Sekuel SEKRETARIS KESAYANGAN
~
Meira pikir, setelah direktur marketing di perusahaan tempat dia bekerja digantikan oleh orang lain, hidupnya bisa aman. Meira tak lagi harus berhadapan dengan lelaki tua yang cerewet dan suka berbicara dengan nada tinggi.
Kabar baik datang, ketika bos baru ternyata masih sangat muda, dan tampan. Tapi kenyataannya, lelaki bernama Darel Arsenio itu lebih menyebalkan, ditambah pelit kata-kata. Sekalinya bicara, pasti menyakitkan. Entah punya masalah hidup apa direktur baru mereka saat ini. Hingga Meira harus melebarkan rasa sabarnya seluas mungkin ketika menghadapinya.
Semakin hari, Meira semakin kewalahan menghadapi sikap El yang cukup aneh dan arogan. Saat mengetahui ternyata El adalah pria single, terlintas ide gila di kepala gadis itu untuk mencoba menggoda bos
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RizkiTa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saatnya kita buktikan!
Diagnosa asam lambung yang membuat Meira tak bisa minum kopi, dan ketidaksadaran dirinya hari itu, diakibatkan oleh minum kopi dalam keadaan perut kosong, benar-benar miris. Bukan tidak punya uang untuk sarapan, tapi Meira hanya tidak punya waktu. Sayang sekali, saat dia menetapkan kopi sebagai salah satu minuman favoritnya, ternyata dia harus meninggalkan minuman itu, agar hidupnya selamat.
Tapi, di balik kejadian itu, semua ada hikmahnya, Meira di beri izin oleh bos besar untuk beristirahat selama tiga hari. Senangnya bukan main, dia bisa menikmati hidupnya, tak perlu bangun pagi, atau mungkin bisa rebahan seharian. Namun, tak bisa di pungkiri, semuanya tidak sesuai ekspektasi, ketika Meira sudah terbiasa bekerja dengan segudang aktifitas, hanya berdiam diri di kamar, membuatnya bosan. Ketika otaknya sudah biasa bekerja dan memikirkan banyak hal, kini tidak memikirkan apapun membuat otaknya seakan membeku.
Namun, ada yang sangat menganggu pikirannya. Bukan soal pekerjaan yang Meira pikirkan saat ini, melainkan tentang… Darel, atasan barunya. Pikiran tentang Darel penyuka sesama jenis, terus terngiang di pikiran Meira, benarkah? sungguh di sayangkan, bapak sebaik Ibrahim Arsenio harus memiliki anak yang berperilaku tidak sepantasnya.
Hari pertama dia di beri kebebesan untuk libur, Meira tidak menggunakannya untuk beristirahat, melainkan membersihkan kamar kosnya. Jam menunjukkan pukul satu, selesai bersih-bersih kamar, dia berniat mandi sambil menunggu kurir yang mengantar makanan yang dia pesan melalui aplikasi.
Ada perasaan bersalah dan tidak enak, yang Meira rasakan, karena baru hari pertama dia bekerja dengan Darel, dia sudah membuat masalah dan hari ini justru libur. Padahal, ada beberapa pekerjaan yang belum Darel mengerti.
Meira sudah melepas pakaiannya dan kini sedang mengenakan selembar handuk. Karena tak ada seseuatu yang memburunya, dia memanfaatkan waktu untuk membalurkan scrub pada seluruh tubuhnya. Perawatan sendiri di rumah, tentu jauh lebih hemat di banding ke salon. Apalagi, mulai bukan depan, ada pengeluaran tak terduga yang harus di potong dari gajinya, yaitu ganti rugi perbaikan mobil Darel yang lecet. Meira berdecak kesal jika harus mengingat itu.
Sedang asyik membalur bagian kakinya dengan scrub, mata Meira beralih pada ponselnya yang bergetar di atas meja rias.
Pak Darel memanggil. Ya, Meira menyimpan nomor Darel dengan nama seperti itu. Sejak pagi, mereka sempat berbalas pesan perihal pekerjaan tidak lebih. Darel menanyakan tentang beberapa dokumen pada nya. Namun kali ini, mata Meira terbelalak saat ternyata Darel melakukan panggilan video. Dengan keadaannya yang seperti ini, tidak mungkin kan dia jawab? Meira hanya mengenakan selembar handuk, wajahnya tanpa polesan make up dan rambutnya di gulung ke atas secara asal.
