NovelToon NovelToon
Shortcoming

Shortcoming

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Balas Dendam / rumahhantu / Akademi Sihir / Persahabatan / Romansa
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Kravei

Istana dan dunia istimewa. Semuanya immortal, kuat dan ajaib, tapi dunia itu hanya ada di dalam mimpi. Itu yang Layla yakini sedari awal mimpi buruk menghantuinya.

Di mimpi itu, dia mengenal Atoryn Taevirian, pemuda yang tengah patah hati dan mulai kehilangan akal sehat. Dia membenci ayahnya yang telah membunuh perempuan yang dia cintai. Dia membenci semua orang yang tidak ada kaitan dengan kematian Adrieth bahkan Layla yang hanya bisa melihatnya dari kejauhan.

Atoryn menakuti dan menyakiti semua orang dengan tuntutan sang ayah harus mengembalikan Adrieth, sementara Layla berusaha mencari cara untuk melenyapkan mimpi buruk.

Alih-alih berhasil, hidup Layla malah menjadi semakin horor. Suatu hari dia ditarik memasuki dunia itu dan bertemu Atoryn. Layla berdiri tepat di depannya, gemetar ketakutan dibuat kebencian Atoryn yang membara.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kravei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Yang Harus Dilakukan

"Aku bisa melakukannya." Pertanyaan Adrieth menghadirkan senyuman yang mengambang indah di wajah Layla. Sayangnya kebahagiaan itu tidak bertahan lama. "Tapi akan sangat menyakitkan, Layla. Jauh jauh lebih menyakitkan daripada mati ditikam. Kau tidak bisa membayangkan rasa sakitnya, itu sangat-sangat menyakitkan."

Kalimat penuh penekanan dan keseriusan membuat Layla merinding seketika, dia mengelus tengkuk yang terasa dingin. "Kau tidak harus menakuti aku seperti itu," cicitnya gelisah.

Adrieth tersenyum geli sesaat sebelum memasang ekpresi serius kembali. "Ada cara yang tidak akan menyakitimu, hanya aku tidak berpikir kau bisa melakukannya semudah cara pertama."

Setidaknya sekarang Layla punya harapan, bukan ketakutan. Dia bertanya, "cara apa itu?"

"Kau bisa menggunakan tubuhku sendiri sebagai wadah. Kau harus menikam tubuhku menggunakan pedang yang aku beri ke Atoryn, tapi seperti kataku, kau tahu itu akan sulit karena ada dua kemungkinan, satu, kau berhasil tapi Atoryn mengira kau membunuhku. Dua kau gagal, dan Atoryn akan tahu soal keberadaanku dan kau tahu apa yang akan terjadi seterusnya."

Seketika sirna harapan kecil Layla, berpikir bahwa menghindari pertamuan di antara mayat Adrieth dan Atoryn adalah pilihan yang tidak bisa diganggu gugat. "Tunggu! Maksudmu jika aku pilih pilihan pertama, aku harus menusuk diriku sendiri? Lagi?!" Adrieth mengangguk, membuat punggung Layla mencair seketika.

"Tapi ini bukan hanya soal menikam dirimu sendiri. Kau harus tetap bernafas dan hidup di saat pedang itu menikammu. Aku akan menyerap semua kekuatan yang tersisa dari pedang itu dan dikala itu kau akan merasakan sakit yang luar biasa menggerikan. Tubuhmu akan terasa seperti terbakar dan sakitnya memburuk sampai dengan aku menghilang. Pikirkan, Layla ...”

Adrieth mengambil satu langkah mendekat guna menatap secara intens. Dia tidak terlihat seperti memohon agar Layla tidak berubah pikiran tapi malah sebaliknya. Sorot matanya seolah menginginkan Layla untuk tidak memaksanya untuk menyakitinya lebih jauh lagi. "Rasanya sangat menyakitkan seolah-olah kau dibakar hidup-hidup."

Membayangkan saja sudah membuat Layla merinding dan kesakitan, tapi Layla tidak bisa mundur. Tidak setelah dia menemukan cara untuk membalas perbuatan keji Atoryn. Layla menghela nafas frustasi, memantapkan diri untuk mencoba peluang apa pun itu yang tersedia. Dia telah membulatkan niatnya. "Aku bisa merasakan amarah Atoryn dari sini setelah memperlakukan dia bak orang bodoh dan menipunya. Singkat kata, aku tidak punya banyak waktu untuk menimbang, jadi keputusan aku adalah ayo lakukan."

Memangnya apa pilihan yang lebih baik dari mencoba? Bahkan bila taruhannya adalah sekarat, selama tinggal keberhasilan mencapai 51persen, Layla ingin mencobanya.

