Fatan dan Fadil adalah saudara kembar yang memiliki karakter berbeda. Fatan dengan karaktetnya yang tenang dan pendiam. Sedangkan Fadil dengan karakternya yang aktif, usil dan tengil. Namun keduanya sama-sama memiliki kepribadian yang baik. Karena dari kecil mereka sudah dididik dengan ilmu agama.
Suatu saat mereka bertemu dengan jodoh masing-masing.Pasangan keduanya berbanding terbalik dengan karakter mereka. Fatan dengan seorang wanita yang agak bar-bar. Sedangkan Fadil dengan seorang wanita yang pemalu.
Akankah mereka bisa bertahan dengan pasangan masing-masing?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fatan
Satu minggu kemudian.
Kita beralih ke cerita Fatan dulu ya
Fatan sudah bersiap-siap untuk berangkat ke Malang. Ia sudah berpamitan kepada orang tuanya melalui telpon. Bunda Salwa dan Abi Tristan hanya bisa memberi restu dan mendo'akannya.
"Leh koe sing ati-ati ( Nak, Berhati-hatilah kamu)." Pesan Pak Yai.
"Inggeh, Buya. Kulo pamit, pandungani pun (Iya, Buya. Saya pamit, do'a kan saja)." Ujar Fadil seraya sungkeman kepada Pak atau dan Bu Nyai.
Sebenarnya Pak Yai dan Bu Nyai ingin sekali menjadikan Fatan menantu mereka namun, mereka tidak memiliki putri yang seumuran Fatan. Putri mereka yang pertama sudah menikah dan memiliki putra. Sedangkan putri mereka yang bungsu masih sekolah SD. Saat ini mereka melepas kepergian Fatan bersama santri lainnya.
Fatan ditugaskan di Malang, tepatnya di sebuah desa. Di sana ia akan mengajar di sebuah madrasah. Fatan akan tinggal di rumah seorang kepala desa di sana.
Fatan pun berangkat menggunakan sepeda motor miliknya. Awalnya sepeda motor yang dibelikan Abinya adalah sepeda motor mahal namun Fatan menukarnya dengan sepeda motor matik biasa, lalu sisa uangnya ia sumbangkan ke pesantren. Fatan ingin jati dirinya tidak terlalu terekspose. Karena ia tidak mau orang kain melihatnya hanya karena ia adalah anak orang penting dan berada.
Saat ini Fatan sedang berhenti di salah satu Masjid. Ia akan shalat Dhuhur di sana. Setelah selesai shalat, Fatan mampir di kedai dekat masjid untuk makan siang. Ia memesan nasi pecel untuk menu makan siangnya.
Setelah selesai makan siang, Fatan melanjutkan perjalanannya menuju tempat tujuan. Setelah melewati jarak yang cukup jauh, ia sampai di gapura desa. Ada seseorang yang menunggunya di sana. Ia adalah salah satu ustadz yang juga mengajar di Madrasah tempat Fatan akan bertugas. Namanya Ustadz Sukri, Fatan tahu karena mereka sudah berkenalan di WA. Ustadz Sukri berusia 5 tahun lebih tua dari Fatan, dan
"Assalamu'alaikum, Ustadz."
"Wa'alaikum salam, apa kabar ustadz?"
"Alhamdulillah sehat, bagaimana dengan ustadz sendiri?"
"Alhamdulillah, seperti yang ustadz lihat."
"Mari ustadz, kita langsung saja ya ke Madrasah untuk perkenalan terlebih dahulu. Setelah itu, kita ke rumah Pak Kades."
"Siap Ustadz, monggo."
Fatan pun melajukan motornya kembali mengikuti ustadz Sukri. Ia melewati pemandangan terasering persawahan dan juga kebun tebu. Sungguh desa yang sejuk dan asri. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 15 menit, mereka pun sampai di lokasi. Nampak anak-anak sedang berada di dalam kelas, karena sudah waktunya masuk. Ustadz Sukri membawa Fatan ke dalam kantor.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam.. "
Di sana sudah ada Ustadz Mukmin selalu kepala sekolah sekaligus pemilik yayasan. Fatan langsung mencium punggung tangan Ustadz Mukmin.
"Alhamdulillah, Ustadz Fatan sudah sampai dengan selamat. Bagaimana perjalannya ustadz?"
"Alhamdulillah lancar, saya sangat senang bisa mengunjungi desa ini."
"Alhamdulillah, kalau begitu mari kami ajak ustadz ke kelas untuk berkenalan dengan santri kami."
"Iya monggo, Ustadz."
Fatan di bawa ke dalam kelas untuk perkenalan kepada santri kelas 6 ibtidaiyah yang akan menjadi anak didiknya. Nampak para santri menyambut Fatan dengan senang hati. Bahkan terlihat santri di kelas lain mengintip karena penasaran dengan ustadz baru mereka.
