Satu tahun lalu, dia menolong sahabatnya yang hampir diperkosa pria asing di sebuah Club malam. Dan sekarang dia bertemu kembali dengan pria itu sebagai Bosnya. Bagaimana takdir seperti ini bisa terjadi? Rasanya Leava ingin menghilang saja.
Menolong sahabatnya dari pria yang akan merenggut kesuciannya. Tapi sekarang, malah dia yang terjebak dengan pria itu. Bagaimana Leava akan melewati hari-harinya dengan pria casanova ini?
Sementara Devano adalah pria pemain wanita, yang sekarang dia sudah mencoba berhenti dengan kebiasaan buruknya ini. Sedang mencari cinta sejatinya, namun entah dia menemukannya atau tidak?
Mungkinkah cintanya adalah gadis yang menamparnya karena hampir memperkosa sahabatnya? Bisakah mereka bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenapa Kesal Dan Marah
Leava menatap wajah Devan yang sedang mengemudi. Wajahnya terlihat datar dan dingin, bahkan dia saja tidak mengerti kenapa Devan seperti ini.
"Em Tuan, apa kita tidak cari makan siang dulu?" tanya Leava.
Devan melirik sekilas pada Leava yang duduk disampingnya. Lalu, dia kembali fokus mengemudi. "Kau ingin makan dulu dengan Hendi? Kenapa tadi tidak menyetujui saja ajakannya!"
Leava langsung mengerutkan keningnya, kenapa juga dia harus marah padanya. Kan Devan sendiri yang menolak permintaan Hendi untuk berbicara sebentar dengannya.
"Kalau begitu kita pesan saja ya, biar nanti makan di Kantor saja" ucap Leava, mencoba untuk mengerti Devan dan tidak ingin banyak bicara dan malah tambah membuat pria itu marah.
Devan tidak menjawab, dia masih kesal dan marah. Meski dia tidak mengerti alasan apa yang pantas atas kemarahan dan kekesalannya ini.
Ketika sudah sampai di Kantor, Leava menunggu kedatangan pesanan makanannya. Barulah dia masuk ke dalam ruangan dan menata makanan di atas meja dekat sofa di sana.
Leava berbalik dan menatap Devan yang masih berada di meja kerja. "Tuan, mari makan dulu. Saya sudah pastikan tidak ada mangga. Atau Tuan alergi makanan lain? Seperti seafood?"
Devan masih memasang wajah dingin, sebenarnya dia juga tidak mengerti dengan perasaannya yang tiba-tiba kesal dan marah tidak jelas. Padahal memang benar jika Leava tidak melakukan kesalahan apapun saat ini.
"Tidak! Semua makanan aku bisa makan, kecuali buah mangga. Aku juga tidak tahu, tapi memang sejak kecil aku alergi mangga"
Leava mengangguk mengerti, dia menyodorkan makanan pada Devan yang baru saja duduk di depannya. "Kalau begitu makanan ini aman. Karena saya sudah pastikan tidak ada mangga"
Leava mulai makan dengan sesekali melirik ke arah Devan yang masih saja menunjukan wajah dingin padanya. Sebenarnya dia kenapa? Tiba-tiba marah tidak jelas. Gumamnya dalam hati.
Suasana makan siang mereka benar-benar tenang. Tidak ada percakapan. Leava juga sedikit takut untuk memulai percakapan, apalagi melihat wajah Devan yang sedang tidak bersahabat. Jadi, dia memilih diam saja.
"Apa hubunganmu dengan Hendi?"
Akhirnya pertanyaan yang dia pendam sejak tadi, keluar juga dari bibirnya. Devan juga masih tidak mengerti, kenapa dia kesal membayangkan ada hubungan lebih dari teman diantara Hendi dan Leava. Dia masih tidak mengerti dengan perasaannya sendiri.
Leava langsung mendongak, menatap Devan dengan sedikit canggung dan bingung. "Em, seperti yang Kak Hendi katakan. Kami dulu kuliah di Kampus yang sama. Kak Hendi itu adalah senior aku di Kampus"
Devan langsung menatap Leava dengan mata menyipit tajam. Seolah memang tidak percaya atas ucapan Leava barusan. Hal itu tentu saja membuat Leava langsung memalingkan pandangan, tidak ingin bertemu pandang dengan Devan untuk saat ini.
"Yakin hanya sebatas Senior dan Junior? Kenapa aku merasa ada hubungan berbeda diantara kalian. Seperti hubungan yang lebih dari teman?" tekan Devan.
Leava tertegun mendengar itu, dia langsung gelagapan. Padahal dia sudah berusaha untuk menyembunyikannya, tidak ingin orang lain tahu. Apalagi Devan sebagai Bosnya.
