NovelToon NovelToon
Jangan Tutup Matamu

Jangan Tutup Matamu

Status: tamat
Genre:Horor / Tamat / Hantu / Roh Supernatural
Popularitas:5.2k
Nilai: 5
Nama Author: neulps

Rasa seminggu padahal cuma semalam. Itulah yang dirasakan dua pelajar SMA Jakarta, Ara dan Danis, setelah tertinggal bis saat pulang tour dari Magelang. Pasalnya, mereka berdua tersesat di sebuah perkampungan kaki gunung yang bikin kuduk meremang.

"Mau... saya... antar... pulang?"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon neulps, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Masjid

“Ana apa jerit-jerit, Cah Ayu, Cah Bagus?” tanya seorang bapak berkalung sajadah yang langsung nyamperin Danis sama Ara. Beberapa orang sama anak-anak ikutan juga.

Meski lega ketemu banyak orang, tangan kanan Ara gak lepasin pegangannya dari lengan Danis. Sedangkan sepeda yang mereka pake kabur kejar-kejaran sama hantu diminta seorang bapak yang lain buat diparkirin.

“Pak, kami dikejar makhluk halus di sana!” Danis udah gak pake basa-basi lagi karena gak ngerti Bahasa Jawa. Bener-bener udah gak kuat fisik sama hati jadi to the point aja.

“Astaghfirullah hal 'adzim!” Semua orang yang di situ ngucap barengan.

“Anu... Kami tidak terlalu paham Bahasa Jawa. Kami dari Jakarta dan sekarang tersesat karena tertinggal bis wisata,” imbuh Ara.

“Ya Allah!” Si bapak keliatan kasian sama Danis sama Ara. “Jadi kalian sedang mengalami kejadian ndak mengenakkan?”

Ara sama Danis ngangguk-angguk. “Boleh kami singgah si masjid?”

“Boleh! Monggo, monggo!” jawab si bapak. Dari pembawaannya sih kayaknya tokoh agama di permukiman itu.

Semua orang nganter Ara sama Danis menuju masjid yang keliatan dari sana. Tempatnya agak nanjak. Trus kudu naik tangga dari jalan utama. Anak-anak kecil yang pake seragam hitam putih pada kepo liatin Danis sama Ara. Dua remaja itu cuma bisa senyum kaku ke mereka.

Danis bantuin Ara naik ke masjid. Mereka berdua langsung lunglai pas bener-bener udah nginjekin kaki di serambi yang lantainya dingin. Lega banget sampe pengen nangis.

“Alhamdulillah,” gumam Danis.

Ara sama Danis duduk sila deketan. Si bapak sajadah duduk bareng mereka. Sedangkan warga yang lain cuma berdiri di pekarangan. Mereka semua keliatan penasaran.

“Bisa ceritakan kronologi sampai kalian seperti ini?” tanya si bapak. “Oh, pertama kenalkan, nama saya Ali. Alhamdulillah biasa mengimami jamaah di masjid ini.”

Danis sama Ara gantian jabat tangan Pak Ali.

“Saya Danis. Teman saya ini Ara. Kami pelajar SMA dari Jakarta.”

“Yang kalian bilang ketinggalan bis wisata tadi, kan?” tanya seorang ibu bergamis hitam. Di tangannya bawa nampan isi dua gelas teh yang ngepulin asap. Danis sama Ara auto nelen ludah, kesengsem sama kehangatan yang bakal ngalirin dada mereka yang kering dan dingin.

“Betul, Bu. Kami tertinggal di sebuah SPBU. Lalu tersesat saat mencari bantuan,” terang Ara sambil nerima sodoran gelas dari si ibu.

“Panggil aja saya Bu Mifta. Sekarang kalian minum itu teh angetnya. InsyaAllah bisa sedikit ngurangin tegang kalian.”

“Terima kasih, Bu,” kata Danis sama Ara.

Ara narik lengan sweater Danis. Danis ngelirik. Dia ngangguk sebagai isyarat buat Ara minum tehnya. Takut sih, tapi mau gimana lagi? Terdesak banget karena leher seret dipake jejeritan dari tadi. Akhirnya Danis minum duluan biar Ara mau ngikutin.