Mengabaikan panggilan, Meira memilih melangkah ke kamar mandi. Tapi, ternyata lelaki itu menelpon lagi.
Ada apa, sih? gerutu Meira.
Dengan sangat terpaksa, dia meletakkan ponselnya dengan posisi berdiri, di atas meja dan menyandarkan pada dinding. Namun, Meira menjauh dan tak muncul di layar.
“Meira.” suara lelaki itu terdengar jelas.
“Iya, Pak? ada apa?” tanya nya dengan nada sopan, jarak Meira dan ponselnya cukup dekat, hanya saja dia tak menampilkan wajah.
“Ada yang mau saya tanya, satu dokumen perjanjian dengan perusahaan asing, kamu letakkan di mana? saya nggak menemukannya meski mengikuti petunjuk kamu di chat,” jelas Darel. Lelaki itu pun tak menampilkan wajahnya, dia mengaktifkan kamera belakang, yang dia arahkan pada lemari khusus penyimpan file.
“Bukan di lemari itu, Pak.” sahut Meira. “Di sana nggak ada.” jelasnya lagi, sambil menggaruk kepalanya, dia sendiri juga lupa di mana dia letakkan berkas yang Darel maksud.
Duh sial.
“Apa kamu nggak bisa menampilkan wajah kamu? saya nggak suka begini, seolah saya sedang bicara dengan pintu kamar mandi kamu.” ucap Darel, ya jelas saat ini Meira mengaktifkan kamera, namun yang tampak di sana hanyalah pintu kamar mandi.
“Maaf Pak, keadaan saya—“
“Saya nggak terima alasan, cepat tampilkan muka kamu!” hentak Darel, dengna nada kesal.
Meira menghela napas, yah memang dia tidak bertelanjaaang, tapi keadaan ini. Oh Meira ingat, sepertinya tidak jadi masalah, sekalipun dia tanpa busana, bukannya Darel tidak selera dengan perempuan? mungkin dengan ini, Meira bisa sekalian membuktikannya.
Oke, Saatnya kita buktikan, benarkah dia cowok yang nggak normal? tanya Meira menggebu-gebu dalam hatinya.
“Keadaan saya begini, Pak.” Meira menghadap ke kamera.
Darel sedikit tercengang, wanita itu menampilkan pundak polos tanpa terbalut apapun, hanya dengan handuk berwarna merah maroon. Tak tanggung-tanggung, Meira juga membuka ikatan rambutnya, hingga helai demi helai terlihat dan tergerai menambah pesonanya meski wajahnya tanpa make up. Apalagi, dia tersenyum cukup manis.
Gila! umpat Darel di seberang sana.
“Gimana, Pak?” tanya Meira.
“Apanya yang gimana? kamu sengaja menggoda saya? kurang ajar kamu Meira!” maki Darel.
“Bukan, bukan itu maksud saya Pak, itu… gimana dokumennya, apa udah ketem—“
Darel langsung mengakhiri panggilan yang tak waras bersama sekeretarisnya. “Dasar gila, dia berniat menggodaku, atau apa?”
Darel mencampakkan asal ponselnya di atas meja, Lalu dia menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi, menatap plafon dengan tatapan kosong, namun pikirannya penuh terisi oleh penampilan Meira yang dia lihat melalui layar ponsel. “Sinting.” umpatnya lagi. Entah mengapa dia cukup kesal. “Dia itu berbahaya ternyata, lagaknya aja sok kalem, apalagi di depan ayah. Ini nggak bisa di biarkan. Aku pikir, dia beda dengan yang lain, ternyata sama.” Darel terus menggerutu. Dia beranjak pergi, meninggalkan ruangannya. Tujuannya adalah untuk bertemu ayah.
🥰
Jangan lupa likenya dong, yang baca banyak, tapi likenya dikit, nggak sesuai, kan aku jadi sedih. Hehehe