Nadiva, biasa di panggil Diva adalah gadis manis berusia dua puluh satu tahun yang saat ini masih menjadi mahasiswi semester enam sebuah universitas kesehatan di kota nya.
Kehidupan aman tentram Diva berubah menjadi lebih berwarna setelah memiliki tetangga seorang duda yang di tinggal meninggal istri nya saat melahirkan anak nya. Duda berusia tiga puluh tiga tahun itu bernama Randika Immanuel, memiliki seorang anak perempuan berusia enam tahun yang bernama Cinta.
Sejak awal bertemu Diva, Cinta sudah menyematkan kata Bunda sebagai panggilan kesayangan Cinta buat Diva.
Bagaimana kah kisah Diva dalam menghadapi aneka ulah Cinta yang selalu menginginkan Diva menjadi Ibu nya, sementara Diva sendiri tidak menyukai Ayah Cinta yang terkesan bersikap arogan?.
"Ayah hitung sampai tiga. Kalau ndak mau bangun Ayah gendong kaya karung beras nih!" Ancam Dika yang tak jua di tanggapi oleh Cinta. Hingga ....
"Cinta Oh Cinta ..."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Choco 33, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19. Hukuman
Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, namun baik Cinta maupun Diva masih belum juga keluar kamar.
Cinta sempat mengambil camilan juga susu yang Dika siapakan, namun kembali lagi ke kamar setelah mengucapkan kata "Maaf Ayah, Bunda jadi marah karena ucapan Cinta". Dika hanya mengulas senyuman sambil mengusap lembut pucuk kepala Cinta, lalu berucap "Nggak apa-apa Sayang, nanti Ayah minta maaf ke Bunda". Cinta hanya mengangguk pelan, sebelum akhirnya kembali ke kamar dengan membawa nampan berisikan susu dan camilan.
Hingga akhirnya Dika pun memutuskan untuk masuk ke kamar nya dan merebahkan diri di atas pembaringan kamar nya.
"Nasib nasib. Harus nya tidur bareng malah jadi tidur sendiri" Gumam nya seraya meletakkan tangan kanan nya menutupi kedua mata nya, hingga akhir nya Dika pun tertidur lelap dan tak menyadari kedatangan Diva yang masuk kedalam kamar nya.
"Ck bukan nya minta maaf malah diem terus langsung tidur!". Gerutu Diva yang keluar kembali dari kamar Dika setelah mengambil pakaian tidur nya.
Pagi menjelang, jam sudah menunjukkan pukul lima pagi, Dika pun kesiangan bangun karena kebablasan tidur nya, membuat nya menjalankan sholat di rumah.
Selepas sholat Dika menuju kamar Cinta untuk memeriksa dua kesayangan.
Ceklek
Sengaja Dika membuka pintu kamar Cinta dengan pelan-pelan hingga membuat dua orang gadis yang tengah mengaji itu tak menyadari kedatangan.
Tampak Diva tengah menuntun mengajari Cinta melafaz kan dengan benar untaian ayat suci, membuat Dika pun tersenyum haru.
"Ayah" Dika tersentak saat Cinta memanggil nya, senyuman kecil diberikan Dika kepada Cinta, namun senyuman itu menjadi senyuman miris saat Diva memalingkan wajah nya ketika bertatapan dengan Dika.
Dika menghampiri Cinta mengusap lembut pucuk kepala Cinta setelah gadis kecil itu mencium punggung tangan kanan nya.
"Cinta nggak bangun siang lagi, terus di ajari ngaji sama Bunda". Ucap Cinta senang dalam gendongan Dika, sementara Diva masih terdiam sambil melipat mukena milik nya dan Cinta.
"Cinta, bisa keluar kamar dulu?. Ayah mau bicara sama Bunda". Cinta mengangguk pelan lalu turun dari gendongan Dika.
"Bunda, Cinta keluar kamar duluan ya". Diva mengulas senyuman seraya mengusap lembut pucuk kepala Cinta, setelah mendapat anggukan Diva, gadis kecil itu pun keluar kamar nya lalu menutup pintu kamar nya sebelum berucap "Semangat Ayah. Maaf ya, gara-gara ucapan Cinta semalam Bunda masih marah sama Ayah", yang hanya di angguki Dika dan senyuman kecil kepada Cinta.
Hening ... Kamar Cinta seketika itu juga hening, Dika menatap Diva yang tengah merapikan tempat tidur Cinta.
"Bismillah" Gumam Dika lalu beranjak menghampiri Diva.
"Eh".
Diva tersentak mana kala tubuh mungil nya tiba-tiba saja di peluk oleh Dika dari belakang.
"Maaf, Sayang". Bisik Dika lembut yang hanya di balas Diva dengan helaan nafas pelan juga gerakan berusaha lepas dari pelukan Dika.
"Mas memang pernah mengucapkan apa yang Cinta ucapkan itu, tapi itu dulu saat pertama kali Mas bertemu Kamu. Saat itu Mas belum mempunyai perasaan apapun sama Kamu, tapi setelah lama mengenal Kamu, Mas pun diam-diam menyukai Kamu".
Diva terdiam dari gerakan nya saat Dika berucap.
