Estsaffa ahiara, gadis yatim piatu yang diadopsi oleh kedua orangtua angkatnya. Terpaksa menikah untuk membayar hutang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riendiany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 Buah Manis Pengorbanan
Rumah sakit...
Seorang wanita cantik tengah duduk termenung menatap jendela di sebuah ruangan yang serba putih kamar VVIP. Sesekali pandangannya beralih menatapi bed yang tidak jauh dari tempatnya duduk. Diatas bed berbaring seorang lelaki yang tidur tenang, tidak banyak alat bantu medis yang menempel ditubuhnya. Namun tidur panjangnya yang baru satu minggu ini membuat gelisah wanita cantik yang menungguinya itu.
Terdorong untuk menghampiri suaminya, Laura berjalan mendekati kemudian duduk tepat disebelah kiri ranjang. Diulurkannya jemari lentik yang lembut membelai dahi hingga pucuk kepala lelaki yang menyelamatkan nyawanya itu.
"Tony..." Laura mendesah resah. "Bangunlah..aku mengkhawatirkanmu, tidakkah kau ingin melihatku? Kau bilang mencintaiku tapi malah membiarkanku sendiri seperti ini"
Entahlah, beberapa hari di rumah sakit dengan keadaan seperti ini membuat Laura seperti hilang kendali akan dirinya sendiri. Berulang kali egonya mengatakan tidak mencintai lelaki yang sudah menikahinya itu, namun hati kecilnya memberontak. Ada sebuah perasaan yang mendadak tumbuh, takut akan kehilangan bukan hanya sosoknya, tapi juga perhatiannya dan kasih sayangnya. Yang meskipun tidak mendapat tanggapan dari Laura namun Tony adalah orang yang gigih yang dalam diam banyak mengurus segala kebutuhannya tanpa diminta.
Tok..tok..
Suara pintu terbuka. "Permisi nyonya, waktunya anda makan siang biar saya yang menunggu Tuan" Emil datang seperti biasa, mengingatkan sang nyonya untuk mengambil makan siangnya dan bersantai sejenak di taman rumah sakit.
"Aku ingin makan disini Em, aku tidak ingin kemana-mana. Apakah dia akan bangun dengan segera?" jemari Laura menyentuh pipi Tony hingga mengusap lembut janggut panjang sang suami. "Berapa lama lagi?"
Emil hanya menunduk, tidak berani menjawab pun memberi pernyataan untuk sekedar menenangkan hati sang majikan.
"Tuan akan baik-baik saja nyonya, anda harus menjaga kesehatan anda juga. Tuan pasti akan menghukum saya jikalau nanti Tuan bangun dan mendapati nyonya sakit" akhirnya Emil mengeluarkan jurus terakhirnya yang tidak lain dan tidak bukan dengan menggunakan nama sang Tuan untuk membuat Laura menurut.
Pukkk!
Tinjuan kecil tangan Laura mendarat di lengan Tony. Emil sedikit kaget dengan tingkah sang nyonya, dia membulatkan matanya memperhatikan tubuh sang Tuan yang sedikit bergetar akibat pukulan itu. Dia mengkhawatirkan sesuatu yang entahlah apa itu hanya dirinya yang tahu.
"Kau jahat, bahkan disaat keadaanmu seperti ini kau masih memikirkan aku. Kau mengancam mereka untuk mengawasiku. Lalu...lalu kau malah menghukumku dengan tidak mau bicara denganku..hk..hk" suara Laura tiba-tiba serak, airmatanya menetes dan ia terisak pilu dengan meremas jemarinya yang sengaja ia tautkan dengan milik Tony setelah memukul lengannya tadi.
"Nyonya..."
"Diam kau! aku akan keluar dan jaga dia dengan benar sampai aku kembali" suara isakan wanita itu masih terdengar namun bentakannya tidak kalah menakutkan untuk Emil.
"Siap nyonya" Emil tercekat di tempat ia berdiri, ia hanya menatap sang nyonya yang segera keluar ruangan menuju taman rumah sakit dimana ia sudah ditunggu oleh pelayan rumahnya yang sudah membawa makan siangnya. Seperti itulah rutinitas wanita cantik itu seminggu ini, makan pagi dan makan siang di taman dan makan malam di ruangan tempat sang suami dirawat.
