” ujar perempuan itu, menyentuh kedua bahu Angelina.

“Apa perkataan Ibu bisa dipegang?” tanya Angelina, masih terus menatap tajam ke arah perempuan itu.

Perempuan itu mengangguk, menjauhkan tangannya dari bahu Angelina, lalu menuntun tubuh salah satu siswinya itu menuju ruangan pribadinya.

“Karin, Bu Tanti, kalian berdua ikut masuk,” perintah perempuan itu, saat berpapasan dengan Karina dan Ibu Tanti.

Ibu Tanti mengangguk, menghampiri Karina, memegang kedua bahu gadis itu, dan menuntunnya memasuki ruangan kepala sekolah.

Setelah berada di dalam ruangan, Angelina, Karina, dan Ibu Tanti mendudukkan tubuh mereka di beberapa kursi yang ada di depan meja pribadi kepala sekolah.

Mereka bertiga melihat perempuan yang merupakan kepala sekolah dari sekolahan ini sedang menaruh tas di atas meja, lalu duduk di kursi pribadinya.

“Bu Alim, apa yang mau Ibu omongin?” tanya Karina, seraya mengelus lembut punggung Angelina untuk menenangkan sang sahabat yang sedang dilanda oleh luapan amarah.

Ibu Alim menggenggam kedua tangan di atas meja, menatap Angelina, Karina, dan Ibu Tanti secara bergantian. “Sebelumnya saya mau minta maaf sama kalian bertiga atas kejadian yang sudah menimpa Vanessa, saya benar-benar gak pernah menduga kalau kejadian yang sangat mengerikan itu terjadi di sekolah ini. Say—”

“Bu, langsung ke intinya. Ibu mau ngomongin soal apa? Kalo cuma mau minta maaf, seharusnya itu bukan ke kami, tapi ke keluarganya Vanessa, ke kak Galen. Satu-satunya keluarga yang Vanessa punya,” potong Angelina, menggebrak meja pribadi milik Ibu Alim, merasa sangat kesal saat perempuan itu hanya meminta maaf atas kejadian yang telah menimpa sang sahabat.

Karina dan Ibu Tanti yang melihat itu dengan segera berusaha menenangkan Angelina.

“Angel, tenangin diri kamu. Jangan sampai emosi berhasil ngendaliin kamu,” ujar Ibu Tanti, seraya mengelus punggung tangan Angelina.

Angelina menoleh ke arah Ibu Tanti. “Gak bisa, Bu. Gimana Angel mau tenang kalau salah satu sahabat Angel lagi ngerasain sakit, sedangkan Ibu Alim dari tadi cuma bilang minta maaf, dan gak ada tindakan apa-apa.”

Mendengar perkataan dari Angelina, membuat genggaman tangan Ibu Alim berubah menjadi lebih erat. “Angel, sekolah pasti bakal tanggung jawab. Kami akan cari semua pelaku yang udah bikin Vanessa jadi seperti ini, tapi saya minta tolong, tolong kejadian ini jangan sampai menyebar ke masyarakat.”

Angelina, Karina, dan Ibu Tanti sontak mengerutkan kening, menatap penuh amarah ke arah Ibu Alim. Mereka bertiga benar-benar tidak terima kalau berita semengerikan ini disembunyikan dari masyarakat.

“Kenapa? Kenapa masyarakat gak boleh tau soal ini?” tanya Karina, nada bicaranya perlahan-lahan mulai naik.

“Karina, dengerin saya, kalau masyarakat tau soal kejadian yang menimpa Vanessa, sekolah kita akan di cap buruk, dan kemungkinan besar akan kehilangan para siswa-siswi baru yang sebelumnya ingin masuk ke sekolah ini,” jawab Ibu Alim, menyadarkan punggung di sandaran kursi.

Mendengar jawaban dari Ibu Alim, membuat Karina menggeleng-gelengkan kepala. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan perempuan yang menjabat sebagai kepala sekolah itu. Bisa-bisa perempuan itu masih mementingkan kredibilitas sekolah dibandingkan dengan nyawa sang sahabat yang sedang menjadi taruhan.

Karina bangun dari tempat duduk, menggebrak meja dengan keras, lalu memberikan tatapan yang sangat tajam ke arah Ibu Alim. “Mau nyembunyiin kasus ini dari masyarakat biar anak-anak mereka tetap masuk ke sekolah ini? Dan setelah anak-anak mereka masuk, anak-anak mereka kemungkinan besar akan mengalami hal yang sama seperti Vanessa? Bu, gak, saya gak akan ngebiarin hal itu terjadi, cukup sahabat saya yang jadi korban, jangan ada yang lain lagi.”

