NovelToon NovelToon
Shadows In Motion

Shadows In Motion

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: KiboyGemoy!

Karya Asli By Kiboy.
Araya—serta kekurangan dan perjuangannya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KiboyGemoy!, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 24

Ke-esokan paginya.

Rifan sudah berada di depan pintu apartemen, saat ingin mengetuk pintu, pintu tersebut sudah terbuka sehingga Rifan hampir megetuk jidat Araya.

"Eh." Araya reflek mematung.

Tuk!

Rifan terkekeh saat mengetuk sekali jidat gadis itu.

"Pagi," sapa Araya dengan senyuman pagi yang begitu cerah di kaya Rifan.

"Pagi juga, ayo."

Sepertinya Rifan akan terus menerus berangkat berdua bersama Araya. Itupun tidak masalah, dan tidak ada gosip tentang mereka.

.

.

Sesampainya di parkiran, mereka berdua pun jalan bersama seperti biasa.

Bugh!

Araya sedikit terhuyung ke samping untung Rifan dengan sigap menangkap bahunya.

Naya menutup mukutnya, terkejut walaupun terlihat bercanda. "Ups, sorry, ngga sengaja," ucapnya kembali melangkah.

"Kamu ngga papa kan?" tanya Rifan penuh perhatian.

Araya mengangguk. "Iya, ngga papa," ucapnya dengan kepala yang mengikuti langkah Naya.

Gadis itu berdehem. "Rifan, apa kamu memiliki sahabat?" tanya Araya saat mereka kembali melangkah.

"Tidak," jawabnya.

"Benarkah?"

Rifan mengangguk. "Aku memiliki banyak teman tapi tidak dengan sahabat," jelasnya.

Araya mengangguk paham. "Gitu, yah."

Sesampainya di kelas Araya dan Rifan langsung saja berjalan ke bangku mereka. Duduk dan mengambil kegiatan masing-masing. Seperti biasa Araya akan mengambil buku dan membacanya, sedangkan Rifan membuka ponsel dan bermain game.

"Permisi," ucap salah satu siswi berdiri di sebelah Araya.

Araya menoleh kemudian tersenyum sebagai sapaan, demi apapun siswi tersebut sedikit terkejut namun ia merasa senang karena Araya tidak lagi menyapanya dengan wajah datar.

"Ternyata kamu bisa senyum," reflek siswi tersebut. Namun dengan cepat mengatupkan kedua bibirnya.

Araya tersenyum. "Iya, kenapa?"

Dua buku siswi itu letakkan di atas meja, terlihat beberapa tanda tinta merah di sana. Araya langsung mengerti, karena bukan sesekali siswi itu datang kalau dihitung sudah lima kali.

Araya meraih buku tersebut, membacanya dengan serius sebelum kemudian ia menyuruh siswi tersebut mendekat dan menjelaskan bagian yang salah.

"Gimana, sudah paham?" tanya Araya.

Siswi tersenyum tersenyum kikuk, takut jika ia jujur.

"Masih belum, yah?" Siswi tersebut mengangguk.

Tiba-tiba saja Rifan menarik buku tersebut dari tangan Araya, membacanya dalam sejenak sebelum akhirnya dia yang menjelaskan secara singkat dan teliti. Pemuda itupun memberikan contoh dengan dunia nyata.

Araya terpukau melihat pemuda itu, matanya mengerjap tidak menyangka Rifan selihai diri dalam pelajaran.

"Wah, akhirnya aku paham. Makasih, yah, Araya dan Rifan," ucap Siswi tersebut dengan senang ia kembali duduk di kursinya.

"Aku tidak tahu kamu lihai dalam pelajaran." Rifan meliriknya dengan tatapan tenang seperti biasa, terlihat temamg bagaikan air danau yang tengah mengalir.

"Aku sudah biasa," jawabnya merasa bangga karena Araya berkata demikian.

Araya kengangguk. "Cara mu menjelaskan benar-benar singkat dan mudah di pahami, berbeda denganku yang hanya menjelaskan tanpa harus memberikan contoh."

Rifan hanya bisa tersenyum. "Cara belajar orang beda-beda," jawabnya yang hanya dijawab anggukan kecil.

Sedangkan di bangku belakang, ada empat mata yang menatap tidak suka pada Araya dan Rifan.

-o0o-

Di kantin, Araya dan Rifan mulai memyantap makanannya dengan tenang. Sesekali Araya ataupun Rifan membuka cerita cerita kecil.

"Waktu kecil tangan aku pernah patah." Cerita Araya.

Rifan menopang dagunya, ekspresinya terlihat penasaran dengan cerita yang Araya katakan.

"Kok bisa?" tanyanya dengan tatapan mata yang tidak luput dari wajah Araya.

