Dua puluh tahun setelah melarikan diri dari masa lalunya, Ayla hidup damai sebagai penyintas dan penggerak di pusat perlindungan perempuan. Hingga sebuah seminar mempertemukannya kembali dengan Bayu—mantan yang terjebak dalam pernikahan tanpa cinta.
Satu malam, satu kesalahan, dan Ayla pergi tanpa jejak. Tapi kepergiannya membawa benih kehidupan. Dilema mengungkungnya: mempertahankan bayi itu atau tidak, apalagi dengan keyakinan bahwa ia mengidap penyakit genetik langka.
Namun kenyataan berkata lain—Ayla sehat. Dan ia memilih jadi ibu tunggal.
Sementara itu, Bayu terus mencari. Di sisi lain, sang istri merahasiakan siapa sebenarnya yang pernah menyelamatkan nyawa ayah Bayu—seseorang yang mungkin bisa mengguncang semua yang telah ia perjuangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Campur Aduk
Leo melirik ke dalam ruangan. Di balik dinding kaca buram yang memisahkan ruang kerja Ellen dari lorong kantor, ia melihat siluet wanita itu duduk tegak, angkuh, seperti ratu di singgasananya. Tapi Leo tahu lebih baik. Di balik tampilan mewah dan kendali mutlak itu, Ellen adalah badai yang hanya menunggu satu pemicu untuk meledak.
Dan kabar ini… bisa saja menjadi bom paling mematikan.
Ragunya hanya berlangsung beberapa detik. Ia tahu Ellen membenci kebohongan lebih dari apapun. Dan ia juga tahu… Ellen tidak hanya mengandalkannya untuk menggali informasi tentang Ayla. Jika bukan dia yang menyampaikan, pasti orang lain akan melakukannya. Dengan risiko yang lebih buruk bagi dirinya.
Leo menarik napas dalam, lalu mendorong pintu dan masuk.
"Aku baru dapat kabar dari orang kita," ucapnya datar namun tegas. "Wanita itu… Ayla. Dia hamil."
Waktu seperti membeku.
Untuk sepersekian detik, ruangan itu hening, begitu sunyi hingga detak jarum jam terdengar seperti bom waktu. Lalu—TRANG!—suara gelas kaca menabrak meja, memantul, dan pecah di lantai marmer.
"Apa?!"
Ellen berdiri. Gerakannya cepat dan tegas, seolah tubuhnya digerakkan oleh badai yang mendadak mengamuk dari dalam. Kedua tangannya mengepal erat di sisi tubuh, bahunya menegang, dan sorot matanya... seperti belati yang menusuk langsung ke tengkuk Leo.
"Katakan. Sekali. Lagi." Suaranya rendah. Tapi justru karena itulah terasa mengerikan. Dingin. Mematikan. "Apa yang kau bilang barusan?"
Leo menelan ludah. Dadanya terasa sesak. Tapi ia tetap menjawab.
“Aku mendapat informasi dari sumber terpercaya. Ayla… positif hamil. Dan dia tidak main-main. Dia menjalani serangkaian pemeriksaan—tes genetik, kardiovaskular, laboratorium lengkap. Seolah ingin memastikan bahwa anak dalam kandungannya akan lahir dengan sempurna.”
Tawa meledak dari bibir Ellen.
Namun itu bukan tawa kebahagiaan. Itu adalah suara kepedihan yang dibalut kemarahan. Retak, sumbang, seperti cermin pecah yang tak bisa disatukan lagi.
Ia membalikkan tubuhnya, berjalan ke jendela, menatap langit London yang mendung kelabu, sebelum akhirnya menoleh lagi ke arah Leo. Matanya kini merah—bukan karena tangis, tapi karena bara dendam yang selama ini ia kubur dalam-dalam.
“Dua puluh tahun…” bisiknya. “Dua dekade aku menjadi istri sah Bayu. Aku mendampingi setiap langkah hidupnya. Aku mengorbankan segalanya—harga diri, masa muda, bahkan rahimku—demi mempertahankan posisi di sisinya.”
Ia menarik napas tajam, lalu membentak.
“Tapi selama dua puluh tahun itu... dia tidak pernah menyentuhku! Tidak sekali pun!”
Tubuhnya mulai bergetar. Tapi bukan karena ketakutan. Karena kemarahan.
“Dan sekarang? Wanita itu—mantan pacarnya—kembali dan mengandung anaknya? Bayu... memberinya sesuatu yang tak pernah ia beri padaku?”
Leo bergeming. Ia tahu, jika membuka mulut sekarang, ia bisa menjadi korban amarah yang belum punya tujuan.
Ellen menunduk sejenak. Matanya gelap. Saat ia kembali mendongak, sorot matanya telah berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih berbahaya.
“Ini tak bisa dibiarkan. Jika dia pikir bisa kembali dan mencuri segalanya dariku—cinta Bayu, warisan, bahkan darah dagingnya—dia salah besar.”
Ia melangkah maju, pelan, penuh tekanan.
“Kalau aku tidak bisa memiliki anak dari Bayu... maka tak ada wanita lain yang boleh memilikinya juga.”
Leo menatap wanita itu dalam diam. Ia tahu. Permainan ini sudah berubah. Dan sekarang… tak ada yang aman dari kobaran api seorang istri yang merasa dikhianati oleh cinta dan waktu.
