Jelita Sasongko putri satu satunya keluarga Dery Sasongko dipaksa menikah dengan Evan Nugraha pengawal pribadi ayahnya. Jelita harus menikahi Evan selama dua tahun atau seluruh harta ayahnya beralih ke panti asuhan. Demi ketidak relaan meninggalkan kehidupan mewah yang selama ini dia jalani dia setuju menikahi pengawal pribadi ayahnya. Ayahnya berharap selama kurun waktu dua tahun, putrinya akan mencintai Evan.
Akankah keinginan Dery Sasongko terwujud, bagaimana dengan cinta mati Jelita pada sosok Boy?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Titin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 13
Jelita sudah masuk kuliah lagi, dengan pengawalan ketat tentunya. Sementara Evan sudah mulai bekerja lagi. Walau sebenarnya dia tak pernah benar-benar absen, diam-diam masih melakukan pertemuan dengan orangnya.
Pagi ini Evan pergi kemarkas dengan wajah ceria, dia bahkan memberi hadia kecil pada pelayan wanitanya.
"Ada peristiwa istimewa apa tuan?" Tanya Pandu saat mereka berada di ruang tengah berdua.
"Peristiwa apa? Kau ini suka mengarang cerita rupanya." ujar Evan tanpa berpaling dari laptopnya
"Ck, aku bertanya tuan."
"Darima datangnya pertanyaanmu itu?" Tanya Evan. Kali ini Evan menatap Pandu lekat.
"Dari hadiah kecil yang tuan berikan ke pelayan wanita," jawab Pandu sambil nyengir.
"Omong kosong. Hadiah itu tidak ada sangkut pautnya dengan hal itu." jawab Evan sembari beralih menatap layar monitor.
"Berarti aku salah ya tuan?"
"Jelas salah. Sudah focus pada pekerjaanmu."
"Oke tuan." Jawab Pandu dengan perasaan tak puas.
Evan menghela napas pelan. Apa benar bisa terbaca semudah itu, dia bahkan tak berpikir orang mampu menebak perasaannya semudah itu. Semua itu tak luput dari perhatian Kiara. Seumur-umur dia mengenal Evan, ini kali pertama Evan berlaku manis pada orang lain, sampai memberi hadiah.
Dengan dua gelas kopi hangat Kiara masuk ke ruang tengah menghampiri Evan dan Pandu.
"Minum dulu, selagi masih hangat," ucap Kiara sembari meletakkan kopi didepan pandu dan Evan. Keduanya melihat sekilas lalu kemabali focus pada pekerjaan mereka.
"Terimakasih, oh ya. Siang nanti kita akan menemui tuan Aksa menjelang makan siang. Kau siapkan berkas kerja sama kita dengan tuan Aksa," ujar Evan sembari menatap Kiara.
"Baik."
Evan kembali focus pada pekerjaannya, memang seperti inilah keseharian Evan. Hanya pekerjaan yang mampu merebut perhatiannya. Maka akan jadi tanda tanya bila tiba-tiba Evan bisa perhatian dengan hal lain seperti saat ini.
"Sudah makan?" Tanya Evan melalui telpon menjelang makan siang.
"Sudah, kamu bilang gak pulang makan siang. Jadi aku makan sendiri." jawab Jelita disebrang telpon.
"Aku ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggal siang ini. Pulang nanti ingin aku belikan cemilan apa?" Evan tahu Jelita hobi ngemil.
"Emang punya uang?"
"Punya kalau cuma buat beli cemilan."
"Hhhmm baiklah, kalau begitu beli keripik kentang yang sering aku makan. Kamu tau kan?"
"Tau, nanti aku belikan. Sudah ya, aku mau lanjut kerja," ujar Evan mengakhiri panggilannya.
Pandu dan Kiara menatap Evan dengan seksama. Sebegitu perhatiannya Evan pada Jelita? Bagi Pandu tentu saja perhatian seperti itu sesuatu perubahan bernilai baik. Tapi bagi Kiara yang diam-diam menyukai Evan, tentu saja sangat membenci perubahan itu.
Sudah tiga puluh menit Evan duduk di private room sebuah resto bintang lima dikota A. Tapi sosok Aksara belum juga terlihat. Tapi sepertinya Evan tak ambil pusing dengan molornya kedatangan Aksa. Dia mengisi waktu dengan memeriksa berkas yang ada di laptopnya.
Ini pertama kali dia bertemu tuan Aksara. Sepak terjang tuan Aksara sudah dia pelajari sebelumnya, tak heran kalau Evan tidak begitu kaget dengan kelakuan Aksara yang sungguh tidak disiplin terhadap waktu. Lelaki muda, tampan, dan sangat kaya itu memang memiliki sipat buruk dalam memperlakukan teman bisinnya.
Setelah lama menunggu akhirnya tuan Aksara datang juga bersama asistennya.
"Maaf membuatmu menunggu lama saudara Evan." Lelaki berwajah sangat tampan itu menyalami Evan dengan wajah ramahnya.
"Tidak apa, asalkan tuan Aksara berkenan datang itu sudah lebih dari cukup," sahut Evan sembari menyambut uluran tangan Aksara.
"Silahkan duduk tuan." Evan mempersilahkan Aksara untuk duduk.
Evan dan Aksara menghabiskan satu jam untuk membahas kerja sama antara Group Sasongko dan milik Aksara.
"Baiklah saudara Evan semoga kerja sama kita ini bisa berlanjut keproyek berikutnya," ujar Aksara sembari menjabat Evan sebagai perngesahan kerja sama mereka.
