NovelToon NovelToon
Ranjang Kosong Memanggil Istri Kedua

Ranjang Kosong Memanggil Istri Kedua

Status: sedang berlangsung
Genre:Kaya Raya / Beda Usia / Selingkuh / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Di balik kemewahan rumah Tiyas, tersembunyi kehampaan pernikahan yang telah lama retak. Rizal menjalani sepuluh tahun tanpa kehangatan, hingga kehadiran Hayu—sahabat lama Tiyas yang bekerja di rumah mereka—memberinya kembali rasa dimengerti. Saat Tiyas, yang sibuk dengan kehidupan sosial dan lelaki lain, menantang Rizal untuk menceraikannya, luka hati yang terabaikan pun pecah. Rizal memilih pergi dan menikahi Hayu, memulai hidup baru yang sederhana namun tulus. Berbulan-bulan kemudian, Tiyas kembali dengan penyesalan, hanya untuk menemukan bahwa kesempatan itu telah hilang; yang menunggunya hanyalah surat perceraian yang pernah ia minta sendiri. Keputusan yang mengubah hidup mereka selamanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18

Kompol Dharma menoleh ke arah tebing yang ditunjuk Rizal.

Medan di sana memang dikenal sangat terjal dan berbahaya, apalagi di pagi buta.

"Tim SAR, hati-hati! Tebingnya sangat curam, visibilitas terbatas!" seru Kompol Dharma melalui radio komunikasi, suaranya dipenuhi ketegasan.

Tim SAR berjuang keras. Batu kapur yang licin dan berlumut mempersulit pijakan.

Tali bergesekan dengan tajam di tepi tebing, dan suara gemuruh ombak di bawah membuat komunikasi menjadi hampir mustahil.

Lampu senter mereka hanya mampu menembus sebagian kecil kegelapan jurang yang dalam.

Rizal berdiri di tepi tebing, didampingi oleh beberapa petugas kepolisian yang menenangkannya.

Ia hanya bisa melihat sorotan lampu senter tim SAR yang bergerak perlahan menuruni tebing.

"Ya Tuhan, lindungi istriku," gumam Rizal, suaranya nyaris hilang.

Setelah hampir satu jam menyisir tebing, suara salah satu anggota tim SAR, yang dikenal sebagai Wayan, terdengar samar melalui radio komunikasi.

"Komandan! Saya melihat sesuatu! Sekitar sepuluh meter di bawah! Tersangkut di antara karang!" Wayan terdengar terengah-engah.

Rizal menegang dan mendekat ke Kompol Dharma.

"Itu pasti dia, Kompol!"

Kompol Dharma menanggapi dengan cepat.

"Wayan, hati-hati! Konfirmasi kondisinya!"

Setelah beberapa menit yang terasa seperti keabadian bagi Rizal, Wayan kembali bersuara. Kali ini, suaranya terdengar berat dan putus asa.

"Komandan! Kami menemukan korban, Ibu Hayu dengan posisinya sulit, terjepit. Kami kesulitan mendapatkan respons pernapasan. Kondisi tidak sadar, banyak luka terbuka di kepala dan tubuh. Mohon segera kirim tim medis untuk evakuasi darurat!"

Rizal mendengar setiap kata itu dengan jelas dan seketika ia merasakan seluruh darahnya seolah ditarik ke bawah.

"Tidak bernapas?" kalimat itu berputar-putar di kepalanya.

"Tidak! Dia harus bernapas! Selamatkan dia! Istriku masih hidup!" teriak Rizal dengan wajah yang panik luar biasa.

Ia mencoba menerjang ke tepi tebing, tetapi ditahan oleh dua petugas.

"Tenang, Bapak Rizal! Kami akan bekerja secepat mungkin!" ucap Kompol Dharma, seraya memberikan perintah tegas kepada tim evakuasi medis di atas.

Tim SAR bekerja dengan kecepatan penuh yang mengerikan.

Mereka berhasil membebaskan Hayu dari jepitan karang.

Dengan hati-hati, tubuh Hayu yang lemas diikat ke tandu evakuasi khusus.

Wayan dan timnya menarik tandu tersebut ke atas, dibantu oleh petugas lain di puncak tebing.

Proses evakuasi terasa menyiksa. Rizal hanya bisa melihat siluet Hayu yang perlahan diangkat dari jurang yang dingin.

Sekitar pukul dua siang, setelah perjuangan yang panjang dan menakutkan, tandu yang membawa

Hayu akhirnya mencapai puncak tebing.

Para petugas medis segera bergerak cepat. Hayu terbaring di atas tandu, wajahnya pucat pasi, pelipisnya robek dan mengeluarkan darah yang sudah mengering.

Rizal berlutut di samping tandu, wajahnya sudah penuh air mata.

"Sayang. Bangun, Sayang..."

Tim medis segera memeriksa denyut nadi dan pupil mata Hayu.

Pria yang bertanggung jawab atas tim medis, seorang paramedis berpengalaman, menggelengkan kepala dengan ekspresi sedih.

"Nadi sangat lemah, Pak. Kita harus coba resusitasi sekarang juga," ujar paramedis itu.

Salah satu paramedis wanita yang sigap itu segera membuka mulut Hayu dan memberikan napas buatan dari mulut ke mulut.

