“Ara!!!!” pekikan bagai toa masjid begitu menggema di setiap sudut rumah ku yang tak begitu besar,
Ku hembuskan nafas kasar, mendengar suara yang begitu mengusik telinga di pagi yang begitu cerah ini.
“Bangun!!! Anak gadis jam segini belum bangun! Pantes aja jodohmu ga nongol-nongol” gerutu wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu, yang tak lain adalah mama ku tercinta.
“Ara capek ma!!” gumamku enggan beranjak dari ranjang kecilku yang begitu nyaman.
“ih, bangun ga? Atau mama siram pakai air!”
Begitulah ancaman yang aku dengarkan setiap aku bangun siang, padahal aku juga tak bangun siang tiap hari, hanya saat hari libur saja, apalagi saat aku kena palang merah seperti saat ini, jadi aku ingin menikmati masa istirahatku setelah di forsir kerja hingga malam hari.
***
“Bukannya aku terlalu pemilih, tapi bagaimana aku mau memilih, kalau laki-laki saja tak ada yang mendekatiku, tak ada yang mengharap menjadi pendamping hidupku”—Humaira Mentari
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon WS Ryani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 19
🌺Happy Reading🌺
Malam semakin larut, Ara dan adiknya telah sampai di rumah setelah mengisi perutnya dengan kenyang. Sesampainya di kamar Ara kembali menghela nafas memikirkan ucapan sang adik tadi saat mereka makan malam.
‘Semangat Ara!!’ gumamnya menyemangati dirinya sendiri dan segera membersihkan tubuhnya sebelum mengistirahatkan tubuhnya.
Saat dirinya bersiap untuk membaringkan tubuhnya, terdengar dering ponsel dari dalam tasnya menandakan kalau ada pesan masuk dalam ponselnya.
“Eh iya, mas Hafa tadi kirim pesan?” gumamnya pelan
Ara pun mengambil ponselnya dan mambaringkan tubuhnya sembari membalas pesan yang di tujukan padanya.
^^^‘Ara sudah sampai di rumah mas’^^^
Secepat kilat pesan yang Ara kirimkan pun mendapat balasan, mengurungkannya meletakannya ke nakas.
‘Alhamdulillah, buat istirahat kalau gitu, biar besok fresh’
...‘Iya ini mau istirahat, mas juga istirahat’...
‘iya, ini juga mau istirahat, good night’
^^^‘good night’^^^
Setelahnya Ara meletakan ponselnya ke atas nakas, lalu mengistirahatkan tubuh dan pikirannya dari rasa lelah yang ia rasakan hari ini.
Tak lupa Sebelum memejamkan matanya ia pun berdoa dan memohon agar di beri kekuatan mental dan kesabaran menghadapi esok hari, satu hari lagi harus ia lewati menghadiri acara pernikahan yang sejujurnya ia pun memimpikannya, namun apa daya, hingga saat ini pun tak ada pria yang meminangnya. Ia pun harus kembali bersiap menghadapi nyinyiran atau pertanyaan dari kerabatnya atau orang-orang yeng mengenalnya di acara besok.
‘Bismillah, kuatkanlah ya Allah’
***
Keesokan harinya, pagi setelah subuh, keluarga Ara tengah bersiap untuk menghadiri pernikahan dari sepupunya. Ara pun menghela nafas sebelum keluar rumah menyusul kedua orang tuanya yang telah masuk ke dalam mobil di mana sang adik telah duduk di balik kemudi.
“Berangkat dek” ucap Ara setelah duduk nyaman di samping sang adik.
Ara memasang wajah bahagia di depan semua orang, senyum tak luntur dari paras cantiknya saat menyambut tamu yang hadir di acara pernikahan sang sepupu.
Mengabaikan pertanyaan yang sama dari beberpa orang yang di kenalnya, ia bisa berdiri tegak dan bersikap layaknya keluarga yang berbahagia. Sejujurnya memang ada rasa bahagia karena walau bagaimanapun sepupunya telah menemukan jodohnya, hanya saja omongan yang tak enak dari beberapa oranglah yang membuatnya tak dapat menikmati hari bahagia sang sepupu.
Acara selesai sore hari membuat tubuhnya terasa lelah. Menjelang maghrib ia dan keluarganya tiba di rumah, tak ada yang banyak bicara hingga makan malam bersama usai, rasa lelah yang mendominasi membuat mereka segera masuk ke dalam kamar masing-masing untuk beristirahat, karena esok hari masih ada acara di tempat mempelai pria dari sepupunya.
Dalam dua hari ini Ara tak begitu memperhatikan ponselnya, membuat Hafa menghela nafas panjang dan bertanya-tanya, apakah segitu sibuknya hingga pesan yang ia kirimkan tak kunjung mendapat balasan.
“Mas Hafa kenapa sih?” tanya Rindi yang melihat sang kakak tampak lesu tak seperti biasanya.