Begitu pintu tertutup, Emil berlari dibelakangnya. Dibukanya lagi pintu yang sama kemudian mengeluarkan kepalanya memutarnya ke kiri dan ke kanan mengawasi sekitar. Setelah dirasa sudah aman, pintupun ditutup kembali.
"Aman Tuan"
Huffffff....terdengar napas panjang Tony penuh kelegaan berhembus, setelah ia membuka matanya. Ditariknya kedua tangan menjadi satu, menekuk kepala kesamping dan menghentakkan kakinya ke tempat tidur untuk merilekskan otot-otot yang kaku.
Setelahnya ada yang mengetok pintu dan masuklah beberapa orang pelayan yang dengan cekatan menata meja mayo dihadapan Tony. Mereka sudah profesional dengan gerak cepat menyajikan makanan dengan taste sesuai selera sang majikan.
"Silahkan Tuan" Emil mempersilahkan sang tuan untuk menyantap makanan yang dihidangkan. Rupanya hal ini sudah berlangsung selama satu minggu tanpa pengetahuan nyonya mereka.
"Tuan.."
"Hemm..."
"Apa tidak apa-apa.."
"Apanya?"
"Nyonya Tuan, sepertinya nyonya sudah menyadari kesalahannya..kasihan nyonya, beliau tidak makan dengan baik seminggu ini meskipun tidak pernah melewatkannya, selain itu_"
Prang!!
Tony menghentikan makannya, meletakkan sendok dengan sedikit kasar hingga menimbulkan suara yang cukup keras di telinga semua orang yang ada di ruangan.
"Kau menggurui tindakanku Em?!" manik matanya menatap tajam bodyguardnya yang dengan berani membicarakan istrinya.
"Maaf Tuan saya_"
"Cukup!! Kau disini untuk mematuhi perintahku, dan bukan menilai apa yang kulakukan" ucap Tony seraya menyuap kembali makanan dari sendoknya. Dan setelahnya hening, tidak ada lagi yang berani berkata-kata ataupun bergerak tanpa perintah sang majikan. Mereka semua menunduk, menunggu sang majikan selesai makan atau mengucapkan perintah berikutnya.
"Ehem.."
Semua serempak mengangkat kepala mendengar sang majikan berdehem. Dengan hanya menganggukkan kepala para pelayan tahu bahwa makan siang telah selesai dan saatnya membereskan meja beserta peralatan makan yang ditinggalkan sang majikan. Selanjutnya mereka bergegas keluar hingga menyisakan sang Tuan dengan kedua bodyguardnya Reza dan Emil.
"Cek istriku"
Dengan segera Emil mengeluarkan ponselnya menghubungi seseorang, dan terdengarlah suara pelayan yang menemani Laura makan siang di taman.
"Lapor Tuan, nyonya sudah selesai makan, dan saat ini sedang menuju ke atas. Hari ini semakin banyak saja sisa makanan yang ditinggalkan nyonya. Beliau nampak tidak bernafsu sekalipun saya membujuk dengan segala cara. Bahkan maaf, saya menggunakan nama Tuan untuk membujuk namun beliau bergeming dan malah menangis, saya jadi merasa bersalah Tuan, maafkan saya"
"Baiklah..lanjutkan tugasmu"
Setelah ponsel dimatikan, Tony segera mengambil posisi seperti sediakala saat sang istri meninggalkannya tadi. Dan Reza segera keluar ruangan menanti kedatangan sang nyonya sedangkan Emil tetap di dalam.
Reza memastikan posisi sang nyonya yang tampak berjalan dengan gontai keluar dari lift. Tinggal beberapa meter lagi pasti akan sampai. Tangannya menarik earpiece dan memberitahukan Emil yang ada di dalam 'ruangan.
Begitu sang nyonya sampai di depannya, Reza mengangguk hormat dan mempersilahkan Laura masuk.
Ceklek...
"Aku sudah selesai, kalian berdua makan sianglah" ucap Laura seraya membawa tubuhnya mendekat ke tempat Tony.
