NovelToon NovelToon
Rahim Titipan

Rahim Titipan

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat
Popularitas:37M
Nilai: 4.9
Nama Author: Almaira

Aaric seorang CEO muda yang belum terpikir untuk menikah harus memenuhi keinginan terakhir neneknya yang ingin memiliki seorang cicit sebelum sang Nenek pergi untuk selama-lamanya.
Aaric dan ibunya akhirnya merencanakan sesuatu demi untuk mengabulkan keinginan nenek.
Apakah yang sebenarnya mereka rencanakan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Almaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menangis.

Aaric terus menyuapi Naina dengan terus diperhatikan oleh Nenek dan Winda.

"Setelah makan, cepatlah tidur agar besok kamu cepat pulih."

Naina mengangguk.

"Baiklah kalau begitu Nenek pergi dulu." Nenek pamit, begitu juga dengan Winda, mereka berdua meninggalkan kamar.

Sepeninggal keduanya, Naina terlihat salah tingkah, dia langsung mencoba mengambil piring di tangan Aaric.

"Maaf merepotkan."

Tapi Aaric tidak membiarkan Naina mengambil piring di tangannya.

"Ingat kata nenek, kamu harus menghabiskan makanan ini." Aaric akan menyuapi Naina.

"Aku akan makan sendiri." Naina menggelengkan kepala sambil menutup mulutnya.

"Hari ini kamu pasti lelah karena membereskan semua baju-bajuku, jadi aku akan menyuapimu sampai nasi di piring ini habis."

"Tidak, aku bisa makan sendiri."

Aaric mengulum senyum.

"Kamu ingin aku memanggil Nenek?" Aaric mengancam Naina.

Naina menggelengkan kepalanya pelan.

"Kalau begitu, makan nasi ini." Aaric menyodorkan sendok ke mulut Naina.

Naina terpaksa membuka mulutnya, dengan tampak malu-malu Naina makan sambil menundukkan kepalanya, sesekali melirik Aaric yang juga menunduk melihat piring yang dipegangnya.

"Kamu tidak memakai cincin pemberianku," ucap Aaric sambil pelan.

Naina langsung melihat ke jari tangannya yang memang tak mengenakan cincin pemberian Aaric sebagai mas kawin darinya.

"Aku menyimpannya, cincin itu terlalu mewah buatku."

"Apa itu berarti kamu tidak menyukainya?" Aaric menatap wajah Naina.

"Aku hanya merasa tidak cocok memakainya," jawab Naina menundukkan kepalanya.

Aaric masih menatap wajah Naina.

"Apa yang membuatmu merasa tidak cocok?"

Naina mengangkat kepalanya, melihat Aaric yang sedari tadi menatapnya.

"Aku hanya anak panti, tidak pantas memakai cincin semahal itu."

"Kamu memang anak panti, tapi sekarang kamu istriku." Aaric menatap Naina semakin lekat.

Naina lagi-lagi menggelengkan kepalanya.

"Aku..aku hanya gadis yang disewa rahimnya oleh ibu anda," ucap Naina pelan sambil kembali menunduk.

Aaric tersentak mendengar jawaban Naina.

"Jadi hanya sebatas itu hubungan diantara kita di matamu," ucap Aaric masih tersenyum kecil.

Naina diam tak menjawab.

"Aku sudah kenyang."

"Baiklah." Aaric yang tampak kesal lalu berdiri untuk menyimpan piring itu di atas meja.

Naina memperhatikan langkah Aaric yang berjalan mendekati kasur lalu mengambil bantal di sampingnya.

Naina segera beranjak dari duduknya sambil mengambil bantal.

"Aku saja yang tidur di kursi."

"Tidak. Biar aku saja." jawab Aaric tanpa melihat Naina.

Namun Naina rupanya tidak mendengarkan perkataan Aaric, dia tetap berjalan mendekati sofa sambil memeluk bantal, membuat Aaric semakin kesal dibuatnya.

Naina menyimpan bantal itu di sofa lalu duduk di sampingnya lalu membaringkan tubuhnya perlahan disana, membuat Aaric semakin dibuat kesal olehnya.

***

Dr. Dani dan Ryan menatap wajah Aaric dengan serius.

Aaric yang tengah bekerja tidak menghiraukan tatapan kedua sahabatnya, dia terus fokus melihat layar komputer di depannya.

"Apa kalian tidak mempunyai pekerjaan selain datang ke kantorku setiap hari dan menggangguku?" tanya Aaric dengan mata yang masih menatap komputer.

Keduanya menggelengkan kepala pelan.

"Aku lupa kalau rumah sakit tempatmu bekerja adalah milik ayahmu," Aaric melihat Dani.

"Aku juga lupa kalau kamu hanya makan gaji buta, posisimu direktur tapi masih ayahmu yang mengerjakan semua tugasmu." Aaric melihat Ryan.

Aaric kembali menatap layar komputer.

"Aku baru pulang dari rumah sakit karena tadi malam aku piket, sebelum kembali ke rumah, aku ingin bertemu denganmu dulu." ucap Dani.

"Aku juga. Baru saja menemui klien penting, sebelum kembali ke kantor, aku juga ingin bertemu denganmu dulu."

"Ada apa kalian berdua ingin bertemu denganku?" tanya Aaric.

Dani membenarkan posisi duduknya.

"Bagaimana?" tanya Dani

"Apa?"

"Malam pertamamu?" tanya Ryan.

"Tidak terjadi apapun." jawab Aaric enteng.

"Apa!?" Dani dan Ryan terperanjat.

"Tidak ada apapun." Aaric mengulangi jawabannya.

Dani menepuk keningnya berkali-kali.

"Kamu melewatkan masa subur wanita itu." lirih Dani.