“Enak,” gumam Ara tanpa sadar. Anget, wangi, seger, manisnya pas. Ara berusaha nahan nangis saking lega dari frustrasinya.

“Alhamdulillah kalau enak,” kata Pak Ali.

“Ngomong-ngomong soal SPBU, apa di sekitar sini emang ada, Bu?” tanya Pak Ali ke Bu Mifta. Perempuan itu ngernyit trus kepalanya geleng-geleng. “SPBU paling deket dari sini yang sebelah pasar, Pak.”

Ara langsung remes lengan sweater Danis. Danis noleh, mereka saling melotot. “Ka—kalau SPBU dekat pasar sih kami tahu, Pak, Bu. Tapi yang kami singgahi sebelum ditinggal bis itu SPBU kecil di area persawahan,” terang Ara.

Karena orang-orang di situ pada ribut kekeuh bilang gak ada SPBU yang Ara maksud, Danis pun mulai mengisahkan petualangan horor mereka berdua. Semuanya. Runtut dari awal sampe mereka bisa ketemu Pak Ali dan warga.

“Astaghfirullah, Pak, kita pernah ketemu orang-orang yang ngalamin masalah ini juga kan dulu? Waktu kita baru nikah itu?” kata Bu Mifta.

“Oiya! Yang dua mantri hutan baru dari kecamatan,” celetuk seorang mas-mas. “Tapi itu udah kejadian lama. Waktu aku masih kecil.”

“Betul...” Pak Ali tampak lagi nginget-inget. Trus dia juga nyeritain perihal kejadian horor dua mantri hutan itu ke Danis sama Ara. Bedanya, dua korban sebelumnya itu gak sampe ketemu pocong julid sama kunti genit.

“Kalian tersesat di dimensi lain. Bertemu warga yang sebenarnya sudah ndak ada. Sama sesuatu yang di sungai itu kalo ndak salah adalah penunggunya.”

Merinding sebadan. Ara sama Danis saling pegangan tangan. “Berarti... kami bertemu orang-orang yang sudah mati meskipun rasanya seperti berinteraksi dengan orang hidup...” gumam Ara.

“Wallahu A’lam,” timpal Bu Mifta. “Menurut kami, setelah ketemu sama dua mantri hutan itu, kami menyimpulkan kalau sebenernya kalian ditarik, diuji, lalu diusir kasar oleh makhluk yang ada di sungai.”

“Pantes!” pekik Ara yang langsung bekep mulutnya. Dia bisikin Danis, “Pantesan kita kayak gak ada harapan bakal tetep idup pas ketemu itu makhluk.”

“Iya. Energinya terlalu luar biasa,” saut Danis. “Alhamdulillah banget kita gak dimangsa ya, Ra.”

Ara ngangguk sambil matanya berkaca-kaca.

Pak Ali senyum teduh liat dua anak muda itu. “Syukur alhamdulillah kalian kelihatan kuat. Beda sama dua mantri hutan itu. Mereka lebih kacau lagi daripada kondisi kalian ini. Mereka bahkan saling pukul karena dikuasai amarah.”

“Kok bisa, Pak?” tanya Ara.

“Mungkin karena selama perjalanan mistis itu mereka sering beda pendapat, saya juga ndak paham. Yang jelas mereka cuma mampir ke masjid ini sebentar trus minta diantar ke jalan raya.”

Ara natap Danis dengan penuh antusias. “Berarti Pak Ali bisa antar kami juga?”

“Tentu!” jawab Pak Ali secepetnya.

“Tapi, Pak. Kalau boleh tahu, kenapa kami bisa mengalami kejadian aneh ini, ya?” Danis gak tahan pengen tau alesan mereka kejebak di dimensi lain.

“Mungkin... waktu melewati portal gaib di jalan, hati kalian sedang menyimpan dendam?” sangka seorang mbak berjilbab biru.

Ara sama Danis saling pandang. Alasan itu cukup masuk akal.

“Daerah sini cukup kental aura mistisnya. Siapa pun ndak boleh sembarangan bertindak, berbicara, bahkan untuk berpikir saja harus hati-hati, lho!” timpal Bu Mifta, “harus usahain yang baik-baik pokoknya.”