Ia menekan dada Hayu beberapa kali, mencoba mengembalikan detak jantung dan pernapasannya.

Rizal melihat semuanya dan ia tidak peduli dengan rasa sakit di punggungnya. Ia hanya bisa menatap wajah Hayu yang dingin.

"Hayu! Bangun! Jangan tinggalkan aku!"

Rizal memegang tangan Hayu yang dingin, menciumnya berkali-kali.

"Sayang, kita baru menikah! Kita baru memulai hidup kita! Kamu janji akan jadi istri terbaik untukku! Kamu janji akan buatkan Cumi Asam Manis lagi untukku!" tangis Rizal pecah, isakannya memilukan, air matanya membasahi pipi Hayu yang pucat.

Paramedis wanita itu terus memberikan napas buatan, tetapi Hayu tetap tidak menunjukkan respons.

"Satu kali lagi, Ibu! Ayo! Kembali!"

Rizal menundukkan kepalanya, menyandarkan keningnya di tangan Hayu, gemetar oleh keputusasaan yang mendalam.

Kompol Dharma mendekati Rizal dengan wajah prihatin.

"Bapak Rizal, kita harus bawa Ibu Hayu ke rumah sakit segera. Tim medis akan berusaha yang terbaik di perjalanan."

Rizal hanya bisa menganggukkan kepalanya dan menyisakan kebisuan yang lebih menyakitkan.

Ia menatap Hayu untuk terakhir kalinya sebelum para paramedis dengan cepat memindahkannya ke ambulans, suara sirine yang memekakkan telinga kini menjadi suara harapan yang tipis.

Di dalam ambulans, perawat terus berjuang keras.

Mereka memasang selang oksigen, memberikan infus, dan menempelkan elektroda di dada Hayu untuk memantau aktivitas jantungnya.

Meskipun denyut nadi Hayu sangat lemah dan dangkal, itu adalah satu-satunya tanda kehidupan yang tersisa.

Rizal duduk di samping, punggungnya bersandar di dinding ambulans dan masih memegang tangan Hayu yang dingin.

Pandangannya kosong, terfokus pada wajah Hayu yang pucat dan penuh luka.

Setiap getaran ambulans di jalanan yang berliku terasa seperti guncangan yang mengikis harapan Rizal.

"Bertahanlah, Sayang. Aku mohon, bertahanlah," bisik Rizal.

Beberapa menit kemudian, setibanya di Rumah Sakit Internasional Denpasar, Hayu langsung dibawa ke Unit Gawat Darurat (UGD).

Rizal dilarang masuk dan hanya bisa berdiri di balik pintu kaca, melihat Hayu dikelilingi oleh tim dokter dan perawat yang bergerak cepat.

Ia berjalan mondar-mandir di depan ruang UGD dan berharap semuanya baik-baik saja.

Setelah satu jam yang terasa seperti satu abad, seorang dokter spesialis bedah trauma keluar dari UGD. Dokter tersebut bernama Dokter Satya, seorang pria paruh baya dengan raut wajah serius.

"Dengan Bapak Rizal?" tanya Dokter Satya.

Rizal segera mendekat, jantungnya berdebar kencang.

"Ya, Dokter. Saya suaminya. Bagaimana keadaan istri saya?",

Dokter Satya menghela napas panjang sebelum menjawab pertanyaan dari Rizal.

"Kami sudah menstabilkan kondisinya. Ada kabar baik dan kabar buruk, Bapak Rizal."

Rizal menelan salivanya saat mendengar perkataan dari dokter

"Katakan saja, Dok."

"Kabar baiknya, Ibu Hayu selamat dari masa kritis. Cedera yang paling mengkhawatirkan adalah gegar otak ringan akibat benturan di kepala, dan kemungkinan keretakan di area tulang rusuk. Paru-parunya terisi sedikit cairan, mungkin karena benturan keras di tebing. Namun, tanda vitalnya, meskipun lemah, sudah merespons obat. Dia adalah wanita yang kuat."

Rizal menghela napas lega yang luar biasa, rasa syukurnya membuncah.

"Alhamdulillah. Lalu, kabar buruknya, Dokter?"

Dokter Satya menatap Rizal dengan ekspresi penuh empati.

"Luka di kepala Ibu Hayu cukup parah. Selain itu, kami mendeteksi adanya reaksi sisa dari zat kimia kuat di tubuhnya, kemungkinan kloroform dosis tinggi. Kami akan membersihkannya, tetapi saat ini, Ibu Hayu mengalami koma ringan."

Tubuh Rizal langsung lemas ketika mendengar perkataan dari dokter.

"Koma? Sampai kapan, Dok?"

"Kami tidak bisa memastikannya, Bapak. Bisa saja dalam hitungan jam, hari, atau bahkan lebih lama. Kami akan memindahkannya ke Ruang Perawatan Intensif untuk observasi 24 jam. Ini akan menjadi pertarungan yang panjang. Yang bisa kita lakukan sekarang adalah menunggu reaksi tubuhnya. Kami juga akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut terkait cedera internal."

Rizal hanya bisa mengangguk pasrah dan meminta dokter untuk menolong Hayu.

Dokter menganggukkan kepalanya dan kembali masuk ke ruangan UGD.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!