Ibu Tanti juga ikut berdiri. “Saya setuju sama Karina. Bu Alim, tolong jangan buat semakin banyak korban hanya karena keputusan konyol anda. Anda harus nyelesain kasus Vanessa terlebih dahulu, sebagai bentuk tanggung jawab dari hal yang selalu anda bangga-banggakan.”

“Karina, Bu Tanti, tolong tenang dulu, say—”

“Dasar psikopat.” Angelina bangun dari tempat duduk dengan tubuh yang sudah bergetar hebat. Ia perlahan-lahan mulai mengangkat kepala, memberikan tatapan tajam dan membunuh ke arah Ibu Alim.

Mata Ibu Alim sontak melebar sempurna saat melihat tatapan milik Angelina. Detak jantung perempuan itu seketika berubah menjadi lebih cepat, merasakan hawa amarah milik siswinya itu.

Ibu Alim hanya diam, mulutnya tiba-tiba saja terkunci dengan begitu rapat. Padahal, ia ingin sekali merespon perkataan Angelina. Namun, tubuhnya tidak bisa diajak untuk bekerja sama, seakan menyuruhnya untuk diam dan tidak mengatakan apa-apa.

Angelina berdecih, menoleh ke arah Karina dan Ibu Tanti. “Kar, Bu, kita keluar. Gak ada gunanya ngobrol sama psikopat kayak dia.”

Setelah mengatakan itu, Angelina menggenggam lengan Karina dan Ibu Tanti, membawa kedua perempuan itu meninggalkan ruangan kepala sekolah, membiarkan Ibu Alim yang masih saja diam.

•••

Berita tentang kejadian yang menimpa Vanessa semakin ramai dibicarakan oleh seluruh warga sekolah SMA Garuda Sakti. Bahkan, saat ini koridor sekolah itu benar-benar dalam keadaan yang sangat ramai. Para siswa-siswi tidak ingin memasuki ruangan kelas karena penasaran dengan tindakan yang akan diambil oleh kepala sekolah akan kasus ini.

Di antara banyaknya siswa-siswi itu, terlihat Nadine dan kedua orang temannya sedang berjalan menuju sebuah ruangan yang terdapat di ujung koridor.

“Rame banget, Din,” ujar Chelsea, beberapa kali dirinya harus berdesakan untuk melewati banyaknya siswa-siswi yang sedang memenuhi koridor.

Nadine hanya diam. Gadis itu hanya berfokus agar segera sampai di ruangan tujuannya.

Setelah sampai di depan ruangan itu, Nadine membuka pintu, masuk ke dalam dengan diikuti oleh Chelsea dan Cindy.

“Akhirnya kalian datang juga,” kata seorang gadis, saat melihat kehadiran Nadine, Chelsea, dan Cindy.

Nadine mendudukkan tubuhnya di salah satu kursi yang terdapat di dalam ruangan itu, lalu menatap wajah gadis di depannya. “Kak, ini gimana? Anak-anak pada heboh gara-gara kejadian yang menimpa Vanessa.”

Gadis yang berada di depan Nadine tersenyum tipis, menyilangkan kedua kaki, dan menaruh kedua tangan di atas paha. “Lu gak usah khawatir, Dek. Kehebohan ini cuma bakal bertahan sebentar doang.”

Mendengar sang kakak yang hanya merespon pertanyaan dengan sikap santai, membuat Nadine mengerutkan kening. “Maksudnya gimana, Kak?”

“Gue udah punya cara buat bikin kehebohan anak-anak itu mereda,” jawab gadis itu, masih terus menunjukkan senyuman tipis.

“Caranya gimana, Kak?” tanya Nadine, merasa sangat penasaran dengan tindakan yang akan diambil oleh sang kakak.

Gadis itu menggelengkan kepala, bangun dari tempat duduk, berjalan menuju jendela ruangan untuk melihat keramaian di depan sana. “Lu gak perlu tau, Dek. Ini biar jadi urusan gue. Sekarang, yang perlu lu lakuin hanya duduk manis dan nerima semua hasil manisnya aja.”

Setelah gadis itu selesai menjawab pertanyaan sang adik, pintu ruangan tiba-tiba saja terbuka, membuat para gadis yang sedang berada di dalam sontak menoleh.

Mata Nadine, Chelsea, dan Cindy sontak melebar sempurna, melihat kehadiran seseorang yang sangat mereka bertiga kenali.

“Anda ….”

To be continued :)

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!