Tak pernah terpikirkan sebelumnya jika Aruna harus menikah setelah kehilangan calon suaminya 1 tahun yang lalu. Ia dengan terpaksa menyetujui lamaran dari seorang pria yang ternyata sudah beristri. Entah apapun alasannya, bukan hanya Aruna, namun Aryan sendiri tak menerima akan perjodohan ini. Meski demikian, pernikahan tetap digelar atas restu orang tua kedua pihak dan Istri pertama Aryan.
Akankah pernikahan tanpa cinta itu bertahan lama? Dan alasan apa yang membuat Aruna harus terjebak menjadi Istri kedua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trilia Igriss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19. Kemarahan Aryan.
"Bi... Aruna gak ada di rumah?" Tanya Aryan setelah Ia mengelilingi seluruh sudut rumah dan tak mendapati keberadaan istrinya itu. Kemana dia hujan-hujan begini?
"Tadi siang saya dengar Ibu mau ketemu sama anak temannya, Pak." Jawab Bi Ima. Aryan menghela nafas berat sejenak mendengar jawaban Pelayannya tersebut. Ia susah payah mencari alasan pada Gita untuk pulang ke rumah Aruna, dan sekarang Aruna pergi entah kemana. Bahkan disaat cuaca tengah tak mendukung. Apa anak itu begitu penting bagi Aruna? Atau karena Ia yang mengatakan akan pulang ke rumah Gita sehingga Aruna pergi tanpa izinnya?
Tiba-tiba saja, Aryan teringat akan niatnya pulang ke rumah Aruna. Ia bergegas naik ke lantai atas, lalu memasuki rumah dan membuka laci di samping yang biasa digunakan tempat tidur Aruna. Matanya membulat sempurna, kemudian Ia meraih sebuah obat yang belum habis dikonsumsi itu. Ada beberapa yang kosong, tanda sudah Aruna konsumsi sebelumnya. Nafasnya memburu, detak jantungnya tak beraturan, dan tekanan darahnya terasa mendadak naik.
"Apa ini? Jadi selama ini bukan karena dia belum dipercaya mengandung anakku, tapi dia sengaja menghalanginya? Apa rencananya? Kenapa dia melakukan ini?" Gumamnya tak bisa lagi menahan kekesalan dan amarah yang semakin meluap.
Sementara itu, Aruna menggigil kedinginan dibalut sebuah selimut tebal yang diberikan Adnan padanya sesaat setelah Ia ikut membersihkan diri dan berganti pakaian. Untung saja Ia masih menyimpan beberapa dress yang belum sempat Ia berikan pada istrinya dulu.
"Kamu menginap saja di sini. Saya sendiri yang akan meminta izin pada Ayah kamu." Ujar Adnan tentu saja membuat Aruna terhenyak. Dengan masih menggigil kedinginan, Ia cepat-cepat meminta diantarkan pulang saat itu juga.
"Kalau Mas tidak bisa, saya pesan taksi saja."
"Kenapa Aruna? Di luar masih hujan. Bahkan lebih deras dari pada tadi. Nanti kamu sakit."
"Gapapa Mas. Nanti saya minta resep obat saja sama Mas kalau tiba-tiba sakit."
"Iya tapi kenapa? Kamu belum jawab pertanyaan saya. Ayah kamu galak?"
"Nanti saja saya cerita Mas. Kalau Ibu tahu saya sama Mas, nanti saya dimarahi."
"Kalau begitu saya bicara saja sama Ibu kamu ya!" Aruna sudah habis kesabaran, Ia menunduk dengan menahan nafas sejenak lalu menghembuskannya dengan begitu panjang. Bagaimana jadinya jika Sundari mengetahui dirinya tengah bersama pria lain selain Aryan? Bukankah Sundari sudah mewanti-wanti agar dirinya menjaga diri?
"Jangan Mas. Saya pulang saja." Aruna masih bersikeras meminta pulang meski Adnan semakin penasaran kenapa wanita di depannya ini mendadak ingin sekali pulang? Dengan terpaksa, Adnan bersiap untuk mengantarkan Aruna pulang sesuai keinginannya. Ia tak mungkin membiarkan wanita pulang sendiri dikala hujan begini.
...----------------...
Aryan sendiri terus menghubungi Aruna meski berpuluh kali tak bisa Ia hubungi. Dan ketika hendak menghubungi kembali, sebuah pesan masuk ke ponselnya. Rio? Mengapa sepupu tirinya itu mengirimkan pesan? Tak ingin ambil pusing, Aryan membaca isi pesan yang dikirim Rio tersebut.
