My Bad Boy My Boss

My Bad Boy My Boss

BAB 1

"Kenapa kamu berhenti bekerja? Kamu sudah mendapat pekerjaan yang bagus dengan gaji yang tinggi di perusahaan besar Jepang, tapi kamu sia-siakan! Percuma kamu kuliah di luar negeri jika akhirnya kembali ke sini. Gaji di sini tidak bisa diandalkan."

Nasi yang ada di mulut Aira seolah sulit sekali dia telan. Dia sedang makan malam tapi ibunya terus memarahinya. Dadanya terasa sesak setiap kali mendapat tuntutan dari orang tuanya. Setelah lulus kuliah, dia sudah bekerja selama lima tahun di Jepang, tapi gajinya sudah habis untuk orang tua dan adiknya.

"Kamu tahu kan, adik kamu masih kuliah semester empat. Masih butuh biaya. Uang semester ini juga harus segera dibayar. Usaha Ayah kamu juga lagi sepi!"

Aira memukul meja cukup keras. Dia anak pertama, tapi mengapa dia yang harus menanggung semuanya. "Ibu, mengapa selalu menuntutku? Aku sudah belajar keras agar aku mendapat beasiswa. Aku juga sudah berusaha keras untuk terus bekerja selama lima tahun. Aku beri apa yang Ibu minta. Harusnya Ibu bertanya mengapa aku berhenti bekerja, bukan memarahiku seperti ini."

Kemudian Aira berdiri dan melangkah ke kamarnya.

"Terus apa rencana kamu selanjutnya di sini? Sudah satu minggu kamu hanya di rumah." Rika masih saja menekan putrinya. Tanpa dia mengerti bagaimana perasaan Aira.

"Aku akan cari kerja. Kalau tidak ada uang buat bayar semester, Yudha suruh kerja. Selama ini dia cuma main saja," kata Aira. Kemudian dia masuk ke dalam kamarnya. Dia menyandarkan punggungnya di pintu. Suara mereka semua masih terdengar jelas di telinganya.

"Kak Aira saja yang sudah malas kerja! Dia ingin menganggur di rumah."

"Ibu tidak akan biarkan dia menganggur!"

"Kalau dia tidak mau mencari pekerjaan, biar Ayah jodohkan saja sama Bang Toni."

Perlahan Aira beringsut ke lantai. Dia menangis tanpa suara. Dadanya terasa sangat sesak.

Seharusnya aku tidak pulang ke rumah ini.

Dada Aira semakin sesak, bahkan dia hampir tidak bisa bernapas. Dia merangkak dan membuka laci mejanya untuk mengambil botol obatnya. Dia mengambil sebutir obat penenang itu lalu menelannya.

"Sampai kapan aku harus bergantung sama obat ini!" Aira melempar botol obat plastik itu. Kemudian dia menangkup kepalanya di tepi ranjang. Dia menangis sesenggukan sendirian. Hingga beberapa saat kemudian, dia mulai tenang.

Seharusnya keluarga menjadi tempatku bersandar di saat lelah, menjadi tempatku mengadu di saat sedih, dan menjadi tempatku berlindung. Tapi, tidak aku temukan semua itu di keluarga ini. Apa aku bukan anak kandung ibu?

Aira mengusap air matanya. Dia bangkit dan duduk di meja kerjanya. Dia membuka laptop dan berusaha mencari lowongan pekerjaan di beberapa situs.

"Aku tidak boleh nyerah. Aku harus segera dapatkan pekerjaan tapi aku tidak mau lagi dimanfaatkan."

Tekad Aira sudah bulat. Dia segera mencari pekerjaan sesuai dengan kualifikasinya. "Ada beberapa lowongan di perusahaan besar. Sebagai sekretaris dan staf keuangan. Aku akan mencoba kirim lamaran lewat e-mail."

Aira segera menyiapkan semua filenya lalu mengetik lamaran pekerjaan itu dan mengirim ke e-mail masing-masing. Sekarang dia hanya tinggal menunggu panggilan interview.

"Aku melakukan ini untuk diriku sendiri. Bukan untuk Ibu, Ayah, apalagi Yudha!"

...***...

Aira menatap layar laptopnya. Dia mencoba mengirim lamaran lagi ke beberapa perusahaan. Sudah satu minggu berlalu tapi belum juga ada panggilan interview satupun.

"Kamu siap-siap, kita makan malam di luar. Kita belum merayakan kepulangan kamu."

Aira mengernyitkan dahinya mendengar hal itu. Merayakan kepulangan? Hal itu terdengar aneh karena kedua orang tuanya selama dua minggu ini dia di rumah sama sekali tidak senang padanya. "Tidak perlu. Aku di rumah saja."