"Tentu saja kerja sama ini akan tetap berlanjut. Asal tuan Aksara tetap menjalankan kerja sama sesuai kontrak yang sudah kita tandatangi," sahut Evan.
Kerja sama di bidang kontruksi ini sudah lama diincar Evan. Walau sikap Aksara terkenal buruk tapi dalam memenuhi kontrak kerjasama tak pernah meleset dari perjanjian. Hanya saja untuk berjumpa dengannya membutuhkan kesabaran ekstra.
Setelah telah mengantar tuan Aksara sampai kemobilnya. Evan dan Kiara kembali kemarkas, sebelum itu Evan singgah di toko oleh-oleh pinggir jalan, yang ang menjual berbagai makanan ringan. Kiara nenatap jealous ke Evan, dia benar-benar membelikan Jelita cemilan yang dia mau.
Apa menariknya Jelita dibandingkan dirinya yang multi talenta. Apa yang dia tidak bisa, apa yang tidak dia lakukan untuk Evan. Parasnya juga lebih cantik dari nona muda yang memiliki tampang standart itu. Apa lagi body, dia pasti diatas Jelita entah berapa tingkat.
"Ini buat mu." suara berat Evan membuyarkan lamunan Kiara. Evan mengulurkan tangannya yang berisi makanan ringan.
"Terimakasih," sahut Kiara dengan hati berbunga.
Evan mengangguk pelan kemudian melajukan mobilnya meninggalkan halaman toko.
***
Tidak seperti biasa Jelita menyambut kedatangan Evan didepan pintu dengan wajah yang sedap dipandang mata.
"Berikan padaku." Jelita meraih tas hitam Evan membawanya disisinya. Evan menatap heran, ada apa ini?
Bukan hanya itu, dia juga mengikuti Evan hingga kedalam kamar, membantunya membuka jas juga sepatu. Sikap manis ini membuat Evan menyunggingkan senyum tipis dibibirnya.
"Ada sesuatu yang ingin kau sampaikan?" Tanya Evan sembari menatap Jelita yang tengah meletakkan sepatu ditempatnya. Jelita tak menyahut, setelah meletakkan sepatu Evan dia melangkah mendekati Evan.
"Ketebak ya," ucap Jelita pelan. Evan terkekeh, tentu saja ketebak, sejak kapan dia semanis ini. Bahkan berani masuk kamarnya kalau bukan ada maunya.
"Sudah katakan, mau apa?"
"Itu, aku dapat undangan ulang tahun malam nanti. Aku perlu gaun untuk pergi," jelas Jelita sembari menengadah menatap Evan.
"Bukankah kau memiliki banyak gaun. Kenapa harus beli lagi." sahut Evan. Netranya menatap lekat wajah Jelita. Bibir merah itu membuatnya gemass!
"Semua sudah ku pakai. Aku mau yang baru," rengek Jelita dengan mimik manja. Evan terpana, berani sekali dia bersikap begitu manis saat suasana seperti ini.
"Belilah, satu juta cukup?" tanya Evan tanpa mengalikan pandangannya.
"Gaun merk apa satu juta?!"
"Lalu mau berapa?" Tanya Evan dengan suara lembut. Jantungnya sudah sangat berdebar saat ini, bibir merah yang sedari tadi bicara begitu ingin dia rasai.
Jelita tak menyahut, dia ingin bicara tapi ragu. "Aku sudah lihat beberapa brand yang biasa kupakai. Ada harga yang cukup murah yang mereka tawarkan, kita beli itu aja," ujar Jelita pelan.
Evan menyondongkan sedikit tubuhnya hingga begitu dekat dengan Jelita. Dan ajaibnya Jelita tak berusaha menjauh, dia bertahan ditempatnya.
"Baiklah kita beli. Asal kau mau memberikan ciuman hangat padaku sekarang. Bagaimana?" Bisik Evan dengan kalimat yang begitu berani. Tapi sungguh diluar dugaan, bukannya marah Jelita malah memejamkan matanya dengan gerakan pelan dia mengarahkan wajahnya ke arah Evan.
'Si al!' umpat Evan dalam hati. Gerakan halus Jelita membuat nalarnya mengikuti hasratnya. Dia tak ingin banyak berpikir, wanitah yang sudah sah jadi miliknya tengah memberinya izin, lalu apa lagi?
Evan membenamkan bibirnya begitu dalam, merasai manisnya ciu man pertama mereka. Lembut dan manis membuat jantungnya bergemuruh. Sikap pasrah yang penuh gairah dari Jelita sesaat membuat Evan lupa dan ingin lebih. Tapi sayang dering ponsel Evan membuat akal sehatnya berpungsi lagi. Dengan lembut dia melepas ciu man panasnya pada Jelita.
"Kau tidak boleh menyesal setelah semua ini, tetap disini aku terima telpon dulu." Bisik Evan sembari menge cup ubun-ubun Jelita lembut. Jelita hanya membisu dengan wajah tertunduk dalam.
'Apa ini, ada apa dengan hatiku. Ciuman Evan, bagaimana aku bisa menyukainya. Ya tuhann!!" jerit hati Jelita.
Jelita tak habis pikir dengan sikapnya barusan. Sikap apa tadi itu? Kenapa dia jadi begitu gampangan, Evan baru mengatakannya sekali dan dia langsung setuju. Tapi, dia benar-benar menyukai ciu man hangat Evan. Ada apa ini?
.
To be continuous