Lihat saja, aku bersumpah, aku akan membuatnya memohon untuk menikah dengan ku kurang dari 100 hari ini.
Luna mengucapkan sumpah di depan sahabatnya, Vera yang hanya menganga menatap ke arahnya, merasa sumpahnya itu konyol dan takkan pernah terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RatihShinbe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19
Salah satu karyawan yang tidak terlalu mabuk, memberitahu Abel di mana Devan merubah tempat acara.
Abel datang dan mencari Luna, tapi yang pertama dia temui adalah Devan yang mabuk berat dan meracau.
Abel mengirim pesan pada Sheila dengan foto yang menunjukkan Devan mabuk berat.
Abel masuk ke dalam restoran, terus mencari Luna.
Tapi tak ada, kemudian ponselnya berbunyi, panggilan dari Luna.
Abel terkejut, dia yang menghubungi duluan.
"Hallo, kamu dimana? " tanya Abel.
"Pak......! " seru Luna.
Abel menjauhkan ponselnya karena suara Luna terlalu keras.
"Saya pergi! " lanjut Luna.
"Pergi kemana? " tanya Abel mencari tempat dimana dia berada berdasarkan apa yang dia dengar di sekitar Luna.
"Pergi jauhhhh sekali...! " ucap Luna dengan tangan menunjuk ke rah langit.
"Dia mabuk, dimana ini? " gumam Abel.
Dia mendengar deburan ombak, kemudian paham kemana Luna pergi, Abel menyusul ke sana.
"Dia kesana lagi, apa yang membuatnya kembali ke tempat itu? " gumam Abel seraya menyetir, dia mengebut.
#
Luna menatap jembatan di depannya, airmata menetes di matanya. Dia berjalan menuju jembatan itu.
Mengingat bagaimana dia pernah berdiri di sana, putus asa saat kehilangan semua anggota keluarganya dalam satu malam.
Kecelakaan yang membuatnya menjadi yatim piatu juga kehilangan kakak laki-laki yang selalu menjaganya.
Berkali-kali berusaha merawat putri kembar kakaknya yang selamat dari kecelakaan itu. Luna hanya terduduk lemas merasa sendiri dan tak punya arah.
Malam itu, Luna pun merasa sendiri. Terlebih setelah kejadian kemarin. Dia teringat bagaimana Lucas menatapnya dengan penuh ketidaksopanan. Luna merasa, karir yang dia bentuk berkat bantuan Abel, sia-sia dan tak mampu membuat dirinya sedikit dihormati oleh orang-orang itu.
Orang-orang yang selalu mencibir tentang dirinya. Mereka yang selalu memandang dirinya rendah.
"Wanita single dengan dua putri kembar yang malang" gumam Luna kemudian tertawa.
Luna terdiam, mendekat ke pagar.
"Ya, yang kalian tahu mereka anak-anak ku kan! Tidak, kalian salah, mereka bukan anak-anak ku..... " teriak Luna.
Tapi kemudian dia menangis.
"Tapi mereka anakku, aku merawat mereka sejak SMA" gumamnya.
Luna menangis lagi, dia terduduk dan memeluk lututnya.
"Aku merindukan mereka" gumamnya lagi.
#
Abel sampai, dia menatap ke atas jembatan, kemudian berlari sekencangnya.
Dengan terengah melihat Luna sedang memeluk lututnya, dia lega. Dia berhenti berlari dan berjalan pelan mendekatinya.
Kejadian yang sama pernah terjadi, Abel berjalan di sana juga, di malam yang sama saat Luna putus asa.
Abel yang saat itu sedang merasa sangat sesak karena semua tuntutan dari ayahnya, baru memulai pekerjaannya di kantor. Merasa muak dengan semua tatapan orang-orang yang hanya menganggapnya sebagai anak bos yang manja.
Abel melihat Luna yang berdiri di dekat pagar. Dia mengingat Luna. Gadis yang menangis di rumah sakit, saat dia datang bersama ayahnya karena kecelakaan Novel, adiknya.
Luna hendak menaiki pagar, Abel cepat-cepat mendekatinya dan meraih pinggangnya.
Luna terjatuh kemudian pingsan. Sampai saat ini dia tak tahu siapa yang menyelamatkannya malam itu.
Sekarang pun sama, Abel duduk di sisinya.
"Kau siapa? " tanya Luna setelah menatap wajahnya.
Abel tersenyum.
"Bos mu" jawab Abel.
"Hah, Bos? " Luna terlihat berpikir.
"Aku kan masih anak SMA, kenapa punya bos? " ucapnya kemudian tersenyum dan kembali memeluk lututnya.