[Hei Aryan!]
[Aku mau tanya.]
[Apa sepupu Gita sudah menikah? Kenapa kau tak memberitahuku?]
Begitu isi pesan yang Ia baca. Sepupu Gita? Siapa? Pikirnya menerka. Sesaat Ia teringat pada sepupu sungguhan Gita yang Ia tahu dan membalas pesan Rio.
"Belum. Dia masih kuliah." Balas Aryan.
[Hemmm... kuliah? Wajahnya saja sudah bisa aku tebak. Dia sudah 25 tahun ke atas, tahu! Dan aku tadi lihat dia dengan laki-laki dan anak kecil.]
Sontak saja Aryan mengernyit dengan balasan panjang dari Rio. Setelahnya, Rio mengirim sebuah foto yang dimana membuat amarahnya semakin memuncak. Sungguh harmonis pasangan dewasa dengan seorang anak perempuan dibawah hujan deras yang membasahi mereka. Berpayungkan sebuah jas, mengapa senyum Aruna begitu mengembang? Apa ini alasan Aruna menghalangi kehadiran buah hati diantara Ia dan Aryan? Pikiran Aryan sudah gelap, Ia beranjak dari tempatnya lalu melempar ponselnya ke atas tempat tidur. Niat hati ingin menyusul dan mencari Aruna, namun Ia tak tahu dimana wanita itu berada. Ia turun ke lantai bawah lalu menunggu istrinya pulang meski memakan waktu lama. Entah kapan Aruna akan kembali, setidaknya Ia tak kehilangan bukti jika nanti Aruna diantar oleh lelaki itu. Angin kencang menerpa, dan petir sesekali menyambar di atas langit yang menggelap. Dimana wanita itu?
...----------------...
"Terima kasih Mas. Saya pinjam payungnya dulu." Ujar Aruna seraya membuka pintu mobil dan bergegas meninggalkan Adnan yang masih terheran mengapa Aruna menolak tawarannya untuk diantarkan ke depan rumah. Setelah Aruna memasuki gerbang besar itu, Adnan kembali melajukan mobilnya meninggalkan kediaman Aruna yang masih terasa misterius baginya.
Disamping itu, Aruna sekuat tenaga menahan gagang payung agar tak terbawa angin. Ia melihat bayangan seseorang memasuki rumah. Siapa? Apa Aryan? Bukankah Aryan tak akan pulang? Aruna mempercepat laju langkahnya untuk mendapati jawaban dari pertanyaan di benaknya.
Aruna berlari ke lantai atas, lalu memasuki kamar dimana tak ada siapapun di sana.
"Apa perasaan aku aja ya?" Gumamnya tiba-tiba pandangannya teralihkan ke arah laci yang terbuka sedikit. Ia pikir jika Ia mungkin lupa menutupnya tadi pagi. Namun saat melihat dalamnya, Ia mendadak panik karena obat kontrasepsi miliknya hilang.
"Kau cari ini?" Suara dingin, berat, dan menekan itu terdengar persis di belakangnya saat ini. Aruna mematung seketika dan perlahan menolehkan wajahnya ke arah sumber suara. Matanya membulat sempurna melihat obat itu berada di tangan Aryan yang kini menatapnya dengan begitu tajam.
"Mas..." lirihnya benar-benar tak menyangka jika hari ini telah tiba.
"Kenapa? Kamu terkejut? Kamu pikir aku gak tahu ini obat apa? Hem? Kenapa Na? Kenapa kamu minum ini? Bukannya kamu tahu aku dan ibu sangat ingin kamu hamil anak aku? Ohhh... apa karena ini? Apa karena dia kamu pakai obat ini?" Aryan memperlihatkan foto yang Ia dapatkan dari Rio itu. Aruna semakin terkejut, mengapa dirinya ada di foto itu? Siapa yang melihatnya bersama Adnan?
"Mas..." ingin Aruna menjelaskan, namun Ia mendadak bungkam saat sebuah tamparan mendarat tepat di pipi Aruna dengan begitu keras. Terasa sebuah cairan mengalir dari sudut bibirnya bersamaan dengan rasa linu dan nyeri setelah tamparan itu.
"Aku gak tahu masalah kamu apa. Tapi seberengsek-berengseknya aku yang punya dua istri, aku tidak pernah selingkuh."
