NovelToon NovelToon
Ini Cinta 365 Hari Atau Cinta 669 Masehi?

Ini Cinta 365 Hari Atau Cinta 669 Masehi?

Status: sedang berlangsung
Genre:Transmigrasi ke Dalam Novel / Time Travel / Reinkarnasi / Fantasi Wanita / Peramal / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:6k
Nilai: 5
Nama Author: Naniksay Nay

Kerajaan Galuh, sebuah nama yang terukir dalam sejarah tanah Sunda. Namun, pernahkah kita menyangka bahwa di balik catatan sejarah yang rapi, ada sebuah kisah cinta yang terputus? Sebuah takdir yang menyatukan seorang pangeran dengan gadis desa, sebuah janji yang terikat oleh waktu dan takdir.

Kisah tragis itu membayangi kehidupan masa kini Nayla, seorang wanita yang baru saja mengalami pengkhianatan pahit. Di tengah luka hati, ia menemukan sebuah kalung zamrud kuno peninggalan neneknya, yang membawanya masuk ke dalam mimpi aneh, menjadi Puspa, sang gadis desa yang dicintai oleh Pangeran Wirabuana Jantaka. Seiring kepingan ingatan masa lalu yang terungkap, Nayla mulai mencari jawaban.

Akankah di masa depan cinta itu menemukan jalannya kembali? Atau akankah kisah tragis yang terukir di tahun 669 Masehi itu terulang, memisahkan mereka sekali lagi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naniksay Nay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30 - Belum Saatnya

Kuliah berjalan seperti biasa.

Bimbingan juga berjalan seperti biasa, meski dosen pembimbing kedua mereka, Bu Ratri, lebih sering menghilang di antara jadwal rapat fakultas.

Tepat pukul dua belas siang, Rendi menepuk pundak Wisnu begitu mereka keluar dari ruang baca pascasarjana.

“Wis, makan siang di kantin FKIP Gedung A, yuk. Sotonya enak banget, kuahnya gurih parah,” katanya sambil mengacungkan jempol.

“Nanti aja, Ren,” jawab Wisnu santai, memasukkan buku ke dalam tas. “Kita ke Boulevard dulu.”

“Ngapain ke sana?” Rendi menatapnya penasaran.

“Ada titipan mangga dari Magelang… sekardus.”

“Kardus apa dulu?! kira-kira bisa buka manisan pas CFD nggak nih” seru Rendi spontan, terkekeh.

“Masa dijual… Nanti dimakan aja. Tiap hari. Sarapan, makan siang, makan malam…”.

“Kita langsung hipervitaminosis, Wis,” balas Rendi cepat.

Wisnu tertawa kecil. Suara tawanya terdengar ringan, tapi entah kenapa, di sudut pikirannya masih terbayang wajah Puspa, duduk di bawah tanjung, menunggunya mengupas mangga dengan sabar.

Ia menggeleng pelan, mencoba menghapus bayangan itu dari pikirannya.

Beberapa menit kemudian, mereka sudah tiba di Boulevard kampus. Sebuah mobil putih berhenti di ujung jalan, dan dari dalamnya keluar seorang pria berusia setengah baya dengan senyum ramah.

“Le Wisnu… gimana kabarnya?” sapa Pak Tris.

“Baik, Pak. Pak Tris dan keluarga apa kabar? Liburan ya, Pak?” Wisnu membalas sambil tersenyum.

“Sehat semua, Le. Iya ini, mumpung Nadin pulang dari Jakarta, jadi ponakannya pada ngajak ke Jurug Zoo,” jawab Pak Tris dengan tawa kecil.

Dari balik mobil, muncul Bu Tris, mengenakan topi lebar dan kacamata hitam, disusul Nadin, gadis berambut sebahu dengan gaya santai, mengenakan celana jeans dan kaos putih.

“Mas Wisnu!” Nadin melambai sambil berjalan mendekat. “Ayo ikut kami ke Jurug. Udah lama banget nggak ketemu.”

“Wah sayang banget Nad, masih ada kuliah…” Wisnu terkekeh, menurunkan kardus besar dari bagasi mobil bersama Rendi.

