Pernikahan adalah sebuah impian bagi semua orang, termasuk Zahra. Namun, pernikahan yang bahagia kini rusak akibat kehadiran orang ketiga. Evan selaku suami, mulai membandingkan Zahra dengan gadis lain.
Suatu hari dia memutuskan untuk menjalin hubungan hingga tidak memperdulikan hati Zahra. Akankah pernikahan mereka mampu diselamatkan? Ataukah Zahra harus merelakan suaminya bersama dengan wanita lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom AL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 19 Berangkat bersama
Setelah suasana yang membaik, Zahra pun menawarkan pada Anna untuk menginap malam ini. Dia akan berusaha untuk tidak mencurigai adik tirinya tersebut dan mencoba melupakan masa lalu dimana Anna pernah mengatakan jika dirinya menyukai Evan.
Pada saat tengah malam, Anna kebetulan haus dan dia mengambil air minum. Jam menunjukkan pukul dua pagi. Selesai minum, gadis itu kembali ke kamarnya. Namun, baru saja hendak melangkah, dia dikagetkan dengan kedatangan Evan.
Pria itu mencengkram lengan Anna dengan cukup kuat hingga Anna mengadu kesakitan.
"Mas, apa yang kau lakukan? Lepaskan tanganku!" Anna berusaha melepaskan cengkraman Evan.
Setelah terlepas, Evan menatap wajah Anna dengan lekat. Dia tahu jika gadis seperti Anna tidak akan mudah berubah baik seperti tadi.
"Apa yang sudah kau rencanakan?"
"Maksudmu?"
"Jangan berpura-pura bodoh, Anna! Aku tahu bagaimana sifatmu meskipun kita baru dekat beberapa bulan ini. Apa alasanmu berbicara seperti itu pada Zahra? Kau ingin menikah dengan Jhonny?" Evan tertawa pelan. "Sangat konyol! Kesucianmu sudah hilang karenaku, dan kau mengatakan jika dirimu ingin menikah dengan pria lain? Sangat tidak masuk akal."
Anna tersenyum lebar, dia mendekati wajah pria itu hingga saat ini jarak mereka hanya beberapa sentimeter saja. "Kau mengetahui siasat jahatku, Mas? Wow, kau sangat pengertian. Aku melakukan semua ini agar bisa selalu ada di dekatmu." ucapnya tanpa rasa malu, bahkan Anna meraba rahang kokoh milik Evan.
"Sudah ku duga,"
"Kau benar-benar paling mengerti aku," Anna tidak sungkan memeluk tubuh Evan.
"Anna, jangan bertindak gegabah. Saat ini kita sedang berada dirumahku, dan bukan hanya kita berdua yang ada di rumah ini! Kau paham?" Evan secepat kilat melepaskan pelukan Anna.
Gadis itu cemberut, tetapi sedetik kemudian dia tersenyum lagi.
"Tidak masalah, yang penting sekarang aku bisa dengan mudah dekat denganmu."
"Terserah kau saja," Evan tidak ingin memperpanjang masalah, dia memutuskan untuk kembali ke kamarnya sebelum Zahra curiga.
Anna yang ditinggal begitu saja hanya mampu menatap punggung belakang kekasihnya dengan senyum melebar. "Ini baru permulaan, Sayang." ujarnya pelan dan kembali ke kamar.
***
Pagi hari pun tiba, Zahra yang sudah selesai memasak sarapan langsung membangunkan Evan. Sebelum keluar, mereka berdua bermesraan terlebih dulu di atas ranjang. Pagi ini rasanya sangat berbeda dibandingkan pagi sebelumnya. Bagaimana tidak, kehidupan rumahtangga Evan dan Zahra mulai membaik.
"Sayang, jam segini kau sudah selesai memasak, bahkan mandi dan sekarang membangunkanku. Jam berapa kau bangun?"
"Aku terbangun jam lima pagi, Mas. Lalu setelah itu aku menyiapkan sarapan kemudian mandi. Dan sekarang, giliranmu membersihkan diri. Kau tidak ingin terlambat pergi ke kantor bukan?"
"Ya, kau benar sekali. Tapi, coba katakan satu hal."
"Ada apa?"
"Bagaimana aku bisa pergi ke kamar mandi jika kau masih saja menempel padaku seperti ini," Evan tersenyum manis.
