NovelToon NovelToon
Tarian-tarian Wanita

Tarian-tarian Wanita

Status: tamat
Genre:Tamat / Mengubah Takdir / Fantasi Wanita / Slice of Life
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Made Budiarsa

Pada akhirnya dia terlihat menari dalam hidup ini. dia juga seperti kupu-kupu yang terbang mengepakkan sayapnya yang indah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Made Budiarsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9 : menghantuiku

Setelah kejadian itu, aku memikirkan apa yang muncul dalam benak sari. Dia pasti terkejut dan marah mendengar kata-kata kasar itu dari ibunya sendiri. Kata-kata itu bagaikan panah beracun yang menusuknya dan membuatnya sakit. Aku tidak ingin membuatnya seperti itu, tapi kata-kata itu terlepas begitu saja, keluar dari mulutku kemudian menghantam telinganya yang masih muda. Kemarahan kadang-kadang membuat orang-orang buta.

Namun, semenjak itu, aku mulai bisa memaafkan ayah mertua. Ayah mertua dan aku memiliki sikap yang berbeda dan selalu berselisih. Ayah mertua selalu mencampur urusan keluargaku, yang seharusnya tidak dilakukannya, bahkan dia sering menghinaku dengan kata-kata kasar.

Dendam kami tumbuh setelah pernikahan. Ayah mertua kadang-kadang menyayangkan anaknya menikah denganku. Dia pernah menyarangkan agar kami berpisah saja. Aku marah mendengarnya dan aku mengutarakan perpisahan dengan kedua orang tua itu demi masa depan dan kebaikan kami.

“Mereka orang tuaku.”

“Terus kenapa jika mereka orang tuamu? Kamu sudah berkeluarga dan hal yang paling kamu utamakan adalah keluargamu.”

“Apa kau mempunyai uang?”

“Iya, aku mempunyainya.”

Suamiku memikirkan semuanya tapi perselisihan kami semakin memanas. Pernah suatu hari aku mengatakan tidak kuat.

Suamiku memikirkannya dan akhirnya kami berpisah dengan orang tuanya. Ayah mertua marah dan aku tidak memedulikannya.

Ketika kematiannya, aku merasakan kesedihan yang mendalam, juga kebencian terhadap sosok itu. Kebenciannya dan kesedihan bercampur dalam diriku.

Ibu mertua mengatakan untuk memaafkannya. Aku mengatakan masih memikirkannya.

Ketika aku berkunjung untuk menjemput Sari, ibu lagi-lagi bertanya, apa aku sudah memaafkan ayah mertua. Aku mengatakan belum.

“Iluh, harus memaafkannya.”

“Aku akan berusaha.”

Di umurnya yang senja, dia masih saja memikirkan hal seperti itu. Aku tidak tahu apa yang ada di dalam benaknya.

Ingatan itu muncul tiba-tiba di dalam benakku saat ini.

********

Kami kemudian memarkirkan sepeda motor. Ini pertama kalinya kami pergi ke bioskop, tempat yang asing bagiku, tempat yang akan memiliki kenangan. Memori terakhir Putri Artila di jual di sini. Aku merasa kecewa dengan peristiwa itu. Kecelakaan yang di alami putri menyita banyak perhatian. Kecelakaan itu membuat seseorang sutradara film menjadikannya inspirasi sebuah film. Judulnya ‘Sebelum kejadian’ filmnya itu meledak dan mendapatkan banyak perhatian, selain karena ada kisah kelam di baliknya, alur cerita yang unik membuatnya mendapatkan nilai lebih. Film itu menceritakan seorang fotografer Amerika tua yang duduk di ruangan yang usang, melihat-lihat isi memori kamera yang sudah lama menghilang. Di sana dia melihat-lihat foto penari bali dan dia mengingat kenangannya berkunjung ke bali dan mencintai gadis itu sebelum tragedi merenggut nyawanya, memisahkan mereka untuk selamanya.

Tidak hanya suasana suram pada film yang menjadi daya tarik film tersebut, tapi juga warnanya yang hitam putih yang kontras dan pencahayaan yang redup membuat para penonton merasakan kesedihan, kesendirian dan kepahitan dalam dunia film tersebut.