Setelah perkenalannya dengan para santri, Fatan diantarkan Ustadz Sukri ke rumah kepala desa yang letaknya sekitar 200 meter dari Madrasah. Namun saat di tikungan, Motor Fatan ditabrak sebuah mobil. Fatan pun terjatuh. Ustadz Sukri yang mendengar suara tabrakan pun menghentikan motornya. Dan saat mengetahui Fatan yang tertabrak, Ustadz Sukri langsung turun. Orang yang mengendarai mobil pun turun. Ternyata pengendaranya seorang perempuan. Perempuan tersebut memakai celana jeans dan sweter, namun ia juga mengenakan pashmina yang dililitkan seperti model saat ini.
"Maaf, maaf saya tidak sengaja!" Ujar perempuan itu.
Saat melihat wajah Fatan, perempuan tersebut terpesona. Ia membuka kacamata hitamnya.
"Masyaallah... ganteng banget! Apa aku bermimpi bertemu seorang pangeran di desa terpencil ini?"
Ustadz Sukri membantu Fatan membangunkan motornya.
"Ustadz, apa anda terluka?"
"Alhamdulillah tidak ustadz, hanya ini tanganku keseleo dan lecet sedikit."
"Eh... Mas, maafkan saya, tadi saya kurang fokus nyetirnya. Apa Mas perlu dibawa ke rumah sakit? Biar saya yang tanggung jawab."
"Tidak perlu Mbak, saya baik-baik saja."
"Sekali lagi saya minta maaf."
"Iya tidak apa-apa."
"Maaf apa anda orang pendatang di desa ini? Karena saya baru kali ini melihat anda." Ujar Ustadz Sukri.
"Iya saya baru kali ini datang ke sini. Saya ke sini mau pergi ke rumah kepala desa, apa anda bisa memberitahu saya?"
"Oh, kebetulan sekali! Ustadz ini juga mau pergi ke sana. Mari biar sekalian."
Perempuan tersebut masuk ke dalam mobilnya. Fatan naik ke motornya dan melajukannya.
Akhirnya mereka pun sampai di rumah kepala desa. Rumah yang cukup besar daripada rumah yang lain. Di rumah itu juga terparkir mobil dan sepeda motor. Ada juga gazebo di depannya sebagai tempat tongkrongan atau ronda.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salaam.
Ternyata, Bapak kepala desa dan istrinya sudah menunggu mereka di kursi teras rumah.
"Ustadz Sukri mari masuk." Ujar Bapak Kepala desa.
"Lho itu tamu yang dari Jakarta juga datang, Pak." Ujar Ibu kepala desa.
Perempuan tersebut tersenyum lalu menjabat tangan Ibu kepala desa.
"Iya bu, kebetulan tadi ketemu dengan ustadz ini."
"Oh iya, mari silahkan duduk."
Ibu kepala desa mengambil minuman untuk mereka.
"Ayo silahkan diminum, maaf seadanya. Namanya juga di desa."
Mereka pun meminumnya untuk menghormati tuan rumah.
"Pak Kades, ini yang namanya Ustadz Fatan."
"Iya Ustadz Sukri. MasyaAllah, saya senang sekali Ustadz Fatan bisa mengabdi di desa saya. Dulu saya juga alumni dari pondoknya Buya."
"Masyaallah, beruntung sekali saya bisa dipercaya untuk mengabdi di sini."
"Ustadz Fatan, anda bisa tinggal di kamar depan itu. Itu memang kamar kosong khusus untuk tamu. Tapi maaf kamarnya tidak terlalu besar."
"MasyaAllah, tidak perlu besar yang penting nyaman, Pak."
"Oh iya dari tadi kami tidak bertanya ini si cantik yang dari Jakarta. Maaf ya Nis, Om sampai lupa tanya kabarmu."
"Nggak pa-pa Om."
"Nis, kamu tinggal di kamar anak Om si Raya. Anaknya kan lagi di pesantren, jadi sekarang kosong. Ndak pa-pa ya?"
"Nggak pa-pa Om, sudah dikasih tumpangan juga udah senang."
Ustadz Sukri pamit karena harus kembali mengajar di Madrasah. Fatan masuk ke kamarnya membawa barang bawaannya. Ia hanya membawa tas besar yang berisi baju serta peralatan mandi, ia juga membawa tas ransel yang berisi kitab dan buku. Kamar berukuran tiga kali empat meter itu cukup untuk ditempati seorang Fatan. Di dalam kamar sudah ada tempat tidur berukuran sedang, dan juga lemari baju dia pintu. Di situ juga ada berminat yang menempel di dinding. Beruntungnya lagi ada kamar mandi kecil di dalamnya. Jadi Fatan tidak perlu repot untuk masuk ke rumah Pak Kades.
Bersambung....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Ayo ustad kalau memang ada hati, coba istikhoroh dan perjuangkan dengan memohon pada yang punya /Ok//Kiss//Kiss/
selamat hari raya Idul Adha thorr, maaf lahir batin🤍
lanjut thor double up