Zahra pun ikut terkekeh, posisinya saat ini memang tidak memungkinkan untuk Evan bisa pergi ke kamar mandi. Zahra meletakkan kepalanya di lengan Evan dan dia memeluk tubuh suaminya itu dengan sangat erat. Setelah tersadar, akhirnya Zahra menegakkan tubuhnya diikuti oleh Evan.
"Baiklah, Sayang. Tunggu aku di meja makan, aku akan segera menyusul." Evan mengecup dahi milik Zahra.
Beberapa menit berlalu, akhirnya mereka bertiga berkumpul di meja makan. Zahra dengan telaten mengambilkan sarapan untuk Evan, bahkan dia sudah menyiapkan kopi hitam untuk suaminya itu.
Anna yang melihat kegesitan Zahra hanya tersenyum miring, dia memutar bola matanya.
"Ayo, Anna. Silakan dimakan,"
Mereka sarapan dengan tenang dan sunyi, sesekali ketiganya mengobrol ringan. Setelah selesai melakukan ritual sarapan, kini saatnya mereka bertiga pergi berangkat ke kantor.
"Mas, apa aku boleh meminta sesuatu?"
"Tentu, katakan saja apa yang kau inginkan." jawab Evan menyanggupi.
"Hari ini kita sama-sama ingin berangkat ke kantor. Bagaimana jika kita bertiga satu mobil saja? Maksudku, tujuanmu dan Anna 'kan sejalan, maka dari itu kita bisa berangkat bersama."
Anna hanya mengedikkan bahu. Sementara Evan terlihat tidak nyaman.
"Kenapa kau diam saja, Mas? Baiklah, jika kau tidak bersedia, maka biarkan aku dan Anna berangkat bersama."
"Tidak-tidak! Aku akan mengantarmu ke kantor, dan Anna juga akan ikut bersama dengan kita."
Anna tersenyum lebar, dia beruntung karena bisa mengambil hati Zahra.
"Kak, aku rasa tidak perlu. Aku bisa memakai mobilku sendiri atau tidak meminta jemput Jhon."
"Anna, aku mohon. Hubungan kita baru saja membaik, kau ini adikku dan aku tidak akan membiarkanmu merasa kesepian atau terabaikan. Sudahlah, ikut saja dengan kami dan jangan banyak protes," ucap Zahra tak terbantahkan dan dia menarik tangan Anna untuk masuk ke dalam mobil.
Anna yang berpura-pura sungkan hanya mampu bersorak riang dalam hati.
Mobil pun bergerak jalan ketika mereka semua sudah berada di dalamnya.
Beberapa menit kemudian, Zahra sudah sampai di kantornya. Dia membuka sabuk pengaman dan menatap Evan.
"Aku kerja dulu, ya, Sayang."
"Ingat, jangan terlalu kecapean dan jangan lupa makan. Jaga kesehatanmu," Evan mengecup dahi Zahra.
Anna pun berdehem membuat pasangan suami-istri itu tersadar jika di dalam mobil tersebut tidak hanya ada mereka berdua.
"Maaf, Anna. Kami tidak bermaksud —" ucapan Zahra terpotong oleh Anna.
"Tidak masalah, Kak. Kalian ini 'kan sudah menikah, tentu saja bebas melakukannya dimana pun yang kalian mau. Tapi, kalian juga harus ingat waktu. Harus sudah cukup siang, bagaimana jika kakak ipar terlambat sampai di kantor?"
Zahra tersipu malu, dia yang tidak ingin memperpanjang semuanya langsung turun dari mobil. Dia melambaikan tangan setelah mobil Evan sudah berjalan maju.
Cukup jauh mobil Evan melaju, dan akhirnya Anna bersuara.
"Berhenti, Mas!"
Evan refleks menghentikan kendaraan beroda empat itu.
"Ada apa, Anna? Bukankah kita belum sampai di kantor?"
Anna berpindah duduk di depan, dia bersidekap dan wajahnya sedikit marah.
"Anna, ada apa?"
"Kau bertanya ada apa? Dasar pria, dia bahkan tidak sadar dengan kesalahannya sendiri."
Evan terdiam, dia memejamkan mata sesaat. Dirinya yakin jika sifat Anna seperti ini karena melihat interaksinya dengan Zahra tadi.
"Dia itu masih istri sahku, Anna."
"Aku tau, tidak perlu membahasnya lagi. Ayo cepat jalankan mobilnya, di dalam sini terasa sangat panas!" cibir Anna membuat Evan menggelengkan kepala.
Mobil itu pun melaju dan mereka berdua hanya saling diam selama perjalanan menuju kantor.
Bersambung