"Ahahaha.. Tuan aneh-aneh saja, mana mungkin ada hal seperti itu. Lagian Kak Hendi akan segera menikah. Tuan Devan pasti mendengar kabar itu 'kan? Jadi, mana mungkin saya ada hubungan lebih dengan Kak Hendi"
Devan terlihat masih tidak percaya atas ucapan Leava barusan. Dia masih saja menatapnya dengan lekat. "Jika kau berbohong, maka kau akan habis! Ingat! Aku paling tidak suka dibohongi"
Leava langsung terdiam, namun dia langsung mengangguk. Meski sebenarnya dia takut jika suatu saat nanti Devan akan mencari tahu yang sebenarnya.
Tapi untuk apa juga dia cari tahu tentang hubungan gue sama Kak Hendi. Emang apa urusannya sama dia.
Leava tersenyum begitu manis pada Devan, lesung pipinya langsung terlihat ketika dia tersenyum. Dan itu membuat Devan langsung memalingkan wajahnya. Dia merasakan debaran kencang di dadanya.
Sial, kenapa senyumnya manis sekali.
*
Sore hari ketika Leava pulang bekerja, dia melihat mobil terparkir di dekat halaman Kosannya. Dia melihat pintu kamar Kos adiknya terbuka, membuatnya langsung menuju kesana.
"Dika" panggilnya pelan, Leava langsung masuk dan dia melihat Beby yang ada disana. "Loh Beby ada disini juga? Ada apa?"
Beby tersenyum pada Leava. "Aku cuma lihat keadaan Dika saja, Kak. Takut kalau dia sampai belum sembuh. Apa kita perlu ke Rumah Sakit lagi? Aku lihat lukanya belum sembuh"
Leava tersenyum, dia melihat arah pandang Beby yang tertuju pada luka di lutut Dika. "Tidak perlu Beby, ini tinggal menunggu kering saja. Nanti pasti bisa dibuka perbannya kalau lukanya sudah benar-benar kering. Terima kasih ya, kamu sampai datang kesini lagi untuk jenguk Dika"
"Iya Kak, soalnya kalau aku tidak datang melihat keadaan Dika, nanti aku akan kena hukum lagi sama Kak Devan. Belum lagi dia udah potong uang jajan aku. Ah, menyebalkan sekali" keluh Beby ketika membicarakan Kakak sepupunya.
Leava hanya tersenyum saja, melihat Beby yang kesal seperti itu memang cukup menggemaskan. Ya, Tuan Devan memang sangat menyebalkan. Gue kira cuma gue aja yang mikir kayak gitu.
"Sekarang sebaiknya kamu pulang aja, gue udah gak papa. Lagian gue juga besok udah masuk kuliah lagi" ucap Dika.
"Eh, lo jangan kasar-kasar. Kasihan dia, lagian dia udah baik-baik mau jenguk lo kesini" bisik Leava di telinga adiknya.
"Gue gak minta. Lagian gue juga udah gak papa. Jadi, gak perlu di jenguk lagi" ucap Dika.
Beby menghela nafas pelan, dia mengangguk saja. Karena sekarang dia melihat Dika yang sudah lebih membaik, jadi mungkin dia juga harus cukup tenang sekarang.
"Yaudah deh, kalau gitu aku pulang dulu ya. Sampai ketemu di Kampus, Dika. Dan sampai jumpa lagi Kak Lea" ucap Beby.
Leava mengangguk, dia ikut melambaikan tangannya saat Beby juga melambaikan tangan sebagai bentuk perpisahan mereka.
"Dek, lo jangan kasar kayak gitu sama Beby. Lagian dia gadis baik kok, udah gitu manis banget lagi" tegur Lea ketika melihat adiknya yang begitu judes pada Beby.
"Ah malas Kak, dia itu cewek manja yang bergantung sama kekayaan orang tua. Dan gue malas sama orang-orang seperti itu"
Leava menghela nafas pelan, dia mengikuti adiknya yang berjalan menuju tempat tidur. "Tapi yang penting dia bukan anak orang kaya yang sombong 'kan. Gue lihat dia gadis baik kok, gak sombong sama sekali"
"Iya si, tapi gue malas aja. Dia itu gak cocok berteman sama gue, dia itu berbeda kehidupan sama gue"
Leava hanya menghela nafas pelan, bisa mengerti kenapa adiknya menjaga jarak dari orang-orang berada seperti itu. Karena dia tidak ingin terhina sampai membuat orang tuanya kebawa-bawa.
Bersambung