Aku belum pernah menontonnya, tapi orang-orang mengatakan itu. Rasanya aku tidak ingin menontonnya, tapi putri selalu menghantuiku. Aku tidak tahu mengapa, apa karena aku tidak menghadiri pemakamannya atau putri ingin aku bertemu dengannya lewat film yang di angkat dari ceritanya sendiri.

Karena kami belum pernah ke bioskop, tempat itu terasa asing dan juga sangat menarik.

Kami melihat-lihat dinding-dinding bioskop yang penuh dengan poster kemudian membeli tiket. Beruntungnya kami, bioskop waktu itu tidak terlalu ramai, sehingga kami dapat membeli tiket dengan cepat dan juga masuk ke dalam.

Layarnya lebar dan tempatnya luas. Aku duduk di tengah-tengah, tidak terlalu jauh dan juga dekat.

Film belum di putar dan menunggu orang-orang masuk. Aku bersandar sebentar kemudian memejamkan mata. Aku merasa lelah saat ini dan aku merasa rumah sakit memancarkan aura yang kurang baik, yang juga mengikis kesehatanku.

Ketika film di putar kami menontonnya. Adegan pertama, seperti yang di bayangkan, seorang pria tua duduk di dalam ruangan. Buku-buku usang memenuhi ruangan tersebut. Memasukkan kartu memori ke dalam kamera kemudian melihat-lihat foto di dalamnya.

Saat dia melihat foto seorang gadis memakai kebaya putih dengan Kamen batik, dia termenung lalu kilas balik pun di mulai.

Putri di perankan seorang tokoh cantik yang memiliki lesung pipi, sama sepertinya. Ketika aku melihatnya tersenyum, wajah putri bermunculan. Aku teringat waktu itu. Iya, waktu itu.

Sang kamera sibuk memeriksa kameranya dan mengeceknya berulang kali, sementara yang lainnya mengawasi. Pria tua sedang mengatakan apa pun yang harus dilakukan pada saat pengambilan video. Putri mengangguk tanda paham. Setelah itu dia menghampiriku.

“Ini menjadi hari yang tidak pernah terlupakan bagiku,” katanya.

“Dan bagiku juga.”

“Ratih, setelah ini kamu harus menyusulku.”

“Pasti.”

Ketika semuanya sudah siap, Putri menyiapkan diri. Pemimpin menghitung sampai tiga dan Putri mulai menari.

Yang paling berkesan waktu itu, Putri pertama-tama, kaki-kaki yang ramping ketika berjalan. Dia kemudian membentuk pose huruf S. Merentangkan jari-jarinya dan keseluruhan bergetar di depan wajahnya seolah dia muncul dari jari-jari yang indah. Kemudian mengerakkan kedua tangannya seiring kaki melangkah. Bola matanya beberapa kali menoleh dan terlihat bulatan yang penuh itu. Dia kemudian memutar tubuhnya dan rambutnya yang panjang berkibar kemudian mulai memetik selendangnya. Jari-jari menahan dengan indah dan tersenyum kepadaku. Selanjutnya, dia mengambil kepetnya kemudian mulai mengibas-ngibaskannya. Itu adalah adegan yang aku sukai. Dengan kepet itu, Putri terlihat sempurna.

Putri memakai pakaian adat seadanya, tapi kecantikan dan kesederhanaan itu membuat Tariannya begitu indah dan memukau. Cahaya matahari dan langit biru menambah suasana kemeriahan tarian itu. Dia tersenyum dan kedua lesung pipinya terlihat. Kemanisan dan caranya menari membuat orang-orang tertarik dan memvideokannya. Aku ingin sekali melihatnya menari lagi, tapi semua sudah selesai dan berakhir, bagaikan titik di akhir kalimat atau ujung sebuah pohon.

“Ratih, kamu melamun lagi?”

Aku tersadar, rupa-rupanya film sudah berlangsung beberapa menit. Adegannya menceritakan fotografer memfoto berbagai objek di bali. Orang-orang yang menonton menjadi tegang dan keheningan muncul kecuali suara-suara film itu.

