Namanya Kevin. Di usianya yang baru menginjak angka 20 tahun, dia harus mendapati kenyataan buruk dari keluarganya sendiri. Kevin dibuang, hanya karena kesalahan yang sebenarnya tidak dia lakukan.
Di tengah kepergiannya, melepas rasa sakit hati dan kecewa, takdir mempertemukan Kevin dengan seorang pria yang merubahnya menjadi lelaki hebat dan berkuasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saatnya Melawan
Argo menatap tajam pada anak muda yang menjadi saudara tirinya. Tangannya terkepal dengan rasa geram yang tiba-tiba memuncak.
"Kamu berani melawanku!" Argo jelas tak mau kalah. Meski ada rasa khawatir karena ucapan yang keluar dari Kevin tadi, tapi rasa gengsi dan ego yang tinggi menyebabkan Argo memilih untuk menghardik Kevin.
"Kenapa aku harus takut?" ujar Kevin. Kali ini anak muda itu bisa mengendalikan amarahnya. "Apa kamu pikir, kali ini aku akan diam saja?"
"Cih! Punya kekuatan apa kamu? Sampai berani melawanku?" Seketika sikap meremehkan kembali muncul pada diri Argo.
"Melawan kamu itu sebenarnya sangat mudah, Go. Sekali pukul juga kamu bakalan tumbang," ejek Kevin. "Sayangnya, kamu pasti bakalan mengadu dan merengek sama orang Dirgantaram Kalau aku sih malu, laki-laki kok nggak ada rasa jantannya sama sekali."
"Kurang ajar!" Teriak Argo.
"Udah, Go, udah, tahan," teman Argo langsung mencegah anak muda yang hendak menyerang Kevin.
Namun, Argo yang sudah terbiasa menang dari Kevin tidak peduli dengan larangan temannya. Tanpa pikir panjang, Argo menantang Kevin dan dengan lantang dia melontarkan segala hinaan sampai menjadi pusat perhatian banyak mata.
Keributan yang ditimbulkan Argo langsung dihentikan oleh pihak keamanan setelah pemilik gerai mengambil tindakan.
Berdasarkan keterangan dari saksi mata, Argo akhirnya dipaksa keluar karena terbukti sebagai orang yang memancing keributan.
Awalnya Argo tak terima dan dia terus memaki Kevin hingga terpaksa petugas keamanan menyeret anak itu.
"Sial! Benar-benar kurang ajar Kevin," geram Argo di sepanjang kaki melangkah. "Aku akan balas dia. Benar-benar tidak bisa dibiarkan!"
Teman Argo hanya mengangguk samar. "Tapi Go, kok Kevin bisa ngomong kaya gitu sih?"
"Ngomong apa?" Balas Argo agak membentak.
"Ya itu tadi. Apa benar? Kamu bukan anak kandung Dirgantara?"
Argo pun sontak terperanjat. "Gawat! Bisa bahaya kalau teman-temanku pada tahu," gumam Argo dalam hatinya. Tentu saja Argo membantah pertanyaan temannya.
####
Rasa penasaran juga menyelimuti benak Nadira dan tiga teman Kevin. Mereka langsung menuntut penjelasan atas ucapan Kevin yang membuat Argo naik darah.
"Yah, seperti yang kalian dengar," ujar Kevin lalu menyeruput es lattenya.
"Lah, kirain Argo anak kandung Bapakmu," ucap Bonbon, anak muda yang memiliki tubuh agak gemuk. "Mana gayanya sengak banget kalau di kampus."
"Ibunya tuh janda," ucap Kevin tanpa ada ragu sedikitpun. "Aku juga nggak tahu, kenapa bisa mereka menikah? Dulu aku masih tinggal di kampung waktu Dirgantara menikah."
"Tapi kan nggak seharusnya dia menindas kamu," ujar Bonbon lagi. Harusnya Argo tuh tahu diri."
"Tapi sepertinya, ayah Kevin memang selalu berpihak pada Argo sih," ucap Odi, teman Kevin yang bertubuh ceking. "Kalian ingat ngggak kasus kemarin, tanpa melakukan penyelidikan, Ayahnya Kevin langsung menghukum Kevin dengan kejam. Pasti semua itu karena aduan Argo."
"Dia bukan lagi ayahku," ralat Kevin.
"Hehehe... sorry," balas Odi.
"Jadi itu alasannnya," ucap Doni, teman Kevin yang satunya lagi. "Kamu sekarang berani melawan Argo karena kamu sudah bebas dari jeratan ayahmu, iya kan?"
Seketika Kevin tersenyum sejenak.
"Wahh, baguslah," seru Bonbon. Kamu memang seharusnya sudah seperti itu dari dulu."
