Setelah kejadian kecelakaan kerja di laboratorium miliknya saat sedang meneliti sebuah obat untuk wabah penyakit yang sedang menyerang hampir setengah penduduk bumi, Alena terbangun di suatu tempat yang asing. Segala sesuatunya terlihat kuno menurut dirinya, apalagi peralatan di rumah sakit pernah dia lihat sebelumnya di sebuah museum.
Memiliki nama yang sama, tetapi nasib yang jauh berbeda. Segala ingatan tentang pemilik tubuh masuk begitu saja. Namun jiwa Alena yang lain tidak akan membiarkan dirinya tertindas begitu saja. Ini saatnya menjadi kuat dan membalaskan perlakuan buruk mereka terutama membuat sang suami bertekuk lutut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss_Dew, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa aku semenjijkan itu
Alena begitu takjub dengan desain interior bergaya klasik, hiasan lukisan abstrak, lampu kristal besar yang menggantung serta beberapa ornamen guci yang ada di ruang tamu. Tentu sangat menarik bagi Alena yang hidup di zaman 100 tahun setelahnya dimana hal semacam ini sudah sangat jarang ditemukan. Bahkan keberadaan rumah pribadi adalah hal yang langka, kepadatan penduduk bumi dengan lahan yang terbatas menjadikan apartemen dan rumah bersusun menjadi solusi utama.
“Maaf, Tuan jika kedatangan saya mengganggu. Saya hanya ingin mengambil dokumen kerjasama yang kemarin saya berikan.” Rupanya Gilbert telah menunggu kepulangan Althaf.
“Baiklah, tunggu sebentar saya akan mengambilnya di ruang kerja. Tolong kamu jaga Nyonya sebentar.” Althaf meletakkan Alena di atas sofa yang empuk, kemudian berjalan menuju ruang kerjanya.
Alena menatap Gilbert tanpa berkedip, entah mengapa dia merasa tertarik dengan pria yang berstatus sebagai asistennya Althaf. Selama di rumah sakit, Alena memang tidak memperhatikan, dia sering kali hanya diam saat Althaf dan Zaldo tengah bertengkar atau beradu mulut. Alena menyadari ada sesuatu yang tersimpan dalam dirinya mengenai Gilbert. Apa mungkin jika pemilik tubuhnya ini memiliki suatu perasaan terhadap Gilbert, entahlah Alena tidak mau memikirkannya lebih.
Tentu Gilbert menyadari jika Alena menatapnya dengan serius, pria itu jadi salah tingkah. Diapun menggeser posisi duduknya menjadi sedikit lebih jauh untuk menjaga jarak.
“Apa aku semenjijkan itu sehingga kamu tidak berdekatan dengan orang cacat?” keluh Alena. Suasana harinya mendadak suram.
Gilbert jadi gelagapan, bukan itu maksudnya.
“Ti-tidak Nyonya, maaf saya tidak bermaksud seperti itu,” ucap Gilbert menjadi sungkan.
“Lalu kenapa kamu menggeser posisi dudukmu lebih jauh? Kamu jijik sama saya,” tutur Alena lagi.
Gilbert memutar bola matanya, berusaha mencari alasan yang tepat.
“Tidak Nyonya, mana berani saya seperti itu. Saya hanya heran mengapa Nyonya tadi melihat saya seperti itu. Saya kira Nyonya tidak nyaman jika berada didekat saya sehingga saya menggeser posisi duduknya.” Akhirnya Gilbert berkata jujur
“Hahahahaha…” Alena tertawa lepas, melihat Gilbert dengan ekspresi bersalah membuatnya terkesan lucu. Padahal selama di rumah sakit dia melihat pria itu sebagai pria kulkas 8 pintu.
“Tunggu sebentar, sepertinya aku pernah memintamu untuk tidak memanggilku dengan sebutan Nyonya. Benar atau tidak?” Sekelebat ingatan masa lalu muncul begitu saja.
“Sa-saya tidak berani, Nyonya. Bagaimanakah juga anda adalah istri Tuan Althaf,” terang Gilbert.
Alena mencondongkan tubuhnya lebih dekat, terus melihat Gilbert yang tengah gugup. Gilbert berusaha untuk menenangkan hatinya. Sedikit syok mendapati Alena yang sekarang lebih berani dan ekspresif.
“Nyo-nyonya tolong menjauhlah sedikit, takut Tuan datang dan salah paham,” ucap Gilbert gugup.
“Ternyata kamu lebih manis ya,” celetuk Alena, Gilbert wajahnya memerah.
Hati Alena tergelitik, dia tersenyum terkekeh. Menjadi kesenangannya tersendiri terus menggoda Gilbert sang manusia kulkas.