"Maaf, kalau dulu Mas sempat menganggap Kamu sama seperti wanita lain, yang mengharapkan Mas dan sengaja mendekati Cinta. Namun melihat Cinta yang nyaman bersama Kamu juga melihat panik nya Kamu saat Cinta demam membuat Mas berubah pikiran, terlebih ketika Kamu memarahi Mas karena ulah keluarga Almarhumah Shanum yang menganggu Ayah juga Kamu,sejak saat itu Mas menyukai Kamu yang tanpa sungkan memarahi Mas".
Lanjut Dika berucap kali ini Pria yang masih mengenakan baju koko dan sarung juga kopiah itu merebakan kening nya di pundak kanan Diva.
"Perasaan suka Mas berubah kepada Kamu menjadi cinta saat melihat dengan mata kepala sendiri betapa panik nya Kamu, saat Cinta demam. Lalu perasaan cinta itu menjadi perasaan yang takut kehilangan kalau Mas tidak mengambil langkah cepat dengan mengikat Kamu dalam hubungan halal, saat Cinta di sekap oleh Keluarga Almarhumah Shanum".
Pelukan Dika semakin erat, hingga membuat Diva pun menjadi berdebar, apalagi setelah Dika menyelesaikan ucapan panjang nya yang bisa di katakan cukup romantis bagi seorang Diva.
Diva menarik nafas pelan, lalu membalikkan tubuh nya dengan tangan Dika yang masih melingkar pada pinggang nya.
Tubuh Diva yang hanya sebatas bahu Dika, membuat Diva harus mendongakkan kepala nya hanya untuk melihat kepada Dika yang tengah menatap nya dengan sorot mata penyesalan namun penuh cinta.
"Pagi-pagi kok malah udah kenyang makan gombalan sih!". Dika tersenyum kecil mendengar ucapan Diva, menarik tubuh mungil itu semakin mendekat dan tak berjarak.
Diva mengumpat kesal dalam hati nya kala melihat Dika yang ketampanan nya semakin menjadi kala menggunakan setelan baju koko.
"Salting lho dengar Mas ngegombal kaya gini!". Usapan lembut Diva di pipi kanan Dika membuat Dika pun memejamkan mata menikmati usapan lembut Diva, hingga_
"Auh, sakit Yang. Masa di cubit!". Rengekan Dika terucap saat Diva mengubah usapan lembut nya itu menjadi cubitan kecil di pipi Dika.
"Hukuman karena menganggap Aku kecil seperti Cinta!". Ucap Diva seraya mengerucutkan biebier nya, membuat Dika yang gemas pun mengangkat tubuh mungkin Diva dan menggendong nya ala koala.
"Eeh, Mas ish!" Diva refleks melingkarkan kedua kaki nya pinggang Dika dan merangkul Dika dengan kedua lengan hingga wajah kedua nya kini saling berhadapan.
"Ternyata kalau tubuh kecil itu lebih enak buat gendong kaya gini!". Ucap Dika lembut seraya menyatukan kening nya dengan kening Diva.
"Berarti sebelum nya pernah ada yang Kamu gendong?". Tanya Diva sinis yang dibalas Dika dengan tawa kecil nya.
"Sayang nya cuma aja yang Mas gendong kaya gini, karena Cinta lebih senang di gendong di pundak". Wajah Diva pun merona mendengar gombalan Dika, apalagi saat melihat wajah Dika yang sangat dekat dengan wajah nya, hingga membuat gadis cantik itu merasakan debaran jantung yang semakin menggila.
Harum lembut yang menguar dari tubuh Diva, sungguh membuat naluri lelaki Dika pun keluar. Dengan berjalan pelan, Dika mendekatkan tubuh Diva kebelakang pintu kamar Cinta.
Masih dalam gendongan koala Dika, kedua nya saling bertatapan penuh damba.
Dika pun mendekati wajah nya kepada wajah Diva, semakin dekat hingga Dika pun mulai mengambil langkah awal dengan mengec0p singkat biebier Diva, membuat gadis mungil itu terkejut dan kedua pipi nya pun langsung merona.
"Manis". Bisik Dika lembut, Diva yang malu pun meletakkan kepala nya di ceruk leher Dika lalu dengan iseng Diva menghis0p ceruk leher dan mengigit kecil leher Dika, membuat Dika mengerang tertahan seiring terdengar suara Cinta yang menggedor pintu kamar nya.
"Ayah Bunda. Buruan Cinta mau mandi mau berangkat sekolah!".
Diva melepaskan hisopan nya di ceruk leher Dika hingga meninggalkan tanda berwarna merah keunguan lengkap dengan bekas gigitan kecil yang sempat Diva buat.
"Hukuman karena sudah mencuri cioman pertama Aku!". Dika mengerang frustasi karena hukuman Diva sungguh membuat bangkit naluriah kelelakian nya, namun teriakan juga gendoran yang Cinta berikan di depan kamar membuat pria itu pun terpaksa menahan hasrotnya menerkam Diva, yang masih berada dalam gendongan.
"Mas akan balas hukuman Kamu nanti malam!" Ancaman Dika justru di balas santai Diva dengan berbisik "Maaf Mas ku, sedang di palang. Sabar ya sampai minggu depan!".
"Akh...."