“Akhir-akhir ini aku merasa tidak nyaman, apa karena obat-obatan?”

“Sepertinya begitu.”

Dia mengeluarkan selendang dari tas yang kami bawa, kemudian mengalungkannya di leherku. “Ratih, kamu sakit? Apa kita pulang sekarang?”

Aku ragu-ragu. Apa aku harus pulang. Kedatanganku kesini hanya untuk melihat Sosok putri yang telah pergi. Tapi sepertinya aku bisa menikmatinya sebelum tragedi itu, aku menjawab sebentar lagi.

Pria itu lalu memegang tanganku. “Kumala, tanganmu sedikit gemetar.”

“Karena kau yang memegangnya.”

Pria itu menghela nafas. Dia pasti kesal dengan jawaban-jawabanku. Tidak berkata lagi kemudian menikmati film.

Fotografer mengelilingi Bali dengan menaiki motor jaman dahulu yang di sewanya. Ketika ada odalan, dia akan turun dan mendokumentasikannya. Setiap ada acara agama atau adat dia terus melakukannya.

Suatu hari ketika malam tiba, dia melihat orang-orang berkumpul di jalan. Penasaran, ikut menonton. Ternyata ada pertunjukan tarian. Fotografer itu langsung menemui sang penari dan dengan bahasa yang pas-pasan dia berusaha berkomunikasi. Ini bagian awal dari film tersebut dan awal dari keromantisan mereka yang berujung petaka.

Tepat pada saat itu, tubuhku tiba-tiba gemetar. Kedinginan seperti menamparku tiba-tiba bagaikan badai kencang yang berembus. Kepalaku terasa pusing. Rasa pusing itu semakin lama semakin keras dan rasa dingin tubuhku semakin dingin.

“Kumala, kau sakit.”

Aku tidak dapat menjawabnya. Tubuhku terasa sangat lemas dan aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya.

******

Ketika aku bangun, seseorang memeriksaku dan kemudian berbicara dengan suamiku. Aku tidak tahu apa yang di katakannya. Tubuhku lemas dan sekarang berada di ruang serba putih. Ini bukan rumah sakit, mungkin di ruangan bioskop itu.

Kepalaku terasa pusing dan keringat meluncur deras di dahiku. Tubuhku terasa lengket dan rasanya tidak nyaman.

“Kumala, kamu sakit.”

Aku hanya bisa memandangnya kemudian tertidur, tapi bahkan aku tidur pun tidak merasakan kenyamanan. Di dalam cahaya remang-remang itu, putri muncul lagi. Dia sudah mati, tapi hantunya masih menghantuiku. Kenapa dia harus muncul lagi?

Dia tidak menoleh ke arahku, tapi punggungnya yang putih di balut kebaya hitam membuatnya terlihat indah. Namun, bagiku punggung dan kebaya hitam itu adalah kematian dan simbol kehancuran. Hantunya sering menghantuiku dan dia selalu muncul seperti ini dan selalu. Sementara aku berjalan perlahan-lahan. Ketika mengulurkan tangan untuk menepuk bahunya, tiba-tiba aku tersadar. Selalu seperti itu. Punggungku terasa basah karena keringat. Aku harus ganti pakaian.

Suamiku datang memberikan air. Aku mengusap keringat di dahi kemudian meminumnya dan kembali tidur. Aku sudah tidak peduli di mana aku berada sekarang. Tubuhku masih lemas.

“Kumala, kata dokter kamu harus beristirahat total. Penyakitmu belum sepenuhnya sembuh.”

“Kau memanggil dokter ke sini?”

Dia mengangguk.

“Berapa harganya?”

“Itu tidak penting, sekarang kau harus beristirahat.”

“Kenapa tidak penting? Kita sudah kekurangan uang. Jika bukan karena orang itu, aku tidak akan pergi ke sini. Uang tersisa terlalu berharga. Uang itu kita gunakan untuk membiayai sekolah sari.”

“Itu tidak lebih berharga dari pada nyawamu.”

Aku tertegun. “iya, nyawaku sangat penting. Jika tanpa aku, tidak ada yang melindungimu lagi.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!