anatasya deanza putri, berusia 17 tahun.
Semula, Dia hidup dalam keluarga yang penuh dengan cinta. Rumah yang selalu menjadi tempat ternyaman baginya, rumah yang selalu memeluknya saat dia rapuh. Namun, tiga tahun yang lalu saat berusia 14 tahun, Segalanya berubah. Dirinya dituduh sebagai seorang pembunuh, dan penyebab meninggalnya bunda. Hari demi hari dia lewati dengan rasa sakit dari keluarganya.
Rumah yang dulu menjadi tempat dia berlindung. Kini rumah itu menjadi tempat penyiksaan dan rasa sakit bagi fisik maupun mentalnya.
Akankah gadis itu terus bertahan sampai akhir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon flowerrrsss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 18
"BAPAK IBUUU!!"
"BUUU!"
Semua guru dan siswa keluar. Kini semuanya berkumpul di tempat yang sama.
"kamu yakin?"
"saya yakin bu, saya yakin itu tasya"
"sekarang km ikut saya dan guru-guru yang lain, kita datangkan tempat itu"
"whattt?" clara yang mendengar perkataan salah satu siswa yang melihat tasya di sebuah kampung pun terkejut.
"ini serius? Itu anak ketemu? Kok bisa ya, warga nemuin dia?" ucap clara.
"udah lo tenang aja" salah satu teman clara pun mencoba menenangkan tasya.
Para guru bersama dengan siswa yang melihat keberadaan tasya di sebuah kampung, kini mereka berangkat untuk mendatangi kampung tersebut.
"harusnya kita ikut bang"
"tenang aja bang, adik kalian baik-baik aja kok. Gua yakin"
Bryan dan robert menatap kevin yang sedang menikmati secangkir kopi.
"maksudnya?" bryan sangat kebinggungan. Mengapa ada siswa yang mengetahui identitas tasya, yang merupakan salah satu keluarga anggara.
"dia udah tau kak" ucap william yang tiba-tiba muncul.
Kevin tidak menghiraukan kedatangan william di sana, dia memilih menikmati secangkir kopinya.
Robert melihat ke segala arah untuk memastikan tidak ada orang di sana.
"gua harap lo bisa jaga mulut lo" bryan mendekat ke arah kevin. Lalu menepuk pundaknya.
"tapi gua heran. Kenapa harus di rahasiakan?" kini kevin menatap putra sulung keluarga anggara.
"gua rasa, lo ga perlu tau"
Kevin hanya mengangguk, lalu kembali menikmati secangkir kopinya, sambil melangkah pergi.
"kayanya ini alasannya bang" robert memecahkan keheningan di sana.
Bryan hanya berdeham, sedangkan william tak meresponnya.
"kenapa gua ga terlalu khawatir sama anak manja itu, karena gua percaya dia bakal baik"
Bryan tersenyum, sedangkan william malah tertawa.
Bryan dan robert kini memperhatikan tingkah adiknya tersebut.
"kenapa will? Kok ketawa?" tanya robert.
Mendengar itu, william berhenti menertawakan hal yang sebenarnya tidak lucu.
"gapapa, gua cuma heran aja sama kalian"
Bryan mengerutkan dahinya saat mendengar alasan dia tertawa.
"heran kenapa?" tanya robert.
"bukannya kalian senang ya? kalau tasya pergi? Dia di rumah juga ga pernah di anggap"
Bryan kini bangkit dari duduknya, menatap tajam william.
"lo kira lo ngga?"
"tapi lo lebih sadis bang. Lo selalu nyiksa dia, untuk kesalahan yang bahkan dia aja ga tau" celetuk william. Pernyataan yang william ucapkan membuat bryan terbayang perlakuannya saat menyiksa adik bungsunya itu.
Bryan tak membalas ucapan william, karena yang william ucapkan itu adalah kenyataan. Dia memilih untuk pergi meninggalkan william dan robert.
"lo apa-apaan sih will. Itu abang lo"
"tapi emang itu kenyataannya kan kak?"
Robert hanya diam, lalu menggelengkan kepalanya sambil melangkah pergi meninggalkan william.
Salah satu guru yang berada di perkemahan, menyuruh semua siswa yang berada di sana untuk kumpul.
"bentar lagi bus akan tiba. Jadi ibu minta buat anak-anak semuanya, kalian siapkan barang-barang bawaan kalian untuk kembali ke rumah masing-masing"
"ingat, bus akan segera tiba. Jadi jangan pake lama ya" sahut guru lain di sana.