"Aira, kamu sendiri kan yang bilang kalau kita tidak menyayangi kamu seperti anak kandung sendiri. Kamu anak kandung Ibu, jangan pernah memiliki pikiran seperti itu." Rika membuka lemari putrinya lalu memilih gaun berwarna biru muda. "Kamu pakai ini. Kita tunggu di bawah." Setelah meletakkan gaun itu di atas ranjang, Rika keluar dari kamar putrinya.

Aira berdiri dan mengambil gaun itu. Dia semakin curiga pada ibunya. "Kalau nanti terbukti ada maksud yang tersembunyi, aku akan kabur," gumam Aira.

Akhirnya dia mengganti pakaiannya dengan gaun itu dan memoles wajahnya dengan make up natural. Setelah selesai, dia memasukkan ponsel, dompet, dan botol obat yang selalu dia bawa kemanapun dia pergi. Dia melangkah keluar dari kamarnya dan melihat kedua orang tuanya yang sudah bersiap di ruang tamu.

"Ayo, keburu malam." Fadil keluar dari rumah lalu membuka pintu mobil untuk anak dan istrinya.

Setelah mereka semua masuk ke dalam mobil, Fadil segera melajukan mobilnya menuju sebuah restoran. Beberapa saat kemudian, mobil itu berhenti di tempat parkir sebuah restoran yang cukup mewah. Mereka segera turun dari mobil dan masuk ke dalam restoran mewah itu.

Perasaan Aira semakin tidak enak. Dia bersiap kabur jika memang dugaannya benar.

Banar saja, seorang pria sedang menunggu kedatangan mereka di meja yang sudah dipesan.

"Sudah menunggu lama?" tanya Fadil basa-basi.

"Belum, silakan duduk."

Rika menahan tangan Aira dan menyuruhnya duduk di dekatnya.

Aira terus meremat tangannya sendiri. Dia berusaha menenangkan dirinya agar tidak sampai sesak napas karena dia harus kabur dari tempat itu.

"Aira, semakin cantik," kata Toni dengan tatapan yang membuat Aira ngeri. "Jadi bagaimana kalau kita percepat saja rencana pernikahan aku dan Aira. Aku akan berikan modal besar untuk usaha kamu."

Aira melebarkan kedua matanya. Dia menatap kesal mereka semua. "Bang Toni kan sudah punya istri dan anak!"

"Meskipun kamu jadi yang kedua, tapi kamu akan aku utamakan. Kamu tidak perlu bekerja, semua keinginan kamu akan aku turuti."

"Tidak! Sampai kapanpun aku tidak mau menikah sama pria tua dan beristri!" kata Aira dengan keras yang memancing perhatian pelanggan lain di restoran itu.

"Aira, kamu sudah 27 tahun dan sekarang kamu sudah tidak bekerja. Hanya ini satu-satunya yang bisa Ibu harapkan dari kamu. Ibu sudah mengandung kamu selama sembilan bulan dan melahirkan kamu, kamu harus membalas semua itu."

Aira menatap nanar ibunya. Air mata itu sudah terbendung di pelupuk matanya. Dia menarik tangannya dengan kuat hingga terlepas lalu berlari keluar dari restoran itu.

"Aira!" Toni dan Fadil segera mengejar Aira.

Aira terus berlari tanpa menoleh ke belakang. Dia melewati jalan sempit lalu menuju jalan yang gelap. Dia tidak tahu harus berlari kemana. Hingga akhirnya dia melihat segerombolan anak motor. Dia menghentikan langkah kakinya.

"Aira!"

Tapi panggilan itu semakin mendekat. Akhirnya Aira mendekati salah satu dari mereka yang sedang duduk di atas motor. Dia memeluk pria itu. "Tolong aku," bisik Aira dengan suara yang bergetar, sebelum akhirnya dia mencium bibir pria itu.

"Aira, apa yang kamu lakukan!"

Terpopuler

Comments

fb/Ig: Puput Alfi

fb/Ig: Puput Alfi

Ini lanjutannya Antares ya. Tapi ini karya baru karena gak ada hubungannya sama sekali dengan novel sebelumnya. Jadikan favorit. 😊

2024-11-01

3

Usagi Pica

Usagi Pica

semangat Thor,udah di favoritkan 😍😍

2024-11-02

0

𝔐𝔢𝔩𝔦𝔞𝔫𝔞 𝔰𝔦𝔯𝔢𝔤𝔞𝔯

𝔐𝔢𝔩𝔦𝔞𝔫𝔞 𝔰𝔦𝔯𝔢𝔤𝔞𝔯

Semua anak tidak minta d kandung dan d lahirkan..
apa yg orang tua berikan ke anak itu memang hak mereka.

2024-11-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!