(Tahap Revisi)
Hani tidak punya pilihan lain selain menerima tawaran pekerjaan dari sahabatnya, yakni menjadi pelayan di sebuah Villa mewah. Namun nasib naas malah menimpanya di villa mewah itu.
"Katakan, siapa yang sudah menghamilimu?" seorang wanita paruh baya langsung melabraknya.
"Laki-laki yang burungnya mati suri" Hani mengatakannya dengan judesnya di depan semua orang.
Yuk simak kisahnya hanya di cerita Dihamili Tuan Impoten!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alif Irma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Selama seminggu Hani mengikuti pembelajaran dan pelatihan yang diajarkan langsung oleh instruktur profesional bidang pendidikan karakter dan tata krama yang puluhan tahun mengabdi di keluarga Dirgantara. Selama itu pula Nyonya Miranda dan dua pelayan pribadinya (Hadiah dan Widia) ikut turun tangan memantau perkembangan belajar Hani, bahkan tidak segan memberikan hukuman berat untuk Hani jika tak lulus ujian. Tidak hanya itu, mereka selalu mencari-cari kesalahannya.
"Dari tadi dayang-dayang ibu mertua selalu mengawasi ku. Mereka pikir aku tidak bisa menyalin dua buku ini sekaligus" gumam Hani sambil melirik ke belakang, dimana dua pelayan senior sedang mengawasinya.
Karena tak sengaja ngemil saat mengikuti pelajaran tata krama, sehingga Hani mendapatkan hukuman menyalin dua buku yang ketebalannya sekitar 300 halaman. Dimana hukuman tersebut diatur oleh Nyonya Miranda bersama instruktur.
"Semangat Hani, ini hanya hukuman biasa" gumam Hani lalu melanjutkan kembali menulis halaman demi halaman buku ikonik bahasa asing yang masih banyak lembaran atau halamannya.
"Hoaaamnm"
Hani menguap berkali-kali yang tiba-tiba dilanda rasa kantuk. Namun dia berusaha terjaga untuk menyelesaikan salinan bukunya. Bahkan kedua matanya sudah sayup pertanda kedua matanya sudah tak ingin bekerja sama dan hanya ingin istirahat.
Sebisa mungkin Hani berusaha membuat kedua matanya untuk selalu terbuka dan melihat tulisan abjad bahasa asing yang sama sekali tidak dia ketahui artinya, dia hanya sekedar menulis hingga membuat jemari tangan dan lehernya sampai sakit.
"Huuuhh capeknya. Enaknya makan es krim dulu ya, biar aku dan calon bayiku ikut semangat menulis" gumam Hani tersenyum tipis lalu merentangkan kedua tangannya guna meregangkan otot-ototnya yang kaku.
Hani melambaikan tangannya kearah kedua pelayan pribadinya. Sontak saja pelayan pribadinya yang bernama Mira dan Mita tampak paham lalu mendekat kearahnya.
"Ada apa nona Hani? kenapa memanggil kami. Apa nona butuh sesuatu?" tanya salah satu pelayan itu.
"Ya, aku mau makan es krim rasa stroberi, tolong belikan aku es krim ya. Nanti uangnya aku ambil di kamar" jawab Hani dengan mata berbinar dan ingin sekali memakan es krim rasa stroberi.
"Nona Hani , di dapur sudah tersedia stok aneka rasa es krim. Jadi nona Hani tak usah repot-repot beli di luar. Anda cukup membayarnya dengan memberikan kami smile" sahut Mira diselingi candaan membuat Hani langsung menepuk lengannya.
"Oke, aku akan memberi mu smile setiap hari, ha ha ha ha" sahut Hani sambil tergelak tawa, membuat kedua pelayan pribadinya ikut tertawa kecil.
Ada-ada saja tingkah laku pelayan pribadinya, Hani pikir mereka berdua pribadi yang sangat serius, ternyata dugaannya salah. Kemudian salah satu pelayan pribadinya bergerak mengikuti perintahnya dan berlalu pergi ke dapur.
Tak berselang lama kemudian, Pelayan bernama Mira kembali masuk ke dalam ruang perpustakaan dimana sang majikan masih tengah menjalani hukuman.
"Nona Hani, es krim nya sudah datang" ucap Mira tersenyum tipis.
"Wow, berikan padaku. Aku ingin menghabiskannya" ucap Hani dengan antusiasnya membuat kedua pelayan pribadinya tampak tersenyum melihat tingkahnya.
"Biar kami berdua yang menggantikan hukuman nona Hani" sahut Mita dengan usulannya.
"Betul nona Hani, sebaiknya nona istirahat saja" timpal Mira membenarkan ucapan rekannya.
"Baiklah, aku habiskan dulu es krim ini. Setelah itu, aku akan menyelinap keluar dari ruangan ini" bisik Hani kepada kedua pelayannya. Membuat Mira dan Mita menyetujui akan idenya.