Semua siswa kembali ke tendanya, dan mulai menyiapkan barang bawaan mereka. Namun, william tidak kembali ke tendanya, dia malah menghampiri guru tersebut.
"saya pulang sama kakak saya aja ya bu"
Guru tersebut menatap william, robert, dan bryan secara bergantian.
"terserah kamu saja william, ibu percaya jika kamu pulang bersama keluargamu"
Mendengar jawaban dari guru tersebut, william tersenyum.
"lagian ngapain coba kakaknya william ke sini"
"gua dengar-dengar sih. Katanya, keluarga tasya sama keluarganya william itu udah kaya saudara. Karena sekarang itu tasya sebatang kara, jadi keluarganya william yang datang ke sini"
"kata siapa lo?"
"kata anak-anak"
"tapi masa iya? Tetap aja citra, tuh cewe kan orang lain. Makanya dia suka sama william"
"yaudah kalau lo ga percaya clar, gua kan cuma ngasih tau lo doang, apa yang gua dengar"
Kini semua siswa kembali di kumpulkan di satu tempat yang sama dengan membawa tas yang sudah mereka gendong, dan bus yang sudah terparkir di sekitar mereka.
"kalian pulang terlebih dahulu, bersama dengan beberapa guru yang akan mendampingi kalian di dalam bus. Dan sisanya akan menunggu di sini untuk mengetahui keadaan tasya"
"bu, emang tasya udah ketemu?"
"ibu sudah mendapat informasi dari kepala sekolah, ada yang bilang tasya memang berada di kampung tersebut, tapi belum di pastikan benar atau tidak. Kita masih menunggu kabar berikutnya"
Siswa yang menanyakan hal tersebut mengangguk mengerti.
Siswa mulai masuk ke dalam bus kelasnya masing-masing. Hanya william yang tak ikut masuk ke dalam bus tersebut.
Bryan menatap william. "ikut pulang aja will, lo harus istirahat. Pasti lo juga kangen kan sama kamar lo itu"
"gua bakal istirahat di rumah, kalau kalian juga istirahat di rumah"
William adalah anak yang sangat keras kepala. Jika bryan terus memaksanya untuk pulang, william tak akan mengikuti maunya, dia akan terus melawannya sampai dia yang menang. Itulah sikap william. Bryan memilih untuk kembali diam, dan tidak memaksa adiknya.
Kini bryan menghampiri salah satu guru.
"kenapa pihak sekolah ga ada yang memberitahu saya mengenai tasya?"
"bukan begitu mas, kita di sini juga masih menunggu kabar mengenai tasya"
"tapi setiap perkembangan yang terjadi mengenai tasya, ga ada yang bilang ke saya"
"biar saya yang bicara sama mereka bu" ucap wakil kepala sekolah tersebut. Saat melihat bryan, robert dan juga william sedang berbincang dengan salah satu guru, wakasek itu langsung menghampirinya. Guru tersebut pun pergi, membiarkan wakasek yang mengatasinya.
"saya sudah bicara sama papah kalian mengenai perkembangan tasya"
"kenapa ke papah kita bu? Kita ada di sini"
"memangnya kenapa papah kalian ga bisa datang ke sini? Padahal ini anaknya loh yang hilang. Mohon maaf, kalau kesannya saya seperti ikut campur. Cuma saya kasihan sama tasya"
Setelah cukup lama mengobrol dengan wakasek tersebut, keempat dari mereka keluar dari ruangan tersebut.
"TASYAAAA!!"
Keempatnya menoleh. Saat mereka menoleh ke sumber suara yang memanggil tasya. Mereka sangat terkejut melihat tasya berada di sana, berpelukan dengan salah satu guru yang menjadi favorit tasya di SMA bangsa.
Bryan, robert dan william mematung saat melihat adiknya kini berdiri di hadapannya
Tasya melihat ketiga kakak laki-lakinya yang sedang menatapnya tak percaya. Dia ingin sekali memeluk ketiganya, dia sangat rindu. Walaupun mereka hanya bisa menyakitinya, tasya tak pernah benci kepada mereka, ada rasa haru di hati tasya saat melihat keberadaan mereka di sana. Apakah mereka di sini untuknya?
Tasya tak berani menghampiri mereka, dia hanya bisa menatap balik ketiga kakaknya.
"mau gini aja sampai kapan?" william memecahkan keheningan di sana.
"kita pulang malam ini" ucap bryan. Tidak ada aksi apa pun dari ketiganya kepada tasya.
"kak, boleh tasya peluk kalian?"
Ketiga hanya menatap tasya. Hening beberapa saat.
"kita harus siap-siap untuk pulang"