"Aku gak selingkuh Mas." Lirih Aruna lagi. Tindakan Aryan lebih menyakitkan dari sebelumnya. Kali ini Aryan berani meraih rambut Aruna dan mencengkramnya kuat-kuat hingga istrinya itu merintih kesakitan dan terduduk karena lututnya mulai lemas. "Mas... sakit."
"Sakit? Lebih sakit mana dengan fakta kamu selingkuh dari aku?"
"Aku gak selingkuh Mas. Aku sama Mas Adnan gak ada apa-apa." Pecah sudah tangis Aruna yang tak bisa lagi menahan sakit di kepalanya.
"Ini alasan aku gak mau nikah sama sembarang orang. Gita yang aku poligami pun gak pernah berniat selingkuh, bahkan dekat dengan teman lelakinya pun tak pernah. Tapi kamu? Belum genap 3 bulan jadi istri aja udah berani goda laki-laki lain? Atau jangan-jangan kamu udah kasih diri kamu juga sama dia? Hah? Jawab!"
"Enggak Mas. Sumpah aku enggak--"
"Jangan bawa-bawa sumpah. Aruna."
Mata Aruna yang semula terpejam, kini terbuka dan membalas tatapan Aryan yang masih menaruh benci terhadapnya.
"Untuk apa aku hamil dan ngandung anak kamu, Mas? Sementara kamu akan buang aku setelah kamu dapat apa yang kamu mau. Kalau aku gak hamil, kamu akan ceraikan aku kan?" Aruna semakin meninggikan suaranya membuat Aryan melepaskan cengkraman di rambutnya. Aruna terisak keras seraya meraih kepala dan menghimpit di samping tempat tidur. Jadi, Aruna mengetahui rencananya? Entah apa yang dipikirkan Aryan, Ia tersenyum licik lalu meraih dagu Aruna dengan kuat hingga Ia melihat luka memar dan aliran darah dari sudut bibirnya.
"Kamu berencana pisah sama aku?" Tanyanya ditanggapi anggukan angkuh oleh Aruna yang memang terlihat tak takut sama sekali. Dari mana datangnya keberanian wanita ini?
"Iya! Aku mau kita cerai. Aku gak akan biarkan kamu dapat apa yang kamu mau, Mas. Sekarang, ceraikan aku!" Mendengar permintaan Aruna tersebut, Aryan mendadak tertawa dengan lantang.
"Jangan mimpi. Sebelum kita bercerai, aku ingin menyiksamu lebih dulu. Mulai sekarang, aku tak akan membiarkanmu keluar dari rumah ini. Tidak, tapi dari kamar ini. Kalau sampai aku tahu kau keluar, kau tahu konsekuensinya kan, sayang?"
Setelahnya, Aryan menghempaskan wajah Aruna dengan kasar lalu merebut ponselnya dan melemparkannya tepat di depan wajah Aruna.
"Aku tak akan membiarkan laki-laki itu menghubungimu lagi." Tegasnya menatap Aruna dengan dingin. Bahkan tubuh Aruna yang semula menghangat pun terasa begitu beku seketika. Hatinya hancur berkeping melihat pecahan ponsel yang berserakan tak beraturan. Tubuhnya lemas seiring rasa dingin mulai menyeruak di seluruh tubuhnya. Gelap, dan Aruna tak lagi mengingat h apa yang terjadi setelahnya.
Sementara itu, Aryan mengepalkan tangan setelah Ia menutup pintu dan mengunci rapat-rapat. Pikirannya kembali berkecamuk mengingat apa saja yang mungkin Aruna lakukan bersama pria lain di belakangnya. Tanpa Ia sadari, Gita sudah berada di ruang tengah menunggu dirinya yang memaksakan senyum menyambut kedatangan istri tercintanya.
"Kapan dan kenapa ke sini, sayang?"
"Aku mau ketemu Aruna. Tadi Rio kasih aku foto ini."
"Ya... itu benar. Aruna selingkuh, dan aku sudah beri dia pelajaran."
"Pelajaran?"
"Iya sayang. Aku kunci dia dan aku larang dia untuk keluar dari kamar." Bukan senyum yang tersungging di wajah Gita, Aryan malah mendapatkan sebuah tamparan keras mendarat di pipi Aryan.
...-bersambung...
gimana ya thor aruna dg Adnan
biar nangis darah suami pecundang
masak dak berani lawan
dan aku lebih S7, Aruna dg Adnan drpd dg suami pecundang, suami banci
drpd mkn ati dg Aryan, sbg istri ke 2 pula
berlipat lipat ,
memikiran gk masuk akal sehat..