Suara ketukan pelan di pintu kerja membuat Bayu mengangkat kepala. Di luar jendela besar, matahari London hampir tenggelam, menyisakan cahaya oranye keemasan yang melukis langit senja.
"Masuk," ucap Bayu pelan, masih menatap berkas di tangannya.
Rendra masuk dengan langkah hati-hati, membawa aura keraguan yang langsung terasa memenuhi ruangan.
"Ada yang perlu Anda tahu," katanya, suaranya serius. "Ini tentang Ayla."
Nama itu membuat jemari Bayu terhenti di atas halaman dokumen. Perlahan ia menurunkan berkasnya, menatap Rendra lekat.
"Apa yang terjadi dengannya?" tanyanya cepat, nada khawatir tak bisa disembunyikan.
Rendra menelan ludah sebelum menjawab, "Dia… hamil."
Satu kata. Tapi cukup untuk mengguncang seluruh tubuh Bayu.
Untuk beberapa detik, ia hanya diam. Seolah otaknya perlu waktu untuk mencerna maksud kalimat itu.
Hamil. Ayla.
"Usia kandungannya sekitar lima minggu," lanjut Rendra pelan. "Dia sudah melakukan pemeriksaan lengkap—USG, tes laboratorium, bahkan mulai konsumsi suplemen prenatal."
Bayu bangkit dari kursinya, langkahnya terhenti di depan jendela. Tangannya mengepal, bukan karena marah, tapi karena perasaan yang membuncah bertubi-tubi. Dadanya sesak, bukan oleh beban, tapi oleh sesuatu yang nyaris tak bisa dia jelaskan.
"Laras hamil?"
"Mungkinkah… itu anakku?"
Di balik keterkejutan yang menggetarkan dada, ada kegembiraan yang nyaris melumpuhkan kakinya. Bayu tak pernah membayangkan akan menjadi seorang ayah—di usianya yang sudah menginjak kepala empat, terlebih dari perempuan yang ia cintai sepenuh jiwa.
Namun, bersamaan dengan harapan yang hangat itu, rasa bersalah mencengkeram dadanya kuat-kuat.
Ayla…
Seorang wanita yang menjaga kesuciannya bahkan setelah menjanda dua dekade lamanya. Kini, ia mengandung anak dari pria yang secara hukum masih menjadi suami wanita lain.
"Aku menodainya."
Bisikan itu meluncur lirih dari bibir Bayu, seperti pengakuan dosa.
Ia dan Ellen memang telah lama hidup tanpa cinta, dan perceraian mereka tengah berjalan. Namun dunia tak peduli pada detil atau kebenaran. Yang dilihat hanya satu: Ayla mengandung anak pria beristri.
"Aku bisa mengabaikan semuanya. Tapi Laras… dia pasti menanggung malu yang tak terucapkan."
Mereka boleh saja tinggal jauh dari kampung halaman, menetap di kota metropolitan yang katanya lebih terbuka, lebih ‘modern’. Tapi akar budaya tak pernah benar-benar tercabut. Nilai-nilai Timur masih melekat dalam darah mereka, membisikkan rasa malu, dosa, dan aib.
Dan Ayla…
Perempuan yang hidup bersahaja, menjunjung kehormatan, berdiri tegak di tengah cibiran masa lalu. Kini rahimnya menjadi saksi dari cinta yang terlambat, dari takdir yang terlalu rumit untuk dibanggakan.
Cinta kadang membutakan, dan kenyataan terlalu kejam untuk bisa selalu ditaati.
"Dia pasti membenciku sekarang," gumam Bayu, nyaris tak terdengar, setengah bicara pada dirinya sendiri—dan setengahnya lagi pada bayangan penyesalan yang menari di balik matanya.
Rendra menatapnya dengan raut penuh simpati. Pak... Ayla sudah naik pesawat. Dia dalam penerbangan ke Jakarta saat ini."
Bayu menoleh cepat. "Apa?"
"Dia ke Indonesia."
Bayu mengumpat pelan. Ia langsung melangkah cepat ke meja, menekan tombol interkom di panel.
"Hubungkan aku ke hanggar pribadi," ucapnya pada asisten. "Segera siapkan pesawat. Aku akan ke Indonesia."
"Pak, apakah Anda yakin? Dengan kondisi seperti ini, media—"
"Aku tak peduli!" suara Bayu meledak. "Kalau Laras membawa anakku dalam tubuhnya… aku akan menjaganya. Apa pun risikonya."
Sorot matanya kini berubah. Bukan hanya seorang pria yang ingin bertanggung jawab. Tapi seorang lelaki yang telah jatuh cinta terlalu dalam, dan takkan membiarkan wanita itu berjalan sendirian—terlebih saat sedang mengandung bagian dari dirinya.
Dan dalam diam, Bayu tahu. Perjalanan ini bukan sekadar penerbangan ke Indonesia.
Ini adalah perjalanannya menuju takdir yang selama ini selalu ia hindari.
...🍁💦🍁...
.
To be continued
jangan takut Ayla semoga ayah Bayu mau menerima kamu dan cucunya.
semangat kak ditunggu kelanjutannya makin seru nih,aku suka aku sukaaaaa
Syailendra sekali ini saja, tunjukkan cinta & tanggung jawabmu pada kebahagiaan keturunanmu