“Buset, berat bener ini, Wis! Isinya mangga semua, nih?” keluh Rendi, menahan napas sambil memegangi sisi kardus.

“Iya, Ren. Sekardus, bukan kiasan,” balas Wisnu tapi matanya berkilat geli. "Ini saya ambilkan untuk Pak Tris"

“Nggak usah. Bapakmu juga ngasih sekardus buat kita kok,” kata Bu Tris sambil tertawa kecil. “Katanya panen tahun ini manis sekali.”

“Oh begitu ya, Bu,” sahut Wisnu sambil menggaruk kepalanya.

Nadin tertawa kecil. “Mas Wisnu udah jadi mahasiswa masih aja kikuk. Dulu juga, paling rajin bantu angkat barang, tapi begitu disuruh makan, langsung kabur.”

Rendi melirik cepat ke Wisnu, menahan tawa. “Wah, sejarah lama nih? Aku belum pernah denger cerita ini!”

Wisnu hanya tersenyum tipis.

“Nggak semua masa lalu perlu diceritain, Ren.”

Rendi tertawa. “Waduh, kedengerannya justru makin menarik!”

Pak Tris menggeleng pelan sambil terkekeh. “Wisnu dulu sering main ke rumah, Nadin suka sebel karena disuruh ngerjain PR bareng. Soalnya Wisnu nya rajin... nah...Nadinnya yang....yaaa...”

“Bapak!” protes Nadin, pipinya memerah. "Sukanya mempermalukan anaknya yaa!”

Rendi yang berdiri di sebelah Wisnu sambil memandang kardus mangga yang sudah hampir robek di ujungnya. “Nih, Wis, kalau kita bawa ke laboratorium FMIPA bisa sekalian penelitian, ‘Studi Empiris Kelebihan Fruktosa di Kalangan Mahasiswa Pascasarjana.’”

Wisnu hanya mendengus. “Nanti hasilnya: Rendi terkena hipergula stadium akhir.”

Nadin tertawa mendengar.

Rendi malah menatap Nadin dengan mata jahil. “Mbak Nadin… kan kenal Wisnu udah lama nih,” katanya sambil menyengir lebar. “Pacarnya Wisnu udah berapa, Mbak? Hitungin dong.”

Wisnu langsung mendesah panjang. “Hmmm… mulai lagi, Ren…” gumamnya, sambil memijit pelipis.

Rendi pura-pura serius. “Siapa tahu, Mbak, saya bisa bantu promosiin ke dosen-dosen single di fakultas.”

Nadin ngakak sampai harus menutup mulut. “Wisnu itu dari dulu pendiem banget, Mas. Ada banyak sih yang dulu mau deket sama dia, tapi… adeknya galak!”

“Galak?” Rendi mengerutkan alis. “Maksudnya Kenanga?”

Nadin mengangguk cepat, matanya berbinar. “Iya! Aku inget banget. Waktu itu ada temen sekelasku suka banget sama Wisnu. Eh, baju temenku diguyur kecap sama Kenanga! Padahal waktu itu Kenanga masih SD, lho.”

Rendi langsung menatap Wisnu dengan wajah kagum. “Waaah… Kenanga cegil idolaku!”

Wisnu memutar bola mata, menahan tawa. “Dikiranya aku waktu sekolah mafia kali ya, Ren… sampe ada bodyguard segala.”

Nadin tertawa makin keras, sampai-sampai Bu Tris ikut geleng-geleng kepala di belakang.

“Ya sudah, Mas,” ujar Nadin sambil tersenyum. “Kita ke Jurug dulu, ya. Nanti keburu sore.”

“Siap, hati-hati ya, Nad, Pak, Bu,” sahut Wisnu sopan.

Nadin melambaikan tangan.

“Dadah, Mbak Nadin! Salam buat Kenanga — idola ku!” seru Rendi sambil melambaikan tangan lebay.

Wisnu hanya bisa geleng-geleng kepala, tapi senyumnya tak bisa disembunyikan. Begitu mobil Pak Tris melaju pergi, ia menatap kardus mangga yang tergeletak di trotoar.

...Tak Jujur...

