NovelToon NovelToon
Langit Nada Cinta

Langit Nada Cinta

Status: tamat
Genre:Tamat / Cinta setelah menikah / Hamil di luar nikah / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan Tentara / Romansa / Bad Boy
Popularitas:106.8k
Nilai: 5
Nama Author: NaraY

Jangan pernah sesumbar apapun jika akhirnya akan menelan ludah sendiri. Dia yang kau benci mati-matian akhirnya harus kau perjuangkan hingga darah penghabisan.

Dan jangan pernah meremehkan seseorang jika akhirnya dia yang akan mengisi harimu di setiap waktu.

Seperti Langit.. dia pasti akan memberikan warna mengikuti Masa dan seperti Nada.. dia akan berdenting mengikuti kata hati.
.
.
Mengandung KONFLIK, di mohon SKIP jika tidak sanggup.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

19. Pepesnya dek Dinar.

Karena terlalu gemas, Bang Ratanca pun mengulang nya kembali.

:

"Pintarnya kau, dek. Om Ran suka sekali. Dinar suka??" Tanya Bang Ratanca.

Dinar mengangguk, ini pertama kalinya dirinya terpana pesona suaminya sendiri. Dinar yang gugup sampai menggulung selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya.

"Kenapa di buntel seperti pepes sih. Om Ran suka kok pepesnya istri." Kata Bang Ranca kemudian tertawa gemas sampai kembali menggigit bibir Dinar.

...

Di lapangan tembak Batalyon, Bang Ratanca mengingat seluruh penjelasan dari dokter. Keresahan hatinya akhirnya terjawab sudah. Ada kelegaan tersendiri, bangga, juga rasa haru karena itu berarti dirinya lah yang pertama kali menjengkali Dinar.

Di temani sebatang rokok, senyumnya tersungging tipis memperlihatkan manisnya paras wajah Bang Ratanca juga tampannya sang Danton.

"Giliranmu, Ran." Kata Bang Langkit kemudian beralih duduk di samping Bang Ratanca.

Tanpa banyak bicara, Bang Ratanca menuju line tempatnya akan menembak. Tak lama Prada Slamet berlari-lari menghampiri.

"Ijin Dan, hadiahnya sudah saya berikan." Laporan Prada Slamet usai menyelesaikan tugasnya.

"Istri saya bilang apa, Sam?" Mata elang Bang Ratanca masih memicing membidik target di depan sana.

"Ijin, ibu tersenyum tipis dan bilang. Pak Danton cepat pulang, mau pepes tongkol atau tidak." Jawab Prada Slamet.

Kini senyum Bang Ratanca mengembang. Ia menurunkan senjatanya. Kemudian kembali membidik papan target.

dooorrr..

"Tepat di tengah, Danton..!!!!" Teriak Prada Dhito.

Pipi Bang Ratanca berubah memerah. Ia sampai mengusap wajahnya mengingat kejadian semalam.

"Saya pulangg dulu ya..!! Istri nggak enak badan." Pamit Bang Ratanca.

Prada Slamet ternganga, pasalnya pagi ini dirinya tidak melihat ada yang mengkhawatirkan dari ibu Dantonnya.

"Nggak jadi latihan, Ran?" Tanya Bang Langkit.

"Nggak usah lah, bojoku rewel. Sabtu begini wayah libur nyenengin istri malah di suruh latihan. Kita sudah keseringan latihan, broo..!!!! Lagian kamu nggak mau temani Nada???? Kasihan tuh mamanya debay minta di manja." Kata Bang Ratanca mengingatkan.

"Besok aku akad, kata Ayah nggak boleh ketemu dulu. Ya sudah, mau bagaimana lagi. Lebih pusing lagi.. keluargaku juga nggak bisa datang." Bang Langkit mengusap wajahnya penuh rasa cemas.

"Kenapa?"

"Kau tau sendiri, aku mau di jodohkan. Tapi aku nggak suka sama Viana." Jawab Bang Langkit.

"Kau pikir aku tidak begitu, aku tidak peduli apa yang keluargaku lakukan. Hidupku adalah keputusanku dan Dinar adalah pilihan hatiku, sekarang istriku dan ibu dari anak-anakku. Jungkir balik mereka ngotot, kalau sudah kutegaskan sekali, maka aku tidak akan mengulangnya kedua kali. Menyentuh Dinar sama saja dengan menginjak harga diriku."

Bang Langkit menatap wajah sahabatnya, andai saja dirinya bisa setegas ini dengan keluarganya, mungkin tidak akan ada pertengkaran dan perpecahan di antara keluarga mereka.

"Apa Dinar tau keadaan keluargamu?" Tanya Bang Langkit.

"Dinar belum, aku masih mencari waktu yang tepat untuk bicara dari hati ke hati. Tapi Ayah dan yang lainnya sudah mengerti dan paham kondisiku, semua dengan catatan. Tidak akan membuat Dinar 'sakit di kemudian hari'."

:

Dinar cemberut saat Bang Ratanca membuka pintu kamarnya. Bang Ratanca paham, sang istri cemberut karena dirinya terlambat pulang.