Ara sama Danis hela napas panjang. Mereka nunduk. Ngerasa yakin apa yang jadi penyebab kejadian ngeri yang mereka alami itu emang karena penyakit hati. Seolah pikiran mereka terhubung. Makanya dikerjain hantunya berdua aja.

“Maaf ya, Nis. Gue... tadi sempet mikirin cara buat ngerjain lo emang. Gue... negatif banget lah pokoknya pikiran gue selama perjalanan.”

Danis nepuk-nepuk punggung tangan Ara yang digenggamnya. “Sama. Gue juga minta maaf ya, Ra.”

Ara ngangguk sambil ngusap pipinya yang basah. “Pokoknya kita beneran baikan, ya! Kita jangan musuhan lagi, ya!”

“Iya.”

Pak Ali senyum ramah. “Alhamdulillah. Memang seharusnya jangan ada pertengkaran antara sesama. Apalagi kalian berdua kan teman sekolah.”

“Kalau begitu, tolong antar kami ke—” Danis ngegantung kalimatnya. “Ke mana ya, Ra?”

“Hah? Ya ke SPBU—” Ara langsung nyadar orang-orang itu kan tadi bilang kalo SPBU itu sebenernya gak ada. Ara langsung gemeteran.

“Kalian tenang saja. Nanti saya antar ke tepi jalan raya. InsyaAllah kalian bisa dapat bantuan di sana.” Pak Ali coba nenangin Danis sama Ara.

“Beneran ya Pak Ali tolong mengantar dan menemani kami?” tanya Danis. Dia jiper kalo keinget hantu wanita putih. Pelan dia lirik sepeda hantu itu yang diparkir di pekarangan. “ASTAGHFIRULLAH!!” jerit Danis.

“Kenapa, Nis?” tanya Ara. Dia panik liat muka Danis pucet lagi. Dia ngarahin pandangan ke tempat yang Danis liat barusan. “Allahu Akbaaarrr!!” Ara langsung nyembunyiin wajah di belakang lengan Danis. Keduanya mundur-mundur sampe mepet tembok serambi.

Pak Ali sama Bu Mifta saling tatap. Semua orang juga keliatan keheranan. “Mbak cantik sama Mas ganteng kenapa ketakutan gitu?” tanya seorang bocil.

“H—han—hantu!” tunjuk Danis ke pekarangan. Hantu wanita serba putih sampe semukanya beneran lagi berdiri di deket sepeda.

“Owalah... Bu Nyai, tho?” celetuk Pak Ali.

Ara sama Danis langsung saling lirik. Perasaan mereka gak enak.

1
Lyvia
bagus bget bikin campur aduh n tegang meski ada lucunya
n e u l: terima kasih sudah mampir baca & kasih ⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️
total 1 replies
Lyvia
suwun thor u/ ceritanya, dtunggu cerita2 lainnya
n e u l: sama-sama 🙏
sampai jumpa 😁
total 1 replies
Yulia Lia
tapi kapan mereka keluar perasaan gak ada tidur2 nya mereka
n e u l: kan "Jangan Tutup Matamu" 🤣🤣🤣
keluar kok mereka, di end bab
total 1 replies
Agung miska Nartim
lanjut thor
n e u l: sudah tamat kak 😂
total 1 replies
tariii
bagusss..
n e u l: terima kasih ⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️-nya 🙏😁
total 1 replies
tariii
bahasanya berasa kaya lagi baca buku Lupus zaman dulu.. 😂😂
n e u l: iya kah? 😂
total 1 replies
tariii
kok lucu ya.. 🤣🤣🤣
Ali B.U
semoga sehat selalu Thor, dan ku tunggu karya selanjutnya
n e u l: aamiin 🤲 maturnuwun, pak Ali semoga sehat & sukses
total 1 replies
Ali B.U
next
Ali B.U
waw,! dedengkot Wilangan
n e u l: dia ada di mana-mana /Smirk/
total 1 replies
Ali B.U
next
Ali B.U
loh kok
n e u l: /Pray//Joyful/
total 1 replies
Ali B.U
dapat bantuan kah.?

lanjut kak
Ali B.U
next.
Ali B.U
next
Lyvia
😃😃😃 apes bner hidup mereka
Lyvia
lagi thor, suwun u/ upnya
Ali B.U
next
Lyvia
😂😂😂😂😂 ikut capek thor
Ali B.U
next.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!