Mencintai pria dewasa yang umurnya jauh lebih matang sama sekali tidak terbesit pada diri Rania. Apalagi memikirkannya, semua tidak ada dalam daftar list kriterianya. Namun, semua berubah haluan saat pertemuan demi pertemuan yang cukup menyebalkan menjadikannya candu dan saling mengharapkan.
Rania Isyana mahasiswa kedokteran tingkat akhir yang sedang menjalani jenjang profesi, terjebak cinta yang rumit dengan dokter pembimbingnya. Rayyan Akfarazel Wirawan.
Perjalanan mereka dimulai dari insiden yang tidak sengaja menimpa mobil mereka berdua, dan berujung tinggal bersama. Hingga suatu hari sebuah kejadian melampaui batas keduanya. Membuat keduanya tersesat, akankah mereka menemukan jalan cintanya untuk pulang? Atau memilih pergi mengakhiri kenangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 19
Jovan calling
Rayyan dan Rania saling melirik ponsel dalam genggaman pria itu.
"Masuk mobil Ra, hanya sepuluh hari lagi dan aku harap kamu nurut dengan kesepakatan hitam di atas putih yang sudah kamu sepakan!" ujar pria itu menyela.
"Handphone saya Dok, itu ada panggilan."
"Aku akan bantu mengangkatnya atau kamu masuk dan duduk dengan benar."
Rania menghentakkan kakinya jengah, kesal, dan gondok. Ia lantas masuk ke mobil itu dengan memposisikan dirinya di jok belakang, Rayyan hanya tersenyum melihat tingkahnya yang kesal.
"Pindah depan dengan suka rela atau aku angkat tubuh kamu ke depan, Ra!" titah Rayyan dingin.
"Handphone saya balikin, nanti saya pindah depan."
"Ambil sendiri!" Rayyan menyimpannya di dashboard depan.
"Ya ampun ... gini amad kerja ikut orang!" gumam Rania menggerutu. Lagi-lagi Rayyan hanya tersenyum simpul mendengar gadis itu mengomel.
Rania pindah ke jok depan, mengambil handphonenya yang masih memekik meminta diraih. Perempuan itu menggeser tombol hijau lalu mendekatkan benda pipih itu ke telinganya.
Rupanya Jovan hanya mengabari kalau sore nanti akan menjemputnya, Rania mengiyakan sebab mungkin mulai minggu kedua dirinya ada jaga malam dan semua itu akan memangkas waktunya yang cukup signifikan.
Rayyan yang duduk di sampingnya menyimak dengan seksama. Tentu saja pria itu sedikit mencuri dengar, misi pertama tentu saja menggagalkannya. Entah mengapa ia tidak suka gadis itu berhubungan dengan pria lainnya selama bekerja dengan dirinya.
Mobil berhenti tepat di parkiran khusus dokter dan karyawan. Rania segera turun setelah menggumamkan terima kasih.
"Pagi Dokter Rayyan, tumben semangat sekali," sapa Dokter Mila.
"Pagi," jawabnya datar.
Rania sempat melirik sekilas ke arah Rayyan yang tengah saling sapa dengan Dokter Mila di loby depan, sebelum akhirnya fokus berjalan. Di minggu ini Rania masih bertugas di poly obgyn, datang tepat waktu atau bahkan lebih awal, mengisi daftar kehadiran dan sibuk mengikuti pemeriksaan konsulen.
Sementara Rayyan hari ini cukup sibuk, mengerjakan beberapa operasi hingga sore hari. Ia bahkan lupa kalau mempunyai misi sendiri menggagalkan rencana pertemuan mereka. Pria itu bergegas menuju poly obgyn dan tidak menemukan perempuan itu di sana. Sayangnya beberapa kali menghubungi ponselnya bahkan gadis itu mematikannya, menambah daftar kesal hingga malam menyapa.
Rayyan benar-benar gelisah menunggu Rania pulang, mereka itu tidak ada hubungan apapun, tetapi Rayyan merasa tak terima gadis itu berkencan dengan kekasihnya. Ada-ada saja memang kelakuannya, bagaimana bisa pria itu merasa berhak atas diri perempuan itu, sementara mereka hanya terikat kontrak hitam di atas putih selama dua minggu.
"Kok gue kesel, enaknya gue apain ya tuh cewek, bikin repot perasaan aja, nggak ngerti banget yang di rumah mikirin!" kesal Rayyan uring-uringan tidak jelas.
Sementara Rania sore tadi baru saja dijemput Jovan, pria itu rupanya punya kejutan di anniversary mereka yang pertama. Walaupun jarang bertemu karena sama-sama sibuk, Jovan rupanya sudah mempersiapkan gala dinner romantis yang cukup berkesan.
"Kita ke mana sih Jo, kenapa matanya ditutupin gini," protes Rania kesal kala Jo menuntunnya dengan penutup di matanya.
"Kamu diem aja ya sayang, nurut deh, nanti juga bakal seneng," ujarnya terus membimbing kekasihnya menuju tempat romantis.
Jovan membuka kain penutup itu, seketika mata Rania menatap takjub kejutan makan malam romantis yang telah dirancang untuknya.
"Happy anniversary, walaupun masih sering banget berantem semoga cinta kita semakin langgeng. Selamat untuk kita yang bisa melewati satu tahun pertamanya," ucap Jovan tulus.
Pria yang kesehariannya itu bersifat kalem dan kadang serius itu, malam ini menjelma menjadi pria yang begitu romantis.
"Kamu ingat hari ini? Aku kira kamu bakalan lupa karena belakangan ini sibuk mengabaikan aku."
"Maaf ya, kurang memperhatikan kamu, semoga cinta ini tetap terjaga."
Malam itu, Rania dan Jovan melewati malam romantis yang penuh kejutan. Bahkan, Jovan memberikan kenangan sejumlah foto-foto mereka dalam kenangan.
"Kamu tidak tinggal di kost?" tanya Jovan bingung ketika Rania meminta pria itu mengantar ke tempat lain.
"Aku tinggal di rumah saudara, kamu nganternya cukup sampai depan gerbang saja ya, yang punya rumah galak."
"Beneran? Oke deh, selamat malam sayang, selamat beristirahat, mimpikan aku nanti malam."
"Sampai ketemu lagi, hati-hati di jalan kabari aku jika sudah sampai." Lambaian tangan keduanya mengiringi perpisahan mereka.
Seseorang dari balik tirai, mengintip pasangan yang tengah berbincang hangat perpisahan itu.
Rania berjalan cepat menuju rumah Rayyan, sebenarya ia malas pulang ke rumah pria itu, namun ia masih sayang dengan karirnya yang baru saja berjalan, Rania akhirnya pulang dengan mengendap. Malam sudah lumayan larut, gadis itu berdoa semoga pemilik rumah itu telah beristirahat.
Rania memutar kunci dengan cepat begitu masuk ke kamarnya. Menyalakan lampu kamar dan seketika menjerit kaget mendapati Rayyan di kamarnya.