"Tapi, kalau nanti Argo laporan yang tidak benar sama Dirgantara bagaimana?" kini giliran Nadira yang bersuara.
"Iya, Vin, kalau kamu kena murka lagi bagaimana?" Bonbon pun ikut penasaran.
"Ya aku lawanlah, ngapain takut? Nggak masalah aku dianggap anak durhaka. Semua orang juga pasti bakalan ngerti, kenapa aku melawan Dirgantara."
"Baguslah!"
Keempat anak muda langsung sepakat dengan sikap kevin. Dimata mereka, Kevin memang harus bangkit dan melawan ketidak adilan yang selama ini Kevin rasakan.
####
Di sisi lain, tak jauh dari tempat keberadaan Kevin, nampak seorang pria dewasa sedang menikmati kopi dalam gelas plastik
Pria itu duduk di salah satu kursi yang disediakan pihak Mall untuk melepas penat para pengunjung setelah berkeliling. Mata pria berjaket hitam itu sesekali mengedar, memperhatikan keramaian di sekitar.
Namun, di saat pria itu memandang ke salah satu arah, tangan pria itu terangkat dan melambai, seperti memberi kode.
Benar saja, tak kama kemudian, seorang pria lain mendekat dan duduk di sebelah pria itu.
"Bagaimana, Chen? Apa ada kabar baik hari ini?" tanya pria berjaket hitam, tak lama setelah pria lain yang di panggil Chen, duduk disebelahnya.
"Susah, Ber," balas Chen. "Lavia seperti lenyap dari dunia. Benar-benar tidak ada kabar."
"Semoga saja dia benar-benar telah lenyap," ucap pria berjaket hitam yang memiliki nama panggil Berry. "Biar kita bisa fokus, menyusun rencana yang lebih sempurna, untuk memusnahkan Hernandez."
Chen mengangguk. "Tapi, kenapa rencana kemarin gagal? Apa mungkin ada yang menyelamatkan Hernandez?"
Berry mengangkat kedua bahunya. "Aku tidak tahu," jawabnya. "Orang suruhan kita terlalu bodoh. Bisa-bisanya, Hernandez ditinggal begitu saja. Tidak menunggu mobil meledak."
Chen tersenyum sinis. "Tapi kamu segera memerintahkan anak buah untuk mencarinya kan?"
"Sudah, tapi tidak ketemu," jawab Berry. "Semua rumah sakit sudah aku telusuri. Tapi tidak ada data yang menyebutkan nama Maximo Hernandez. Dia benar-benar sangat beruntung, sialan!" Geramnya.
"Ya sudahlah, kita nanti coba lagi," ujar Chen. "Kita juga harus memastikan kondisi Lavia. Jangan sampai, dia jadi penghalang kita. Kalau sampai dia membongkar kebusukan kita. Bukan hanya kita yang akan tamat, tapi seluruh keluarga akan mendapatkan imbasnya."
"Benar," jawab Berry. "Kalau gitu lebih baik makan dulu. Nanti setelah makan, kita susun rencana berikutnya."
"Oke, kita makan di sana saja," jawab Chen sambil menunjuk ke sebuah gerai, dimana Kevin dan Nadira masih berada di sana.
Berry setuju dan kedua pria tersebut segera bangkit menuju gerai yang ditunjuk. Saat mereka masuk, saat masuk ke dalam gerai, kedua pria itu sempat menjadi perhatian, termasuk Kevin.
Di tempat lain, tepatnya di salah satu rumah mewah, seorang pria yang menjadi pemimpin rumah, memerintahkan semua anggota keluarganya berkumpul.
"Ada apa sih, Pa?" tanya istri dari pemilik rumah tersebut. "Apa ada informasi penting?"
"Ada yang harus Papa tanyakan pada kalian berdua," ucap sang Papi kepada dua anaknya. "Diantara kalian, siapa yang memiliki golongan darah golden blood?"
Dua anak yang ditunjuk oleh ayah mereka nampak mengerutkan keningnya.
"Golden blood? Darah langka dong, Pa? Aku nggak, golongan darahku B," jawab anak perempuan.
"Aku juga B, sama kaya Papa kan," anak laki-laki pun ikut menjawab.
"Emang ada apa, Papa tiba-tiba menanyakan golongan darah?" Tanya sang istri. "Apa ada yang membutuhkan donor darah."
"Ada misi yang Papa lakukan, Ma, buat kemajuan perusahaan, jawab Papi. "Dulu, mantan istri aku golongan darahnya juga golden blood. Biasanya golongan darah bakalan turun ke anaknya."
"Oh, begitu," sang istri mamggut manggut.
"Kayanya, yang golongan darahnya sama kaya Mama Paulina, cuma Kevin deh Pa."
"Apa!"