"Kenapa kemari? " tanya Abel.
"Hah, kenapa? Aku ingin bertemu seseorang di sini" ucap Luna.
Abel heran, dia akan bertemu dengan siapa di sini.
"Siapa? " tanya Abel menghadap ke arahnya.
"Orang itu" Luna menunjuk ke pagar.
Abel mengikuti arahannya.
"Siapa? " Abel tak melihat apapun.
"Orang yang menarik ku hingga aku tidak jadi lompat hari itu" ucap Luna kemudian menjadikan tangannya topangan ke belakang.
Dia menengadah ke langit.
"Kenapa dia menarik ku? Aku jadi harus bekerja keras, aku jadi merindukan putri putri ku" Luna tertidur.
Abel menatapnya, dia hendak menggendong Luna, namun saat dia merangkul pinggangnya, Luna membuka matanya dan melihat tangannya.
"Terimakasih, kau menarik ku hari itu, aku jadi bisa bertemu pria baik seperti bos ku" gumamnya.
Abel terkejut, dia pikir Luna tahu kalau dialah yang menariknya hari itu, tapi setelah mendengar rasa syukurnya, dia jadi tersipu.
#
Luna terbangun, matanya terbuka tiba-tiba dan mendapati dirinya sudah ada di kamarnya.
Dia bangun kemudian meringis menahan sakit kepalanya.
"Awww sakit sekali! " keluhnya.
Dia berpikir, semalam dia ikut pesta perayaan acara award yang berhasil.
Berbincang-bincang dengan rekan kerjanya hingga dia ditawari untuk ikut tantangan menjawab cepat dan benar.
Luna yang biasanya sangat pintar dan cepat menjawab, hari itu selalu kalah dengan Aryo, karena Luna melihat Vera yang sangat kentara sedang menjaga jarak darinya.
Dia jadi harus minum banyak, Aryo sendiri hanya kalah tiga kali, tapi kali terakhir dia minum langsung mabuk dan tidur.
Luna berjalan keluar menuju dapur. Dia melihat sup yang masih hangat disajikan di meja.
"Sup? " gumamnya.
Luna mencicipinya.
"Sup nya bu Liana" Luna langsung mengenalinya.
Luna langsung berlari keluar dan mengintip ke rumah Abel.
Dia menyempitkan matanya untuk membuka telinganya lebar-lebar agar bisa mendengar apa orang tua Abel ada di rumah atau tidak.
Tapi tak ada satu suara pun yang dia dengar.
"Waahhh, disini benar-benar tidak bisa mendengarkan tetangga bicara" gumam Luna kemudian menutup pintu rumahnya.
Dia menghela kemudian duduk di sofa. Semakin lama, dia semakin tak nyaman dengan bau badannya sendiri.
"Astaga, ternyata aku sangat bau, aku harus mandi"
Luna pergi membersihkan diri.
#
Di rumah Abel.
"Jelas ibunya akan marah padaku, dia itu anak adik ayah mu. Dia bahkan mengatakan kau tidak pantas menjadi CEO karena tabiat mu" seru Liana.
"Ibu tidak bilang pada bibi kalau Lucas hendak memaksakan hasratnya pada Luna? " jawab Abel dengan wajah kesal.
Liana terdiam, menghela kemudian menatap ke arah lain menghindari mata Abel.
"Ini bukan tentang Luna, ini tentang tabiatnya" Abel menekankan nada di kata tabiat.
"Luna bahkan tidak ingin aku memperbesar masalah karena dia juga akan merasa malu karena menjadi korban hal tidak baik seperti itu. Luna sudah baik loh bu! " Abel menjelaskan.
"Tapi.... "
"Luka Lucas bisa sembuh dalam dua bulan, kulitnya akan mulus kembali. Tapi apa ibu bisa menjamin trauma Luna sembuh dalam dua bulan? Ibu sendiri langsung membawakan sup pengar untuknya saat tahu kalau dia mabuk. Hal yang tak pernah dia lakukan"
Abel berdiri mendekatinya.
"Aku salah Bu, ya aku kesal melihat dia masih tersenyum setelah melakukan itu pada seorang wanita. Lucas tahu aku melakukan itu karena aku peduli padanya" Abel memegang tangan ibunya.
"Ibu hanya tidak suka saat dia mengatakan kau berandalan yang lahir dari rahim ibu" ucap Liana.
Abel tersenyum.
"Aku memang sehebat itu" ucap Abel.
Liana memukul dahinya.
"Jangan berpikir untuk melakukannya lagi, ibu takkan izinkan" ucap Liana.
Abel tertawa, Liana memeluknya.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=>>>