"Aku punya sepupu namanya Galang, dulu kita selalu main kejar kejaran berdua. Ada pohon yang tumbang kan, tapi masih ada yang berdiri duh kayak campur aduk gitu." Ceritanya antusias.

Pohon ini tumbang, namun ada yang sedikit membuncit seperti perosotan.

"Nah, kan, pas aku di kejar sama Galang aku lari ke atas pohon itu dan lari di atas pohon tumbang agak buncit gitu. Aku jatuh, tangan aku menyangga tubuh, dan ... tiba tiba tangan aku melemah. Jadi, aku berhenti deh mainnya."

Rifan tersenyum tipis, menatap bibir Araya yang terlihat lancar menceritakan kisahnya.

"Aku kira itu bakal sembuh, taunya tangan aku patah. Aku diam-diam ngga mau ngasih tau Mama, tapi malamnya mau mandi mama aku tau dan aku kena Omelan."

Mata Araya seidkit menyipit karena tertawa membayangkan kebodohannya dulu, Rifan pun terkekeh. Bukan karena cerita yang Araya ceritakan, melainkan terkekeh karena lucunya Araya saat bercerita.

Tanpa sadar seluruh kantin memperhatikan keduanya. Sehingga bisik-bisik mulai terdengar.

"Aku belum pernah tau lihat Araya banyak bicara atau ketawa bebas kayak gitu."

"Pantas ekspresinya datar mulu, kalau ketawa cantik banget soalnya."

Bukan hanya sesama jenis tapi lawan jenis pun memuji Araya.

"Bagaimana pun Araya kuat, yah? Sahabatnya rebut kekasihnya dia, tapi dia masih bisa terima itu."

"Selain kuat Araya juga pintar. Tau ngga? Tadi merkea bedua bantuin aku ngerjain soal yang ngga aku ngerti. Benar-benar serasi, kan?"

"Ih, aku mau juga deh kalau gitu."

Devan dan Naya yang baru saja memasuki kantin menyipitkan matanya melihat para penghuni kantin yang menatap Araya dan Rifan.

Entah ada apa dengan Devan, pemuda itu tiba tiba saja melangkah cepat menuju meja Araya.

"Devan." Naya ikut melangkah.

Setibanya di meja Araya, Devan langsung saja menarik tangan gadis itu sehingga membuat suasana yang awalnya damai berubah canggung dan riuh.

"Ikut aku," ucapnya menarik Araya, namun Araya diam di tempat tak berniat melangkah.

"Kamu dengarkan, Araya? Apa sekarang kamu jadi pembantah seperti itu? Di mana sikap dewasamu, huh?!" Bentak Devan yang membuat Araya langsung tersentak.

Rifan yang tidak suka dengan tingkah Devan, menggenggam tangan pemuda itu. Menekannya dan merebut tangan Araya kembali.

Pemuda itu menatap tangan Araya yang di pegang Devan dengan lembut. "Apa sakit?"

Araya menggeleng.

Devan menjilat bibir bawahnya, ia mendorong Rifan yang membuatnya jengkel. Rifan pun terdorong namun tertahan—semakin membuat suasana kantin menegang.

"Kalau ngga ada urusan jangan ikut campur," ucap Devan dengan nada tinggi.

"Kamu bukan siapa-siapa lagi bagi, Araya, untuk apa kamu menemuinya setelah memberikan luka?" ucap Rifan penuh penekanan.

"Sekarang sikapnya sama sekali tidak dewasa, banyak bicara, dan juga tertawa seenaknya! Apa kamu pikir sikap seperti itu baik, huh?!"

Mata Araya bergetar menatap Devan, apakah pemuda itu benar-benar tidak menyukai dirinya? Apakah dia benar-benar tidak suka mendengar tawa ataupun suaranya yang banyak mengeluarkan kata?

"Semua orang berhak akan diri mereka sendiri!" Rifan semakin memajukan tubuhnya, rahang pemuda itu mengatup keras ingin sekali menghajar Devan.

Naya tidak meninggalakan kesempatan baik itu, ia melangkah ke arah Araya lalu menamparnya dengan keras.

"Araya, bukankah kita sahabat? Walaupun aku merebut Devan dari kamu tapi tidak seharusnya kamu merebut ayah dari ibu aku!"

1
Alexander
Ceritanya bikin aku terbuai sejak bab pertama sampai bab terakhir!
Kiboy: semoga betah😊
total 1 replies
Mèo con
Terharu, ada momen-momen yang bikin aku ngerasa dekat banget dengan tokoh-tokohnya.
Kiboy: aaa makasih banyakk, semoga seterusnya seperti itu ಥ⁠‿⁠ಥ
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!