Unwanted Bride (Pengantin yang tak diinginkan)
Nazila Faradisa adalah seorang gadis dari keluarga broken home. Karena itulah ia menutup hatinya rapat dan bertekad takkan pernah membuka hatinya untuk siapapun apalagi menjalani biduk pernikahan. Hingga suatu hari, ia terlibat one night stand dengan atasannya yang seminggu lagi akan menyelenggarakan pesta pernikahannya. Atas desakan orang tua, Noran Malik Ashauqi pun terpaksa menikahi Nazila sebagai bentuk pertanggungjawaban. Pesta pernikahan yang seharusnya dilangsungkannya dengan sang kekasih justru kini harus berganti pengantin dengan Nazila sebagai pengantinnya.
Bagaimanakah kehidupan Nazila sang pengantin yang tidak diinginkan selanjutnya?
Akankah Noran benar-benar menerima Nazila sebagai seorang istri dan melepaskan kekasihnya ataukah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch.19
"Jay, apa jadwalku hari ini?" tanya Noran dengan mata fokus ke layar komputer di depannya. Ya, semenjak memecat Nazila, Noran tidak mempekerjakan seorang sekretaris lagi. Pernah ada seseorang yang menjabat sebagai sekretaris pengganti sementara belum ada yang cocok untuk mengisi jabatan tersebut, tapi justru Noran tidak nyaman. Entah mengapa ia telah terbiasa dengan cara kerja Nazila. Nazila juga selalu bersikap profesional, tidak seperti wanita lainnya yang kerap mencari perhatiannya. Alhasil, ia lebih memilih tidak mempekerjakan seorang sekretaris dan melimpahkan segala tugas ke Jay.
"Siang ini, selepas makan siang tuan ada janji temu dengan pihak Angkasa Mall perihal pengajuan proposal membuka store baru di beberapa cabang Angkasa Mall." tukas Jay seraya melihat agenda atasannya itu di tablet miliknya.
"Ada lagi?" tanya Noran.
"Oh ya, saya hanya mengingatkan khawatir tuan lupa, malam nanti tuan ada undangan makan malam dengan keluarga nona Sarah." tukas Jay mengingatkan Noran. Walaupun itu tidak termasuk dalam agenda kerja atasannya, tapi tidak ada salahnya bukan mengingatkan. Apalagi jabatannya adalah seorang asisten pribadi Noran.
Noran menghela nafas panjang, sebenarnya ia masih merasa canggung mendatangi rumah orang tua Sarah. Terakhir kali ia ke sana adalah saat hendak membatalkan pernikahan mereka. Tentu saja, saat itu kedua orang tuanya itu sangat kecewa, namun mereka tak bisa berbuat apa-apa. Mereka pun tidak ingin Sarah melanjutkan pernikahan sementara ada gadis lain yang butuh pertanggungjawabannya.
Noran mengangguk seraya mengucapkan terima kasih kemudian Jay pun segera meninggalkan ruangan Noran untuk melanjutkan pekerjaannya.
...***...
Noran dan Jay kini telah tiba di gedung Angkasa Mall. Asisten pribadi Kevin pun menyambut kedatangan mereka dengan baik dan mempersilahkan mereka memasuki ruang meeting. Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya Kevin pun masuk ke ruangan meeting dengan didampingi seorang perempuan yang sangat dikenali oleh Noran.
Noran sontak reflek berdiri memastikan apa yang ia lihat. Bagaimana bisa, istrinya itu kini justru mendampingi pihak Angkasa Mall. Ia memecatnya dengan alasan muak melihat keberadaannya, tapi kini, perempuan itu justru menjadi bagian dari Angkasa Mall. Bukan hanya Noran yang terkejut, tapi juga Jay. Sedangkan Nazila bersikap seperti biasa. Datar dan dingin, nyaris tanpa ekspresi. Noran nyaris tak pernah melihat senyum Nazila. Ia justru pernah melihatnya saat bersama Kevin. Sebenarnya seberapa penting sosok Kevin sampai Nazila bisa bersikap begitu berbeda?
"Selamat datang pak Noran. Maaf lama menunggu." tukasnya basa-basi. Lalu ia menarik kursi di sebelahnya dan mempersilahkan Nazila duduk. Sungguh, ini pemandangan yang cukup mengejutkan. Salah seorang pewaris Angkasa Mall menarik kursi untuk bawahannya? Bukan sebaliknya.
"Selamat siang juga pak Kevin. Ah, tidak masalah. Kami juga barusan sampai," sahut Noran terdengar ramah. Seolah tak ada masalah maupun mengenal sosok Nazila yang kini telah duduk di samping Kevin, Noran pun melanjutkan tujuan kedatangannya ke sana.
"Baguslah, mari kita mulai meeting nya. Ila, mana berkas yang tadi aku minta tolong periksa?" ucap Kevin terdengar begitu lembut dan sarat perhatian membuat siapapun iri.
Nazila pun segera memberikan setumpuk dokumen pada Kevin, lalu mereka pun mulai membahas kerja sama yang baru saja diajukan pihak Noran.
...***...
Malam harinya, di kediaman orang tua Sarah.