“Eheeemmmm.”
“Tu-tuan!!”
Gilbert panik dan langsung berdiri.
“ Ini dokumennya, kamu segera pulang saja. Saya mau istirahat!” seru Althaf kesal.
Gilbert pun mengambil dokumennya dan segera meninggalkan Althaf dan Alena. Namun di ambang pintu Gilbert berbalik sejenak dan melihat Alena dengan sungguh.
‘Hiduplah lebih baik Lena. Jangan menjadi wanita lemah.”
Sebenarnya Althaf telah kembali beberapa saat yang lalu. Namun dia bersembunyi dibalik tembok saat melihat Alena yang begitu dekat dengan Gilbert. Entah apa yang Gilbert & Alena bicara hingga istrinya itu terlihat begitu bahagia dan tertawa lepas.
"Al-Althaf, kamu su-sudah sel–" Ucapan Alema terpotong karena tiba-tiba Althaf sudah berada di dekatnya. Pria itu justru langsung menggendong Alena.
Alena terkejut dan berusaha memberontak tetapi ia akhirnya menurut karena takut terjatuh. Althaf yang perkasa dengan mudah menggendong tubuh istrinya untuk kembali menuju kamarnya melewati tangga yang berada di lantai dua. Pria itu bahkan tak merasa kesulitan sedikit pun, dengan gagah membawa istrinya memasuki kamar dan meletakkannya dengan pelan di dasar rajang.
Althaf menatap tanpa berkedip paras cantik istrinya yang memakai make-up meskipun hanya riasan tipis dan sederhana. Kilatan obsesi kini tersirat dari mata pria tampan itu karena cemburu.
"Jangan pernah melihat pria lain, lihat saja aku, kucing nakal. Aku tidak bisa tahan saat memikirkan ada pria lain yang menghirup udara yang sama denganmu," ucap Althaf tiba-tiba dengan tatapan yang tegas. Ia tampak mengelus pipi istrinya dengan lembut dalam jarak yang hanya beberapa senti.
Alena hanya bisa terdiam, jantungnya berdebar tidak karuan saat ini. Hingga suaminya tiba-tiba melepas ikatan rambutnya dan menguraikan rambutnya yang telah panjang , tangannya yang kokoh tampak membelai tengkuk Alena dengan lembut kemudian pelan tangan Althaf mulai bergerak membuka satu persatu kancing yang dikenakan istrinya.
"Kucing nakal, kamu milikku. Kamu kepunyaanku dari kepala sampai kaki dan jangan pernah lupakan itu," tegas Althaf yang kini terbakar oleh api cemburu.
“Tap–tap-tapi a-aku–”
Althaf langsung membungkam mulut Alena dengan bibirnya, sapuan lembut itu mampu membuat Alena diam seketika. Padahal dalam hatinya telah bersumpah tidak lagi tergoda dengan sikap manisnya. Meskipun Alena yang sekarang bukanlah jiwa Alena yang dulu, namun kenangan saat Althaf berbuat kasar dan menyakitinya secara langsung terekam jelas dalam ingatannya.
⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐
Althaf sudah terlihat tampan dan gagah, memakai jas yang warnanya senada dengan celana panjang yang dia kenakan saat itu. Dipadukan dengan kemeja dan dasi berwarna senada pula. Sejak tadi, Alena hanya memperhatikan apa yang dilakukan Althaf.
"Aku berangkat dulu ya! Jangan coba-coba pergi dariku. Ini black card untuk kamu. Kamu bebas membeli apapun yang kamu inginkan! Aku izinkan kamu berbelanja ke Mall. Tapi, kamu harus tetap didampingi kedua bodyguard. Apa kamu mengerti?" Althaf berkata kepada Alena. Alena menganggukkan kepalanya dengan pelan.
Cup
Tak lupa kecupan, dan sapuan pada rambut yang diberikan Althaf kepada Alena. Alena pun hanya bisa mengedip-ngedipkan matanya menyadari jika ada perubahan pada diri Althaf. Tanpa dia sadari bahkan Althaf mendorong kursi roda Alena hingga ruangan depan. Alena pun mengantarkan Althaf sampai mobil. Dia tetap disitu sampai akhirnya mobil yang membawa Althaf pergi meninggalkan rumah
Setelah itu, barulah dia masuk ke dalam kembali, Maya membantunya untuk masuk dan dia berniat mendekati pelayan dan semua pekerja di rumah besar itu. Mungkin, dengan seperti itu hidupnya akan lebih terasa nyaman di rumah. Selama ini, baginya suasana rumah begitu menegangkan. Tak ada satu orang pun yang bersikap manis kepadanya. Semua menatapnya, dengan tatapan tajam.