"Kamu melewatkan indahnya malam pertama" lirih Ryan.

Aaric menghela napas sambil menyandarkan tubuhnya pada kursi.

"Aku tidak bisa melakukannya."

"Maksudmu?" Dani mengerutkan keningnya.

"Benar kataku kan? Aaric mempunyai masalah dengan 'alat tempurnya'," ucap Ryan menepuk pundak Dani.

"Benarkah seperti itu?" tanya Dani melihat Aaric dengan serius.

Aaric melempar Ryan dengan pena.

"Tentu saja tidak!!" jawab Aaric kesal melihat kedua sahabatnya.

"Syukurlah, aku pikir apa yang dikatakan Ryan benar." Dani terlihat lega.

"Mana bisa kamu tahu, toh kamu belum mengetesnya." Ryan melihat Aaric sambil tersenyum.

"Diam kamu!" Aaric lagi-lagi dibuat emosi.

"Sudah-sudah, sekarang katakan kenapa kamu belum melakukannya?" Dani bertanya dengan serius.

"Karena aku tidak mau memaksanya, wanita itu bahkan tak berani menatap wajahku, badannya sudah gemetar jika berdekatan denganku, hanya berdekatan saja sudah seperti itu bayangkan bagaimana jika aku menyentuh bahkan mencumbunya."

Dani dan Ryan mengangguk mengerti.

"Itu wajar, umurnya masih 19 tahun, dan aku yakin jika dia gadis yang baik dan belum pernah berpacaran, kamu harusnya merasa beruntung karena kamu pria pertama baginya." ucap Dani.

Aaric memijat keningnya.

"Aku tahu dan jujur saja itu membuatku sedikit tertarik padanya, dia lain dari wanita-wanita lainnya yang berlomba menarik perhatianku, mencoba merayu untuk mendapatkanku. Aku akui dia gadis istimewa terlebih sikapnya pada ibu dan nenekku yang tulus."

Dani tersenyum senang mendengar perkataan sahabatnya.

"Apa itu berarti kamu sudah jatuh cinta padanya?"

Aaric terdiam memijat keningnya.

"Aku tidak tahu, sesaat kadang aku merasa terpesona akan kecantikan dan ketulusannya, namun sesaat juga aku merasa kalau aku tidak mungkin jatuh cinta semudah itu pada seorang wanita, terlebih aku baru saja mengenalnya dan lagi...kalian pasti tahu alasan lainnya."

"Aku tahu, pasti karena Tari." Ryan menyandarkan tubuhnya pada kursi dengan lesu.

"Ini sudah lima tahun dan kamu belum bisa melupakannya?" tanya Dani.

Aaric terdiam.

Dani dan Ryan saling berpandangan.

"Lalu jika kalian belum bisa melakukannya, bagaimana bisa wanita itu hamil sedangkan dia harus secepatnya mengandung anakmu."

Aaric lalu menceritakan jika dia dan ibunya terpaksa harus membuat skenario baru dimana Naina harus berpura-pura keguguran, hal itu memungkinkan mereka mempunyai waktu sejenak untuk kemudian hamil sesuai keinginan Nenek.

"Ide bagus. Syukurlah jika Nenekmu menerima drama keguguran itu dan kesehatannya tidak terganggu." ucap Dani.

"Nenek sepertinya mengerti, tapi tetap saja dia berharap agar Naina secepatnya hamil kembali."

"Lakukanlah pendekatan terlebih dahulu, perlakukan wanita itu selayaknya istri yang kamu cintai." Ryan memberi saran

"Aku sudah mencoba melakukannya, tapi dia selalu menjaga jaraknya dariku karena dia menganggap dirinya hanya sebagai wanita yang disewa rahimnya oleh aku dan ibuku, bukan istriku."

"Tapi memang benar seperti itu kan?" tanya Dani.

Aaric terdiam.

***

"Ibu sudah dulu ya, nanti aku telepon lagi, aku harus pergi ke kampus."

Naina menutup teleponnya, air mata merembes keluar dari kedua kelopak matanya, dia terisak sambil terus mencoba menghapus air mata yang terus keluar dengan sendirinya.

Naina yang duduk di pojok di samping lemari tampak seolah ingin bersembunyi malah semakin tak bisa mengendalikan diri, dia terus terisak menangis dengan tersedu-sedu.

Hingga beberapa saat, Naina tampak sudah sedikit lega, dia yang sudah tidak lagi menangis, beranjak dari duduknya untuk berdiri, namun betapa terkejutnya dia melihat Aaric yang sudah berdiri sambil melihatnya.

"Sejak kapan anda disini?"

"Cukup lama, sampai aku bisa mengerti apa yang membuatmu menangis di sudut lemari seperti itu."

1
Ds Phone
hanya anak jadi ubat nya
Ds Phone
kenapa keritis
Ds Phone
jumpa kau ni lagi hantu
Ds Phone
jangan harap kau kena cukup cukup dulu
Ds Phone
dia orang nya rupa nya
Ds Phone
itu angan angan dia fari kecil
Ds Phone
apa dia agak nya
Ds Phone
gila cinta habis
Ds Phone
ni satu lagi musuh meraka
Ds Phone
dia sayang ibu dia
Ds Phone
dia dah tahu rupa nya
Ds Phone
perumpuan tu tak habis habis buat jahat
Ds Phone
yang jahat bini dia
Ds Phone
apa yang dia buat pulak
Ds Phone
meraka bertemu
Ds Phone
kau kacau lagi anak kau bini kau tu no satu nya
Ds Phone
dah jumpa pulak
Ds Phone
emak dia ni buat kacau lah dengan masalah dia lagi
Ds Phone
dia pun rindu tapi keras kepala
Ds Phone
semoga nia akan dengar suaima nys
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!