Menjadi sebatang kara membuat Celina terpaksa menjual diri demi kelangsungan hidupnya. Walaupun seringkali disiksa pelanggan, dia tetap bertahan karena hanya itulah satu-satunya pekerjaan yang dikuasainya.
Perkenalannya dengan Yusuf memberi warna baru dalam hidup Celine. Lelaki itu selalu mengobatinya ketika ia dilukai oleh pelanggan.
Benih cinta pun mulai mekar dalam hati keduanya. Namun, rasa rendah diri dan kotor membuat Celina terpaksa menolak cinta Yusuf.
Akankah kebahagiaan yang telah dilepaskan kembali menjadi miliknya, sedangkan sang pujaan hati telah dimiliki orang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Sembilan Belas
Seperti biasanya, pagi-pagi setelah sarapan, Celina akan bersiap-siap menuju rumah Dira untuk melakukan tugasnya. Dengan langkah pelan, dia berjalan menuju rumah kediaman wanita itu.
Kepala pusing yang dia rasakan, berusaha ditepisnya. Dia sadar tak boleh manja. Apa lagi dia pasti akan membutuhkan uang buat keperluan bayinya nanti.
Beruntung Bu Bidan mengatakan kandungannya sehat saja. Wanita itu selalu memberikan vitamin dan susu untuk ibu hamil dengan gratis.
Bu Bidan orang yang melarang keras dia menyusul Yusuf ke kota. Wanita itu takut mami Angel masih mencari keberadaan dirinya. Dira merasa sangat beruntung karena bisa mengenal orang sebaik Bu Bidan.
Bu Bidan Rose, seorang janda. Dia berpisah dengan suaminya yang selingkuh. Anaknya dalam kandungan meninggal karena dia yang stres. Sejak bercerai puluhan tahun lalu hingga saat ini tak ada keinginan Bidan Rose untuk menikah lagi. Sepertinya dia sangat trauma.
Sampai di rumah Dira, Celina langsung menuju dapur. Dia memang sering masuk lewat pintu belakang. Wanita itu mengucapkan salam begitu melihat Dira yang sedang menonton televisi di ruang keluarga.
"Selamat Pagi, Mbak Dira," sapa Celina yang biasanya di panggil Lili.
"Selamat Pagi, Lili. Sini duduk dekatku. Aku sedang bahagia," balas Dira.
"Senang melihat Mbak bahagia begini," ucap Celina.
"Aku bahagia banget. Kemarin aku dan suami pergi keliling. Jalan-jalan. Aku juga diizinkan ke kota kapan saja. Berarti suamiku sebenarnya menginginkan aku ada di dekatnya setiap hari. Aku berharap akan segera hamil. Seperti kamu. Pasti akan sangat bahagia jika benih cinta kami telah tumbuh di rahimku," ujar Dira dengan binar mata bahagia.
Dira lalu menceritakan tentang perjalanan dia dan Yusuf kemarin, yang singgah ke pemandian, pameran lukisan dan juga mampir ke kafe. Dira menambahkan bumbu-bumbu dengan mengatakan jika suaminya selalu mengikuti apa pun yang dia inginkan.
"Mbak beruntung banget. Suami Mbak sepertinya sangat mencintai, Mbak. Semoga begitu hingga tua," ucap Celina.
Dalam hatinya Celina merasa sedih dan juga sedikit iri. Dia ingin juga merasakan dicintai begitu besar oleh seorang pria.
"Suamiku baik dan ganteng. Aku merasa beruntung banget bisa menjadi pendampingnya. Banyak gadis-gadis yang menyukai suamiku, tapi dia lebih memilih aku menjadi istrinya," balas Dira.
Dira sedikit berbohong untuk menutupi luka hatinya karena sang suami mencintai wanita lain. Semua hanya untuk menghibur hatinya.
"Maaf, Celina. Aku mengatakan ini bukan bermaksud untuk menyindir suami kamu. Aku hanya ingin berbagi kebahagiaan. Seperti yang aku katakan denganmu, aku tak memiliki teman buat cerita. Denganmu aku merasa memiliki adik, kakak dan sahabat. Bagiku kamu semuanya. Aku tak tahu, kenapa aku bisa begitu dekat dan terbuka denganmu," ujar Dira.
Dia selama ini memang tak ada tempat berbagi. Kedua orang tuanya sibuk dengan kegiatan masing-masing. Tak peduli dengan dirinya.
"Bapak dari bayiku juga orang baik, Mbak. Aku pergi meninggalkan dia bukan karena dia jahat. Itu karena permintaan orang tuanya. Tapi aku tak menyalahkan ibu itu. Setiap ibu pasti menginginkan yang terbaik untuk pendamping anaknya. Aku juga mungkin akan melakukan hal sama jika kelak anakku ini mencari jodohnya," ujar Celina.
Celina jadi teringat semua ucapan Ibu Yusuf. Wanita itu jelas sekali tidak menyukai dirinya. Hingga mengatakan dirinya dengan kata-kata kasar. Jika dia mengetahui Celina sedang mengandung darah daging Yusuf, entah apa yang akan dia katakan.
"Maksudnya ibu mertua kamu tak menyukai kamu?" tanya Dira.
"Ya. Kalau aku tetap bertahan, sama saja aku menginginkan anak dan ibu itu berpisah. Aku juga tak mau dia menjadi bingung jika ibunya meminta memilih," ucap Celina dengan sendu.
"Seharusnya jika bapak anakmu memang mencintai kamu, dia akan mencari sampai bisa bertemu lagi," balas Dira.
Celina jadi terdiam mendengar ucapan Dira. Apa yang dikatakan wanita itu benar adanya, jika Yusuf memang mencintainya, pasti akan mencari keberadaannya. Namun, Yusuf tak pernah mencari tahu keberadaan dirinya hingga saat ini.
Dira yang melihat perubahan wajah Celina, menjadi sedih, mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Lili, apa kamu ingin melihat wajah suamiku? Kebetulan sekali foto pernikahan kami telah selesai dibesarkan dan di bingkai. Yuk kita ke ruang tamu," ajak Dira.
Celina menarik napas dan berusaha menepis semua bayangan tentang Yusuf. Mungkin bayi dalam kandungannya ini hadir agar dia mau berubah dan meninggalkan dunia hitam.
Dira memegang tangan Celina ketika berjalan menuju ruang tamu. Sudah tak sabar ingin memamerkan foto pernikahannya.
Langkah Celina terhenti saat melihat foto yang terpasang di dinding ruang tamu. Dia merasa sangat mengenal wajah pengantin prianya.
Untuk memastikan penglihatannya, Celina maju lebih dekat. Dia melepaskan pegangan tangan Dira. Dadanya berdetak sangat cepat setelah melihat foto itu dari dekat.
"Yusuf ...."