Meskipun sedikit kenangan saat kehidupan Alena yang dulu masih sering berputar-putar tetapi dirinya belum begitu terbiasa. Apalagi dia kembali ke 100 tahun yang lalu, tentu banyak yang berbeda.
"Bagaimana aku harus memulainya ya? Mereka semua terlihat begitu memusuhiku." Alena berkata dalam hati.
"Nyonya ...." panggil Gilbert
Baru mendengar suara salah Gilbert memanggilnya saja, jantung Alena langsung berdegup kencang. Alena langsung menghentikan kursi rodanya, dan berbalik menatap ke arah Gilbert. Sengaja Althaf sementara waktu menugaskan untuk menjaga Alena sementara waktu, khawatir Zaldo akan datang ke rumah dan kembali membawa Alena pergi.
"Em ..., ada apa?" tanya Alena, wajahnya terlihat tegang.
"Tuan Althaf memperbolehkan Nyonya keluar dari rumah ini, asalkan saya ikut juga bersama Anda," jelas Gilbert.
"Ya, terima kasih infonya. Tapi, untuk saat ini aku belum ada rencana keluar," sahut Alena.
Alena meminta Maya untuk mendorong kursi rodanya, meninggalkan Gilbert seorang diri. Alena minta untuk diantarkan menuju ruang keluarga, dan juga dapur. Di sana terlihat ada dua orang pelayan yang sedang sibuk membersihkan area ruang keluarga dan juga dapur. Kini dia sudah berada di sana.
"Hai, salam kenal. Aku Alena. Apa aku boleh tahu siapa nama kalian?" tegur Alena.
Dia berbasa-basi, bersikap ramah kepada mereka. Namun, bukannya menjawab pertanyaannya. Kedua pelayan itu justru beradu pandang, membuat Alena merasa bingung. Mereka belum mengetahui perihal Alena yang mengalami amnesia karena terjatuh dari tangga. Mereka masih takut nasib mereka akan sama seperti dua orang pelayan yang berakhir kehilangan nyawanya.
"Mengapa orang-orang disini sangat kaku sekali seperti Tuannya? Ya Tuhan, mengapa mereka sangat kuat untuk tidak berbicara. Apa mereka memang di setting seperti robot oleh Althaf ?" gumam Alena dalam hati sambil melipat kedua tangannya.
Hingga akhirnya dia memilih untuk ke kamarnya, kemudian membaringkan tubuhnya di ranjang. Karena efek obat yang telah dia minum, membuatnya tanpa sadar kembali tertidur.
Setelah keluar dari rumahnya, Althaf langsung membuka tampilan layar CCTV di MacBook miliknya. Dia ingin tahu, apa yang dilakukan Alena setelah dirinya pergi meninggalkan rumah.
...⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐...
Padalah baru beberapa jam yang lalu Zaldo sampai di apartementnya. Zaldo mencoba untuk mengistirahatkan tubuhnya karena mengalami jetlag. Dia memutuskan untuk kembali ke Inggris setelah Alena berkeinginan untuk pulang bersama suaminya. Entahlah, apa yang membuat Alena tiba-tiba meminta Althaf untuk menjemputnya.
Baru saja dia memasuki alam mimpi rupanya ada yang memencet bel apartementnya. Zaldo berusaha tidak peduli dan lanjut untuk tidur. Bukannya berhenti, bel terus berbunyi mengganggu waktu tidurnya. Terpaksa Zaldo bangun dan menuju pintu untuk melihat siapa yang telah mengganggunya.
‘Bukannya sudah ku bilang kosongkan jadwalku selama seminggu. Kenapa masih saja mengganggu sih,’ gerutu Zaldo. Seluruh tubuhnya merasa remuk dan pegal
“Apa kamu tidak bisa membiarkan aku - " Zaldo menutup mulut dengan tangannya, tidak melanjutkan ucapannya setelah melihat siapa yang datang ke apartemennya
“ Tante Salma,” seru Zaldo terkejut.
Wanita paruh baya itu tersenyum manis melihat keponakannya yong sudah tidak lama tidak bertemu. Tentu ada tujuan khusus jauh-jauh salma datang ke Inggris untuk bertemu Zaldo.
“Apa tante tidak diperbolehkan untuk masuk ke dalam, " ucap salma dengan senyumnya yang manis.
Zaldo yang masih dalam kondisi Jetlag tentu tidak lasa berpikir dengan jernih, apalagi tantenya itu tiba-tiba berkunjung ke apartemennya setelah lima tahun tidak bertemu.