"Noran, sebagai orang tua Sarah, kami harap kamu membuktikan ucapanmu yang akan menceraikan wanita itu bila ia tidak hamil dan menikahi Sarah. Ingat, itu janjimu sendiri yang akan tetap menikah dengan Sarah dan menceraikan wanita itu. Kalaupun ia hamil, kamu harus segera menceraikannya setelah melahirkan." tegas ayah Sarah. Noran yang sedang menikmati makan malam dengan keluarga Sarah pun lantas berhenti menyendokkan makanannya meletakkan kembali sendok dan garpu di atas piring. Ia tidak lupa dengan apa yang pernah ia ucapkan. Tapi bukan berarti ia harus ditekan seperti ini.
"Iya Noran, mama harap kau dapat membuktikan ucapan dan keseriusanmu dengan Sarah." timpal ibu Sarah.
"Sayang." tegur Sarah saat Noran kini justru melamun. "Kamu berubah pikiran?" tanya Sarah dengan wajah sendunya.
"Nggak sayang. Aku emang lagi banyak pikiran aja. Aku udah makannya. Kita ke teras depan aja gimana?" bisik Noran. Ia memang sudah merasa canggung di hadapan kedua orang tua Sarah. Andai bisa, ia ingin cepat-cepat pergi sebab bicara dengan kedua orang itu justru membuatnya makin tertekan.
"Ya sudah, ayo. Ma, pa, kami ke depan dulu ya!" pamit Sarah sambil menggandeng tangan Noran.
"Sayang, kamu marah?" tanya Sarah sambil menyandarkan kepalanya di pundak Noran.
"Aku tidak marah. Aku hanya tak suka kau selalu berpikir macam-macam tentangku."
"Maaf." cicit Sarah penuh penyesalan.
Noran pun memeluk Sarah dari samping dan mengecup puncak kepalanya. Sarah merapatkan tubuhnya ke dalam pelukan Noran.
"Tak apa. Tapi lain kali, aku minta kau kontrol pikiranmu itu. Aku tau kau cemburu, kau takut aku berpaling, tapi aku juga tak suka mendengar dugaan maupun tuduhan mu yang tak berdasar." jelas Noran sambil mengusap puncak kepala Sarah.
"Iya, iya, maaf. Nggak lagi deh!" ucapnya manja membuat Noran tersenyum tipis mendengarnya.
Langit tampak makin gelap, angin berhembus cukup kencang. Hujan cukup deras sudah mengguyur bumi sejak sore tadi. Nazila yang masih di rumah ibunya, tak henti-hentinya melirik jam di pergelangan tangannya. Sepulang kerja tadi ia memang langsung mendatangi rumah lamanya untuk melihat keadaan ibunya. Ia belum bisa pulang karena hujan yang masih mengguyur. Ingin rasanya ia tak pulang sementara waktu ini, tapi sebagai seorang istri, itu tentu tak boleh. Walaupun pernikahan ini bukanlah pernikahan yang mereka inginkan, tapi tetap saja mereka harus menghargai ikatan sakral yang telah mengikat mereka.
"Bi, aku terobos aja deh hujannya. Aku pakai payung aja ke halte. Hujannya kayaknya awet. Nggak tau kapan berhenti." ujar Nazila sambil memandangi hujan yang masih mengguyur bumi dari jendela ruang tamu.
"Bibi sebenarnya pingin kamu nginap dulu, tapi kami sekarang udah punya suami. Nggak baik ninggalin suami seorang diri. Kamu hati-hati aja ya, La. Jalannya juga jangan cepat-cepat, jalanan pasti licin. Mana hujan angin juga." tukas Bi Arum memperingatkan. Ia pun sebenarnya khawatir Nazila pulang dalam keadaan hujan deras seperti ini, tapi ia tak bisa mencegah keinginan keponakannya itu sebab ia tau, Nazila hanya ingin menjaga marwahnya sebagai seorang istri.
"Iya, bi. Bibi tenang aja. Aku bakal hati-hati kok." ucap Nazila seraya tersenyum tipis. "Ila pamit ya, ni. Ila titip ibu. Jangan lupa kabarin kalau terjadi sesuatu sama ibu. Maaf kalau Ila nggak bisa sering-sering ke sini, tapi kalau Ila nggak sibuk, Ila pasti menyempatkan diri mengunjungi ibu dan bibi." imbuhnya yang ditanggapi Bi Arum dengan senyuman.
"Kalau begitu, Ila pamit ya, bi. Assalamualaikum." ujarnya sebelum pergi dari balik pintu sambil merentangkan payung.
"Wa'alaikum salam. Hati-hati!" pekik Bi Arum saat Nazila telah mulai menjauh.
Nazila pun menerobos hujan deras malam itu dengan payungnya. Tapi karena itu merupakan hujan yang disertai angin, Nazila tak bisa benar-benar melindungi dirinya dari guyuran air hujan. Alhasil, setibanya di halte, sebagian bajunya basah.
Sudah hampir setengah jam berlalu, tapi belum ada bus maupun angkutan umum yang lewat. Tak ingin pulang makin larut, Nazila mencoba memesan taksi online, tapi ternyata tidak ada taksi online yang beroperasi di daerah itu. Ia pun beralih mencari ojek online dan menemukannya. Tapi karena posisi ojek online itu agak jauh, membutuhkan waktu cukup lama untuk tiba di tempat Nazila menunggu. Hingga 15 menit berlalu, barulah ojek online itu tiba dan mulai mengantarkan Nazila sambil menerobos pekatnya malam dan derasnya hujan. Alhasil, Nazila tiba di apartemen dalam keadaan basah kuyup.