Rendi dan Wisnu kembali ke kos sebentar. Kardus besar berisi mangga mereka taruh di pojok dekat kulkas.

“Sekardus penuh, Wis… Ini kalau busuk bareng, kamar kita bisa kayak pabrik parfum alami,” kelakar Rendi sambil menjatuhkan diri ke kasur.

Wisnu hanya terkekeh. “Tenang, aku pilihin nanti. Yang matang buat hari ini, yang setengah matang buat lusa. Yang masih keras… buat kamu.”

Rendi pura-pura protes. “Ih, enak aja. Aku bagian tester yang manis lah, bukan bagian sisa.”

Setelah makan siang cepat di warung depan gang, mereka kembali ke kampus untuk kuliah metodologi sejarah.

Ruangannya panas, dosennya berbicara lambat, dan jam terasa melar panjang sekali. Begitu kelas selesai jam tiga sore, keduanya langsung melangkah cepat pulang ke kos.

Sore sudah mulai turun ketika Wisnu membuka kardus mangganya. Aroma manis yang tajam langsung memenuhi kamar. Ia jongkok di lantai, mulai memilah-milah satu per satu buah itu.

“Yang ini sudah matang sempurna,” gumamnya pelan, menaruh beberapa di piring. “Yang ini… masih bisa disimpan dua hari.”

Rendi menatap sahabatnya sambil menyeruput es teh. “Mentang-mentang ortunya juragan mangga, gayanya udah kayak penjual mangga profesional.”

Wisnu melirik sekilas. “Dari pada ngoceh mulu, mending bantuin. Nih, bedain mana yang manis, mana yang asem.”

Rendi nyengir, lalu mengambil satu dan menggoyang-goyangkannya. “Hmm… ini sih yang bisa dijadiin konten: ‘Membedakan Mangga Berdasarkan Getarannya.’”

Wisnu hanya menggeleng, tapi sudut bibirnya terangkat. “Kalau mangga aja kamu bisa tuh lancar cari judul, judul tesis apa kabar?”

Rendi mengangkat bahu. “Lha justru ini belajar riset etnobotani, Wis. Studi kasus: perilaku manusia saat dihadapkan pada buah menggoda.”

Wisnu tak menanggapi.

Ia hanya mengelap satu mangga, memperhatikan warna kulitnya yang kekuningan dengan bintik hijau samar.

Aroma itu entah kenapa, mengingatkannya pada sesuatu. Pada sore yang lain. Pada tangan seseorang mengambil potongan mangga di bawah sinar senja.

Ia terdiam beberapa saat.

“Wis?” panggil Rendi sambil melambaikan tangan di depan wajahnya.

“Heh?” Wisnu tersadar. “Nggak, nggak apa-apa. Cuma keinget sesuatu aja.”

“Keinget siapa, kali,” goda Rendi.

Wisnu hanya mendesah. “Bantuin aja, Ren. Yang ini kita potong, simpan di kulkas. Malam nanti bikin jus.”

“Siap, Bos Mangga,” jawab Rendi sambil tertawa.

Keduanya pun sibuk di lantai kos yang sempit itu. Pisau kecil beradu dengan kulit buah, aroma manis menguar, menempel di udara sore yang makin redup.

“Ren, ini walau udah kita bagi kanan kiri kosan, masih banyak banget deh… Temenmu mau nggak?” tanya Wisnu sambil menunjuk tumpukan mangga.

“Siapa? Nayla? Ya mau banget lah. Dulu waktu SD aja kita pernah nyuri mangga di rumah Pak RT,” jawab Rendi sambil tertawa mengingat masa kecil.

Wisnu ikut terkekeh. “Jadi kalian partner in crime, ya?”

“Fix,” balas Rendi sambil mengangkat jempol.

Wisnu mengambil beberapa buah mangga yang paling matang. “Nih, nanti malem anterin aja. Biar dia dapet stok vitamin C alami.”

“Lah, ayo sama kamu sekalian. Kamu belum pernah ketemu Nayla kan?” Rendi memandangi Wisnu curiga. “Catatan sama kalungnya aja dibawa-bawa terus, orangnya malah nggak pernah kamu temuin.”

