Zefanya Alessandra merupakan salah satu mahasiswi di Kota Malang. Setiap harinya ia selalu bermimpi buruk dalam tidurnya. Menangisi seseorang yang tak pernah ia temui. Biantara Wisam dosen tampan pengganti yang berada dalam mimpinya. Mimpi mereka seperti terkoneksi satu sama lain. Keduanya memiliki mimpi yang saling berkaitan. Obat penenang adalah satu-satunya cara agar mereka mampu tidur dengan tenang. Anehnya, setiap kali mereka berinteraksi mimpi buruk itu bak hilang ditelan malam.
Hingga sampai saat masa mengabdinya usai, Bian harus kembali ke luar negeri untuk menyelesaikan studinya dan juga merintis bisnis. Saat keberangkatan, pesawat yang diduga ditumpangi Bian kecelakaan hingga menyebabkan semua awak tewas. Semenjak hari itu Zefanya selalu bergantung pada obat penenang untuk bisa hidup normal. Mimpi kecelakaan pesawat itu selalu hadir dalam tidurnya.
Akankah harapan Zefanya untuk tetap bertemu Bian akan terwujud? Ataukah semua harapannya hanya sebatas mimpi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Harti R3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Interogasi
Akhir-akhir ini aku tak bermimpi buruk, apa itu artinya aku sudah bisa berhenti dengan ini?
Zizi menggenggam tempat obat yang biasa ia minum. Berpikir sejenak dan akhirnya memutuskan untuk tidur tanpa meminum obat. Esok hari adalah hari jumat. Jadwal kelas Pak Bian. Tugasnya sudah rampung, jadi tak payah ia begadang malam ini.
Seperti biasa, Zizi berangkat ke kampus mengendarai motornya. Menyelip diantara mobil-mobil yang memenuhi jalanan kota. Meski ia berangkat lebih awal, nyatanya mepet waktu juga sampai di kampus.
Tululit tululit!
Ponselnya berdering. Panggilan dari kak Jeff.
--- Ada apa pagi-pagi telpon? ---
--- Loe ada kuliah? ---
--- Iya. Kenapa? ---
Melepas helm dan menaruhnya di motor.
--- Harusnya loe kemarin ikut gue. ---
--- Emang ada masalah? ---
--- Capek. Males beres-beres, kalo ada adik kecil kan pasti dibantu beresin. ---
--- Helloooo. Loe pikir gue jasa go clean. ---
--- Sayangnya di sini gak ada go clean. Nanti gue telpon lagi, kuliah dulu sana yang bener. ---
Tut tut tut tut!
“Wah dasar kakak gak ada akhlak.” Ucapnya begitu Jeff mengakhiri panggilan.
“Ada masalah?”
“Aaahhh.” Zizi reflek berteriak ketika mendengar Bian yang sudah berdiri di sampingnya.
“Kamu ngapain masih berdiri disini?”
“Pak Bian juga ngapain di sini?”
“Nungguin kamu.”
“Hah? Ngapain juga nungguin saya Pak, ini di kampus lho.” Celingak celinguk melihat sekitar.
“Terus? Kamu mau saya yang masuk duluan? Kamu bersedia saya kasih tugas tambahan? Coba lihat jam.”
Zizi melihat jam ditangannya. 07.59. Mampus gue! Pake jurus apaan nih.
“Saya bawain tasnya boleh Pak?”
Bian hanya diam menatap Zizi.
“Ah iya, saya harus masuk. Permisi, Pak." Melembutkan nada bicaranya lalu berlari sambil menahan malu.
Bian menghela nafas dan menatap heran mahasiswinya itu. Menggelengkan kepala sembari memantapkan langkahnya mengikuti Zizi. Zizi berlari memasuki kelas dan mencari tempat yang masih tersisa kosong.
“Sini-sini.” Ucap Nathan menggeser duduknya.
“Ya! Loe abis dikejar apaan Zi? Ngos-ngosan gitu.”
Zizi tak mampu menjawab karena merasa susah mengatur ritme jantungnya kembali. Ia hanya menunjuk ke arah pintu. Tak lama kemudian Bian muncul dari pintu.
“Pagi.”
“Pagi, Pak.”
“Sepertinya hari ini kalian bersemangat ya? Tugasnya udah siap dong. Yuk siapa yang pertama presentasi.” Meletakkan tas di meja.
“Di dalam kotak di atas meja itu ada nama-nama kita, Pak jadi Pak Bian tinggal ambil aja siapa yang namanya keluar dia yang maju.” Ucap Jordy sebagai ketua kelas.
“Wow seru juga ya.”
Bian mengambil satu kertas di dalam kotak lalu membukanya. Iaa menngigit pipi bagian dalamnya setelah membaca nama Zefanya Alessandra.
“Zefanya Alessandra.”
Deg!
Kenapa harus gue sih. Udah mati-matian sembunyi biar gak keliatan malah di suruh maju.
“Ya, Pak.”
“Nama kamu keluar pertama.”