"Jangan marah donk, sayang. Tadi masih latihan, nggak enak sama yang lain." Alasan Bang Ratanca padahal dirinya tadi ikut menenangkan sahabatnya yang sedang di landa kegalauan.

"Mana pepesnya, Om Ran mau nyolek donk..!!" Bujuknya.

"Telat, Dinar sudah malas." Dinar memalingkan tubuhnya menghadap dinding.

"Masa???? Benar nih nggak mau Om Ran nyolek pepesnya??? Nggak kangen sama Om Ran??? Om Ran balik kerja lagi nih." Ancam Bang Ratanca sembari menggoda.

Dinar semakin cemberut di buatnya. Tak ada jawaban dari bibir mungilnya yang berwarna pink muda.

"Ya sudah deh, Om Ran berangkat lagi..!!" Bang Ratanca berbalik badan, belum saja menyentuh gagang pintu, Dinar sudah melemparnya dengan bantal.

"Kerja terus, jangan ada di rumah..!! Setiap hari hanya tau kerja, pulang sampai malam, hanya Om Sammy yang wira wiri antar ini dan itu. Dinar ini istrinya siapa?? Apa semua barang yang Om Ran berikan bisa menggantikan sosok seorang suami??" Omel Dinar.

Senyum Bang Ratanca mengembang. Bukannya marah, Bang Ratanca malah senang mendengar omelan sang istri. Itu semua sudah menunjukan bahwa istri kecilnya sudah membutuhkan dirinya dan juga hadirnya.

"Ooohh.. sekarang nggak nunggu Om Langkit lagi?" Ucap Bang Ratanca dengan sengaja.

Dinar semakin melirik kesal, matanya sampai berkaca-kaca. Ada sentilan rasa sakit hati yang sulit di uraikan. Entah sesal bagaimana lagi yang membuatnya sesakit ini.

"Om Ran pikir, Dinar wanita seperti apa sampai harus menunggu suami orang???? Kalau Om Ran ingin perempuan yang masih mengejar suami orang, bukan Dinar orangnya." Dinar beranjak dari tidurnya lalu mengambil seluruh pakaiannya di dalam lemari.

Tangis Dinar tumpah ruah sampai terisak-isak. Ia sama sekali tidak menyangka laki-laki seperti Bang Ratanca bisa menyakiti hatinya sampai seperti itu.

Bang Ratanca menatap istri kecilnya yang sedang marah karena ucapannya, bukan tanpa alasan dirinya mengucapkan kata menyakitkan.

"Awas..!!" Dinar menepis bahu Bang Ratanca agar menyingkir darinya tapi tetap saja, seluruh kekuatannya tak mampu menggeser tubuh pria gagah dengan tinggi badan seratus delapan puluh tiga sentimeter itu sedangkan diri yang hanya memiliki tinggi badan seratus enam puluh sekian hanya bagai pasak bersanding dengan tiang listrik.

"Mau kemana??"

"Untuk apa tanya??? Dinar nggak akan bilang kalau Dinar mau pulang ke rumah Ayah." Jawab Dinar kesal.

"Disini saja sama Om Ran..!! Om Ran tambahin duit jajan." Bujuk Bang Ratanca.

"Dinar bukan perempuan mata duitan ya, Om..!!"

Bang Ratanca mengeluarkan lembar uang dari sakunya. Ia sengaja menggelar uang sejumlah satu juta rupiah di hadapan Dinar.

"Mau nggak??" Tanya Bang Ratanca.

Dinar menyambar uang tersebut lalu duduk di atas tempat tidur sambil menghitung uang di tangannya. "Jangan suka paksa Dinar, Dinar nggak suka di paksa."

Bang Ratanca menyimpan senyumnya, mungkin inilah yang sering orang bilang bahwa wanita akan lemah dengan dua benda di dunia ini, uang dan gemerlap perhiasan.

"Nggak, Dinar nggak bisa di bujuk." Dinar mengembalikan selembar uang seratus ribu rupiah dan memasukan sembilan ratus ribu rupiah ke dalam sakunya kemudian berdiri dan menarik tas jinjingnya.

Langkah Bang Ratanca menghadang istri kecilnya lalu segera mendekapnya. "Pagi siang sore malam, Om Ran kerja keras untuk siapa??? Untuk Dinar seorang. Lelah lapar haus sering di tunda, demi siapa??? Demi Dinar juga. Suamimu ini tidak ada urat orang kaya, gembel sejati yang berharap hidup sedikit layak. Om Ran sanggup tidur di jalanan, makan nasi dengan garam tapi Om Ran tidak sanggup melihat istri tidak bahagia hidup bersama Om Ran. Maafkan Om Ran yang sering mengabaikan kesendirianmu, bukannya Om Ran sengaja berbuat seperti itu. Sekali lagi, semuanya untukmu dan untuk anak-anak kita nanti."

Dinar masih menepis tangan Bang Ratanca, kini ia menepisnya tidak sekuat tadi. Sikapnya kali ini hanya khas seorang wanita yang sedang merajuk manja.