Saat ini keduanya tengah duduk bersantai di ruang keluarga usai makan malam, sementara sang mama sudah masuk ke kamar untuk beristirahat.
“Ara ga bales pesan mas”
“Ya elah, lagi sibuk mas, kan sepupunya nikah.”
“Ya emang sesibuk itu sampai pesan mas aja ga sempat bales”
Rindi pun terkekah melihat tingkah sang kakak yang terlihat seperti anak remaja yang sedang kasmaran.
“mas kaya anak ABG aja sih, jatuh cinta sama mbak Ara membuat mas jadi kaya remaja lagi, ga cocok sama umur mas” ledek Rindi kemudian mengambil ponselnya dan membuka aplikasi pesannya.
“Nih, di grup divisi aja mbak Ara juga ga bales, pesan dari kemarin malah, jadi emang beneran sibuk dia” ucap Rindi memperlihatkan layar ponselnya di hadapan sang kakak.
Hafa pun menghela nafas, kemudian memilih ke kamar, meninggalkan sang adik yang masih saja meledeknya.
***
Keesokan harinya hari yang di nantikan Hafa akhirnya tiba, ia pun terlihat bersemangat untuk bersiap ke rumah pujaan hatinya. Saat tengah malam tadi ia mendapat balasan pesan dari pujaan hatinya yang mengatakan bahwa selama dua hari ini memang tak fokus dengan ponselnya, karena rasa lelah.
“Duh yang mau ngapel” seperti biasa godaan Rindi pada sang kakak yang lagi kasmaran seperti tak ada habisnya.
“Iya dong, jangan recokin mas seharian ini”
Setelah sarapan pagi bersama Hafa berpamitan pada sang mama dan melajukan mobilnya bergabung dengan kendaraan lainnya. Sebelum tiba di kediaman Ara dan keluarganya ia sempat beberapa kali berhenti untuk membeli buah tangan.
Hingga pukul 9.30 mobilnya telah memasuki halaman rumah Ara yang tampak asri.
“Assalamu’alaikum” ucapnya saat menaiki teras dan melihat mama Mira tengah mebersihkan daun-daun kering tanaman hias yang di letakan di pinggir teras.
“Wa’alaikumusalam, loh Nak Hafa, masuk nak” sambut mama Mira dengan sumringah melihat tamu yang datang.
“Iya bu” jawab Hafa dengan jantung yang bergedup kencang, saat meninggalkan rumah tadi rasanya begitu senang, tapi entah kenapa saat sudah tiba di kediaman gadis pujaan hatinya rasa gugupnya muncul dan membuatnya terlihat salah tingkah.
Mama Mira pun mempersilakan duduk kemudian mengambilkan air minum untuk di sajikan padanya.
“Ara nya ada bu?” tanya Hafa setelah dipersilakan menikmati minuman dan cemilan yang ada di depannya.
“Masih di pasar, mungkin sebentar lagi pulang.”
“Oh, eh,.. ini ada sedikit oleh-oleh bu” ucap Hafa lagi sembari menyodorkan beberapa kantong plastic yang berisi beberapa jenis makanan.
“Wah, kok repot-repot gini sih, makasih banyak ya”
Hafa pun tersenyum menganggukan kepala, kemudian meneguk minuman yang di sajikan untuknya berharap bisa menetralisir rasa gugupnya.
Tak berapa lama kemudian, papa Ilham ikut bergabung ke ruang tamu sembari menggendong Amoy kucing kesayangan Ara.
“Loh nak Hafa ke sini?”
“iya pak” jawab Hafa yang berdiri dan menyalami papa Ilham yang masih menggendong kucing berbulu lebat berwarna hitam putih itu.
“Ada apa nak?” tanya Ilham yang merasa heran dengan kedatangan Hafa yang tiba-tiba. Papa Ilham belum mengetahui kedekatannya dengan sang putri hingga membuatnya bertanya-tanya.
“Ya main lah pa, mau cari Ara” celetuk mama Mira yang duduk di samping papa Ilham setelah mengambilkan minum untuk suaminya.
“Oh, maaf nak, kalau boleh tau ada hubungan apa nak Hafa dengan Ara?” tanya papa Ilham to the point, membuat Hafa kembali di landa rasa gugup.
Pertanyaan itu seolah membuatnya menelan ludah kasar, meskipun sang penanya memperlihatkan senyum dan wajah teduhnya namun tak urung membuatnya meras sulit untuk berbicara. Bulir peluh terasa keluar dari punggungnya di tengah cuaca yang masih sejuk.
“Hmmm….. maaf pak, sebenarnya kami tidak ada hubungan apa-apa, tapi kalau bapak dan ibu mengijinkan saya ingin menjalin hubungan yang serius dengan putri bapak dan Ibu”
Brak!!!!
Tbc