Dengan langkah enggan Zizi melangkah ke depan. Bahkan ia belum menghidupkan laptopnya. Rasanya ia ingin menghilang dari kelas karena teringat kejadian tadi. Memalukan dan kepedean. Zizi menghidupkan laptopnya seraya melangkah. Ia mulai menghubungkan ke layar monitor.
“Waaaah.” Seru cowok-cowok di belakang sana.
“Siluetnya aja cantik, antara forografernya yang jago atau memang orangnya yang cantik nih.” Celetuk salah satu dari mereka.
“Huuuuu.” Sorak seisi kelas.
“Hati-hati bertepuk sebelah tangan.” Goda Bian.
Zizi hanya menggelengkan kepala melihat teman-temannya yang kocak, juga dosennya. Setelah semua siap Zizi memulai aksinya mempresentasikan hasil karyanya. Ia merancang sebuah desain logo untuk toko bunga. Ia membuat logo berupa kaktus kecil dan bunga.
“Kenapa kaktus dan bunga? Filosofinya bagaimana itu?” tanya Pak Bian.
“Terlepas dari filosofi, toko bunga ini memang menyediakan kaktus sukulen, dimana saat ini sedang digandrungi di kalangan konsumen, yaitu bucket sukulen dan souvenir sukulen. Filosofinya sendiri berkiblat pada budaya orang Amerika dimana kaktus melambangkan kehangatan, perlindungan, cinta dan kepedulian. Juga rasa syukur dan sabar.”
“Dapet inspirasi dari mana kok kaktusnya kayak tampan banget gitu bikin jatuh hati.”
Tanya salah satu temannya yang duduk di belakang Bian.
Pertanyaan diluar prediksi. Pertanyaan macam apa ini? Tentu saja membuat Zizi sedikit gelagapan. Ia melihat ke arah Bian yang duduk di tempat duduknya, mencoba merangkaai kata-kata untuk menjawabnya. Memang ia membuat kaktus ini karena melihat di mobil Bian terdapat kaktus sukulen yang membuatnya tertarik. Semoga saja Bian tak menyadarinya.
“Mmm entahlah, yang jelas ketika ngerjain ini rasanya bahagia.”
“Kalau saja kaktus itu manusia mungkin aku bakal ngejar.”
Ya, aku membuatnya karena mengagumi seseorang yang duduk tepat di depanmu. Gumamnya dalam hati.
“Jangan sampai ngigau ya nanti malem.” Ucap Pak Bian diikuti tawa teman-teman yang lain. “Ada yang lain mungkin?” Bian berjalan ke depan. Tak lupa Bian juga memberikan kritik dan saran pada produk Zizi, overall aman.
Secara bergantian mahasiswa maju mempresentasikan karya mereka masing-masing. Sampai akhirnya jam 11 tiba. Perkuliahan selesai. Zizi menaiki motornya dan segera meninggalkan kampus. Ia teringat permintaan yang tadi ia bicarakan bersama Jeff. Sesampainya di kost Zizi mencoba menelpon Jeff.
--- Kak Jeff ngapain? ---
--- Beres-bereslah. Loe se diri, udah selesai apa bolos?. ---
--- Selesailah. ---
--- Gue mau nanya deh, soal.... Cowok yang nganterin loe. ---.
--- Apaan? Serius banget. --- (duduk di pantry meneguk minum)
--- Bener, itu temen loe? ---
--- Mmm bukan sih, tapi... ---
--- Tapi? Pacar? ---
---Bukan pacar kak, dia itu dosen aku. ---
--- Ngajar udah berapa lama? ---
--- Mmm 4 bulan kali. Jadi dia itu dosen magang kak, gantiin dosenku yang lagi ada tugas di luar negeri juga. Katanya satu semester aja.
--- Loe suka sama dia? ---
--- Apaan sih? Emang kenapa sih nanya-nanya? –
--- Pengen tau aja. Pokoknya kalo loe suka sama cowok minimal harus kaya gue. ---
Zizi terdiam.
--- Kok diem? ---
--- Perut gue mules, gue matiin dulu ya. ---
Tut tut tut tut!
Zizi mematikan sepihak. Ia tak sebenarnya sakit perut. Hanya menghindari kakaknya yang tengah menginterogasinya. Mengapa juga dia bertanya begitu. Darimana dia tau kalau Zizi memang sedikit menaruh rasa pada dosennya.
Loe suka sama dia? Minimal harus kaya gue.
Sebenernya apa maksudnya?
Menurutnya Bian... Ah tidak itu hanyalah khayalan saja. Mungkin cinta sepihak. Bian adalah orang yang sempurna di mata kaum hawa, pasti seleranya pun yak kaleng-kaleng. Sedangkan dirinya adalah cewek yang belum terarah, manja, sering ngambek.
Haaaah mana mungkin seorang Bian memiliki selera seperti gue. Mustahil bukan? Sekelas Catherine yang cantik dan hampir sempurna aja dihempas apalagi gue.. Tinggi juga gak begitu, cantik juga setengah-setengah, lembut juga gak terlalu malah kemarin dikatain preman kampus. skill? Skill gue memang banyak tapi... Ah udahlah gak usah terlalu berharap.