"Dengarkan Om Ran baik-baik. Jangankan untuk membiarkanmu menunggu Langkit, membiarkanmu memikirkan Langkit saja, Om Ran tidak pernah ikhlas. Suami mana yang sanggup membiarkan istrinya memperhatikan laki-laki lain." Kata Bang Ratanca. "Dinar sendiri, apakah sanggup melihat Om Ran dekat dengan wanita lain????"

Tangan Dinar meremas kuat kaos model tactical milik suaminya. Perasaannya mendadak gelisah tak karuan.

"Bagaimana kalau ternyata Dinar masih menunggunya?"

Tak banyak bicara, Bang Ratanca mengangkat Dinar lalu mendudukkan istri kecilnya itu di atas lemari partikel kecil setinggi satu meter. Ia tau istrinya tidak akan berani melompat karena bahan lemari tersebut tidak sekuat lemari kayu pada umumnya. Sekali Dinar bergerak, lemari tersebut bisa patah dan roboh.

Bang Ratanca pun berkacak pinggang menatap wajah ketakutan Dinar.

"Om Raann..!!!! Toloongg..!!"

"Coba kau ulang, masih berani bermain hati dengan laki-laki lain????? Minta di apakan kau ini???? Om Ran blong kan rem, selesai kau dek..!!" Ancam Bang Ratanca gemas.

"Tadi kan Om Ran pulang mau nyolek pepes, jadi atau tidak????" Ucap Dinar yang sudah ketakutan.

"Aaahh.. kau ini. Kalau sudah kepepet baru nawarin pepes. Kenapa tadi malah ingat laki orang." Omel Bang Ratanca.

"Om Ran yang mulai, bukan Dinar. Tadi Dinar benar-benar mau nawarin pepes."

Bang Ratanca jadi terdiam. Memang dirinya pun juga salah meskipun sebenarnya tujuannya bukan untuk memancing keributan. Ia pun segera menurunkan Dinar dari atas lemari dan langsung menyerusuk ke sela lehernya. Naluri pemburunya sudah tidak tertahan lagi. Nafasnya sudah berat terengah. Tangannya sudah nakal mencari sumber kebahagiaan.

"Om Ran mau apa??"

"Katamu nyoba pepes??? Bagaimana kau ini." Protes Bang Ratanca.

"Tapi Dinar beneran masak pepes. Ada di dapur."

"Ya Allah Ya Rabb..!!! Lailaha illallah, Allahu Akbar..!!!!" Bang Ratanca mengacak-acak rambutnya. Dirinya menyangka Dinar paham maksud hatinya tapi apalah daya kepolosan Dinar sungguh menyiksa. "Nangis-nangis kau dek, Om Ran angkat lagi kau ke atas lemari." ucapnya geram. "Sakit kepala Om Ran gara-gara pepesnya dek Dinar."

Dinar tak menyangka, ia kaget saat Bang Ratanca menerkamnya bagai singa kelaparan.

.

.

.

.

1
Erna Wati
lah jgn sampai si.Slamet nyalahkan ortunya knp ksh nama Slamet
Erna Wati
lah salam si Ranca dah wassalam dluan,aha ha
Novi Jahan
Luar biasa
Cut oka Elfina
.
NauraHaikal
ceritanya selalu bagus sangat suka dg karya2 author
Yayuk Bunda Idza
jadi penasaran kak Nara jarak usia Nada dan Dinar, trus Erlangga anak keberapa?
Yayuk Bunda Idza
ini yang q maksud, walau sudah bisa menyimpulkan, tapi tetap menyesakkan hati saat baca😭😭
Yayuk Bunda Idza
berjuang untuk cinta om Ran
Denis blora
kak Nara ♥️♥️♥️♥️♥️
putri
manteeeep
putri
🥰🥰🥰🥰🥰🥰👍👍👍👍
Mika Saja
perasaan bang RAN amburadul,,sy jg ikut merasakan amburadul nya,,,,entah bgaimn menata hati yg SDH dikoyak2 sprti ini Krn memng blm siap menghadapi cobaan ini,,,sabar Bang RAN,pasti ada jln nya ya
Setyaningsih
siap membaca semua karya kak Nara
NaraY_Kamanatha: Waaahh.. Alhamdulillah masih ada yang mau komentar. Terima kasih ya kak🥰🙏.

Padahal besok rencana gk up karena bab ini gk ada komennya😁
total 1 replies
Niken Ayu Wulandari
karya Nara tidak pernah gagal dr awal g pernah ketinggalan sukses terus
Denis blora
😭😭😭 Dinar
Maysuri
jngan siksa dr q unk mengeluarkan air mata lg thor.....sedih banget 😭😭😭
Sri Wahyuni Abuzar
tisuuuuu...tolooong tisuuuu aqu habis sudah tak bersisa...tapi air mata ku masih ngalir deres ini 😭😭😭😭😭😭😭
putri
🥲🥲🥲🥲🥲
Nining Dwi Astuti
😭😭😭😭
Mika Saja
mba Nara nyesek bener ya....... ternyta begini ceritanya mengapa bang RAN jd berubah sprti bitu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!