Wisnu mengerjap cepat, sedikit gugup. “Malam ini aku nggak bisa, Ren.”

“Kenapa? Tugas udah kita selesein tadi siang.”

Wisnu menarik napas. “Itu… aku mau video call sama Bapak Ibu.”

Rendi menatapnya dengan wajah menggoda. “Ya video call aja di kafenya Nayla. Biar sekalian kenalan.”

Wisnu menggeleng cepat. “Urusan keluarga, Ren. Nggak enak kalau banyak orang.”

Rendi mengangkat bahu, tak memaksa. “Ya udah deh. Tapi aku titip salam buat Kenanga ya… eh maksudnya, buat Bapak Ibu.”

Ia mengangguk kecil.

Wisnu memandang kardus yang masih setengah penuh. Ia duduk di tepi kasur, lalu menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong.

Sebenarnya bukan video call yang ia tunggu malam ini,

Ia ingin tidur lebih cepat.

Siapa tahu malam ini, Puspa datang lagi.

Mungkin kali ini ia bisa tahu lebih banyak, tentang dunia yang selalu menunggunya di balik mimpi.

1
SENJA
terserah nayla katanya 😂😂😂
SENJA
laaah yah memang sejarah kan gitu banyakan mitos, legenda dan bualan di banding berdasarkan penelitian, bukti konkrit dan sebagainya 😳😌
SENJA
wakaaka pasti bingunglah kamu ga masuk dalam mimpi 🤣
SENJA
naaah ga jelas kan ini cowok! usir nay! tuman nih orang ga tau malu! 🥴😤
SENJA
ck ... jangan lemah hati oiii ga bener itu orang 😤
SENJA
ahhh payah lu cemen! balas dulu penderitaan puspa! ratain kadipaten jagatpati 😳
Naniksay Nay: bentar kak..... nanti aja rata2innya🤣.....
total 1 replies
SENJA
terserah apa citamu tapi balas dulu kematian puspa! jagatpati harus mati jugalah
SENJA
hukum semua harusnya yang ada di kadipaten itu wira 😳
SENJA
jadi tempat puspa dibakar itu ibu kota kadipaten atau ibu kota galuh? lupa aku 😂 wilayah jagatpati ya?
SENJA
kamu harus tindak tegas itu jagatpati, ga beres ini 😤
SENJA
wilayah yang suram 🥱 kalau di jepang di jaman feodal juga mungkin ini wilayah Shinbata Katsuie yang kaku dan kejam 🥴 beda dengan wilayah Kinoshita Tokichiro yang bebas lepas apa adanya 😂
SENJA
naaah iya harus tegas! mau wilayah jagatpati kek kalau ga beres yah tegur 😌🥱
SENJA
sekarang jagatpati lagi keblinger 😂😂😂
SENJA
di wilayah sunda mungkin gelarnya rakeyan jadinya, kalau di jateng jatim dan wilayah lain rakai atau rakryan yah 🤔
Naniksay Nay: Tergantung pada literatur yang dibaca kak
Sejauh yang saya tahu, “Rakryan” dan “Rakeyan” merupakan dua bentuk ejaan yang sama-sama merujuk pada gelar kebangsawanan di Kerajaan Sunda.
Namun, “Rakryan” lebih sering digunakan dalam sumber-sumber historis, sedangkan “Rakeyan” kadang muncul dalam konteks yang lebih umum atau sebagai bagian dari nama tokoh tertentu.
Gelar tersebut digunakan di kerajaan-kerajaan Jawa dan Sunda pada masa lampau
total 1 replies
Naniksay Nay
🤭diawasi pun licin kaya belut kak🙏
SENJA
naaah ini harus extra pengawasannya 🤭😂
SENJA
daaaan ada kencana si ular beludak 😌
SENJA
kaya reels gitu yah di otak langsung 🤭
SENJA
kaya kamu nay 😁
Yoseph Kun
balik lah guys. puspa mau dibakar... dia wanita. bukan singkong 🤣🤣🤣
Naniksay Nay: 🤭bentar bara api nya belom besar
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!