"Saya nanti saja nyonya, biar saya yang menemani Tuan, nyonya saja yang istirahat" jawab Emil sopan. Mana mungkin ia berani istirahat sedangkan sang Tuan sedang murka padanya akibat keberaniannya tadi.
"Keluar!"
Emil mengangkat kepala, menatap nanar sang nyonya yang seharian ini mulai marah-marah tidak jelas.
"Aku ingin berdua saja dengannya, jadi..keluarlah sebelum kuusir kau dengan kasar"
"Baik Nyonya, saya keluar, " lekas mengangguk kemudian setengah berlari menuju pintu untuk meninggalkan sang majikan.
Laura mengulurkan tangannya, menautkan jemarinya pada lengan sang suami kemudian mengendusnya. Demi apa bahkan wangi keringat Tony sanggup mengobati rasa gundahnya. Mengapa ia baru menyadarinya sekarang setelah lelakinya itu tak lagi dapat berbicara padanya.
"Tony..bangunlah, aku rindu perhatianmu..rindu senyummu, meskipun jika kau bangun dan tetap masih tidak ingin menganggapku lagi...aku rela..hk...hk" isakan tangis Laura tertahan oleh rasa yang benar-benar membuat dadanya sesak. Segala penyesalan menyatu dengan sempurna saat ini, dan selalu sudah terlambat.
"Sayang kau dengar aku..ini pertama kalinya aku memanggilmu sayang...aku ingin terus memanggilmu sayang...tapi kau harus bangun" Laura menunduk, hingga akhirnya ia menempelkan kepalanya di lengan suaminya.
Airmatanya meleleh membasahi lengan kekar nan putih milik lelakinya. "Aku mencintaimu...maaf...hmmpppp" tiba-tiba Laura merasa seseorang menariknya, dan ia roboh di dada bidang serta berakhir dengan bibirnya yang bertaut dengan bibir sang suami.
"Tony?" Laura segera menarik tubuhnya hingga bibir itu terlepas, namun sedetik kemudian tangan kekar itu kembali merengkuh pinggang Laura hingga ia terjatuh kembali diatas suaminya.
"Panggil aku sayang"
"Ka-kau...bangun?"
Tony tersenyum seraya mengangguk. "Apa kau mempermainkanku?" Laura mendelik, ia merasa dibohongi.
"Bukankah kau senang aku bangun hemm?" lelaki itu tersenyum smirk mendapati istrinya yang masih kaget melihatnya.
"Kauuu...." Laura yang masih berada dipelukan Tony memukuli dada dan mencubit perut Tony. Lelaki itu mengaduh, namun ia tak juga melepaskan pelukannya.
"Kau jahat, aku benci..benci.." Laura sekuat tenaga menarik dirinya dan duduk di tepi ranjang rumah sakit dengan membelakangi suaminya.
"Baiklahh...kalau begitu lebih baik aku tidak usah bangun saja, biar aku tidur terus di rumah sakit dan_"
"Tidakkk" spontan Laura berteriak dan serta merta membalik tubuhnya menubruk tubuh kekar di depannya untuk memeluknya.
"Jangan lagi...sudahh..sudahh, maafkan aku Tony" Laura menangkup kedua pipi suaminya dan menatap penuh rindu dan cinta kewajah lelaki yang selalu tampan tapi tidak pernah diperhatikannya itu.
"Jadi...apa kau sudah benar-benar mencintaiku?" Tony bertanya meminta kejelasan akan ungkapan Laura yang ia dengar saat masih menutup mata tadi.
"Hahh..apa aku mengatakannya tadi?"Laura terlihat bingung, ia merasa tidak mengatakan apapun.
"Ayolah Lau, kau mengungkapkannya tadi, kenapa secepat itu kau melupakannya"
"Sungguh aku tak merasa mengatakannya" Laura masih kukuh dengan ucapannya.
"Lauuuu..." Tony memijat pelipisnya pelan.
"Aku tak mengatakannya sungguh Tony"
"Lauuuuu...."
*Dia lupa apa yang diucapkannya😬*
Arigatogozaimasu💜💜💜💜
terima kasih othorku🤣🤣🤣💯💯💯👏👏👏