*
*
*
Hans tiba di mansion tepat pukul 7 malam. Sesampainya di kamar Hans tidak menemukan keberadaan Hani. Hans lekas membuka jasnya dan hanya menyisakan kemeja putih yang melekat di tubuh atletisnya.
Dengan gaya cool nya, Hans melipat kemejanya sampai di siku lalu membuka setiap pintu dalam ruangannya untuk mencari keberadaan Hani, namun dia belum juga menemukan keberadaan istrinya.
"Dimana dia?" gumam Hans yang tak kunjung menemukan Hani.
Hans mengeluarkan ponselnya dari saku celananya, dia berinisiatif untuk menghubungi Hani. Namun sayangnya dia tidak memiliki nomor Hani, hanya nomor Ibu Halimah yang sempat dia simpan tempo hari.
Tanpa pikir panjang, Hans lalu menghubungi Bu Anne untuk menanyakan keberadaan istrinya.
"Baik, aku akan segera kesana" ucap Hans di ujung telepon lalu panggilan mereka berakhir.
Hans melangkah tergesa-gesa menuju ruangan yang dimaksud Bu Anne. Tanpa mengetuk pintu, Hans melangkah masuk ke dalam ruangan tersebut.
Seketika dua pelayan wanita yang berada dalam ruangan itu langsung bangkit dari duduknya dan membungkukkan setengah badannya melihat tuan mudanya.
"Dimana istriku?" tanya Hans kepada kedua pelayan itu.
Refleks salah satu pelayan wanita itu langsung menunjuk kearah kursi tanpa bersuara, takutnya membangunkan sosok sang majikan yang sedang tertidur pulas.
Hans menginstruksikan kepada mereka untuk diam, dengan langkah pelan Hans mendekat kearah kursi, dimana sosok wanita yang dicarinya sedang tertidur pulas.
Hans bergerak duduk di kursi, dia sampai geleng-geleng kepala memandang wajah Hani yang sedikit belepotan. Terdapat sisa-sisa es krim di sudut bibir dan wajahnya. Ingin rasanya Hans mencium bibir Hani untuk menghapus sisa es krim di bibirnya, namun nyalinya menciut dan tidak tega sampai membangunkan sang istri.
Hans lalu menggendong Hani ala bridal dan membawanya ke kamar. Kedua pelayan wanita yang melihatnya hanya mampu senyum-senyum melihat keromantisan pasangan pengantin baru itu.
Sesampainya di kamar, Hans begitu hati-hati membaringkan Hani di atas tempat tidur. Dia lalu membuka sepatu Hani dan menyambar tissue basah untuk membersihkan wajah Hani.
Hans mengusap bibir bawah Hani setelah selesai membersihkannya, dia sampai menelan salivanya menatap lama bibir Hani yang sudah beberapa kali diciumnya. Tak ingin mencari masalah, Hans melangkah masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang lengket.
Sementara Nyonya Miranda terlihat begitu bahagianya setelah memberikan hukuman untuk Hani.
"Pokoknya aku harus membuat wanita miskin itu tidak betah tinggal di rumah, kan ku buat hidupnya menderita seperti di neraka. Setelah itu, dia sendiri memutuskan untuk bercerai dari putraku" ucap Nyonya Miranda dengan seringai licik diwajahnya.
"Kenapa nyonya berniat memisahkan tuan Hans dengan si itu...eeh si miskin. Padahal si miskin sedang mengandung anak tuan muda" timpal pelayan pribadinya yang bernama Hadiah yang karakternya ceplas-ceplos.
"Karena aku tidak sudi putraku menikahi wanita miskin itu. Putraku hanya di jebak dan anak yang dikandung wanita miskin itu belum tentu darah daging putraku. Aku menganggapnya tidak adil!" ucap Nyonya Miranda dengan kesalnya.
"Jadi nyonya tetap ingin menjalankan rencana tempo hari untuk menggugurkan kandungannya?" tanya Hadiah memastikan, pelayan senior kesayangan Nyonya Miranda.
"Ya, kamu yang akan melakukannya. Aku hanya menunggu hasilnya" jawab Nyonya Miranda dengan seringai licik diwajahnya.
"Ya Tuhan, kenapa nyonya sampai tega ingin membunuh cucu nyonya sendiri, dosa tau" timpal Widia yang berdiri di samping pintu yang sedikit terbuka.
"Diam bodoh!" bentak Hadiah kepada rekannya.
"Sudah berapa kali aku katakan, bahwa wanita miskin berandalan itu Hamil dari laki-laki lain" kesal Nyonya Miranda.
"Urus dia, aku tidak mau tahu jika rencanaku bocor gara-gara dia" bisik Nyonya Miranda kepada pelayan kesayangannya.
"Siap nyonya" ucap Hadiah tersenyum tipis lalu mempengaruhi rekannya itu.
Diluar dugaan tak sengaja Bu Anne mendengar pembicaraan mereka dari dalam. Buru-buru wanita paruh baya itu melangkah ke dapur, jangan sampai salah satu pelayan pribadi nyonya Miranda melihatnya.
Bersambung.....