"Aku tidak ingin menyakitimu lebih dari ini dan bila rencana ini gagal. Aku tidak bisa lagi muncul atau membantumu dan itu artinya selamanya kau akan bermimpi buruk." Adrieth adalah orang yang ragu di antara mereka meski besar harapannya untuk membantu. "Aku tidak berbohong soal rasanya akan sangat menyakitkan. Kau--"

"Aku tidak akan mati," sela Layla yang sudah cukup mendengarkan. Bagaimana pun dia tidak berniat berubah pikiran. "Sesakit apa pun rasanya. Selama aku tidak mati, aku bisa menahannya." Dia mendengus sebelum tersenyum tipis. "Aku telah memikirkannya dan mereka benar bahwa bagaimana pun kau telah menyelamatkan aku. Terima kasih, Adrieth. Aku belum sempat mengucapkannya tapi aku benar-benar berterima kasih."

Adrieth menundukkan kepala, perasaan bersalah dan sedih melingkupi hatinya. Layla menambahkan, "mereka benar bahwa penderitaan ini tidak seberapa dibandingkan nyawa dan kehidupan yang aku dapatkan. Maka dari itu, sudah sepantasnya aku membalasmu dan sebenarnya, aku mengasihi Atoryn."

Adrieth mengangkat kepala dan mempertemukan kontak mata, menunggu apa yang hendak Layla katakan. "Aku melihat rasa sakit di sorot matanya dan aku hanya tahu dia akan terpuruk setelah duka itu menghilang. Aku hanya tidak mau dia merasakan rasa sakit itu lagi. Kau benar, aku tidak yakin rencana ini akan berhasil tapi kita harus mencobanya. Aku tidak akan menyalahkanmu bahkan bila kita gagal."

Adrieth meremas kedua tangan di depan perut dan pada akhirnya tersenyum lirih. "Terima kasih ... karena telah berpikiran seperti itu, Layla." Adrieth mendekat sembari mengulurkan tangan. "Artinya pertemuan ini adalah yang terakhir. Aku harap kau tidak menyesali keputusanmu."

"Aku sudah menyesal tapi aku tidak bisa berubah pikiran." Layla tersenyum geli. Dia menatap telapak tangan Adrieth sebelum menepuknya. Setelahnya menyaksikan bayangan perempuan itu berubah menjadi asap dan menghilang membaur bersama udara.

Layla meniup nafas berkali-kali, berusaha menenangkan diri dan bersiap sedia menanti Adrieth menariknya memasuki dunia itu. Perhatiannya disita oleh pintu ruangan yang berbunyi. Pintu terbuka, Karen muncul dari baliknya.

"Layla!" Senyuman Karen mengambang indah. Dia berlari mendekat untuk memeluk tapi tiba-tiba Layla menghilang. "Layla?" Senyuman Karen lenyap digantikan oleh ekpresi panik. "Layla!" pekiknya frustasi. “Aku bahkan belum memelukmu!”

Sementara itu, tubuh Layla oleng. Dia berakhir di dalam dekapan Randell dan beruntungnya tidak jatuh. "Aku temukan cara untuk mengutuk Atoryn." Pernyataannya mendapatkan tatapan penuh tanya dari Samsons dan Randell.

"Ah!" Menyadari keadaan, Layla buru-buru menarik dirinya menjauh dari Randell dan mengoreksi, "maksudku, aku punya ide." Layla menyadari mereka masih berada di tempat tadi, gudang. Dia menatap Adrieth dan tersenyum tipis. "Sebelum itu, aku perlu memasuki istana untuk mendapatkan sesuatu."

"Aku akan membantumu." Sigap Randell menawarkan tapi malah mendapatkan gelenggan kepala dari Layla.

Layla menatapnya, memberitahu, "kau harus tetap di sini, Randell. Kau harus menjaga Adrieth jangan sampai siapa pun apalagi Atoryn melihatnya karena bila rencana kami berhasil, tubuh Adrieth akan segera lenyap, tapi dalam waktu dua jam tubuhnya masih ada di sana, itu artinya aku gagal."

"Tapi-" Randell ingin membantah karena tidak mau menunggu tapi Samsons menyela.

"Maka dari itu, biarkan aku membawamu ke istana." Ekpresi wajah Randell cemberut. Samsons melanjutkan, "aku punya firasat kau akan kembali, jadi kami menunggu tapi sepertinya ada kekacauan di luar sana."

Randell menimpali, "aku tidak tahu mengapa tapi Atoryn sangat marah dan mencoba membunuh semua orang."

Ungkapan itu membuat Layla menggaruk tengkuk yang tak gatal, tahu betul itu salahnya yang sudah menipu Atoryn. "Kita tidak punya banyak waktu!" Layla berlari pergi, disusul oleh Samsons.

"Tunggu!" Randell ingin menyusul tapi keraguan menghentikannya. Dia menatap Adrieth, mengingat bahwa Layla memintanya menunggu. Randell cemberut. Tugas Layla memanglah besar, dia mencoba menghentikan kegilaan Atoryn tapi tugasnya pun tak kalah besar, dirinya harus menjaga Adrieth dari pandangan Atoryn agar lelaki itu tidak semakin menggila karena timbul harapan dia bisa menghidupkan mayat Adrieth.

Randell berusaha menghibur diri, tapi wajahnya tetap saja cemberut. “Aku tidak suka berdiam diri dan tidak melakukan apa pun,” cicitnya, bête.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!