Yunita, siswi kelas dua SMA yang ceria, barbar, dan penuh tingkah, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis saat orang tuanya menjodohkannya dengan seorang pria pilihan keluarga yang ternyata adalah guru paling killer di sekolahnya sendiri: Pak Yudhistira, guru Matematika berusia 27 tahun yang terkenal dingin dan galak.
Awalnya Yunita menolak keras, tapi keadaan membuat mereka menikah diam-diam. Di sekolah, mereka harus berpura-pura tidak saling kenal, sementara di rumah... mereka tinggal serumah sebagai suami istri sah!
Kehidupan mereka dipenuhi kekonyolan, cemburu-cemburuan konyol, rahasia yang hampir terbongkar, hingga momen manis yang perlahan menumbuhkan cinta.
Apalagi ketika Reza, sahabat laki-laki Yunita yang hampir jadi pacarnya dulu, terus mendekati Yunita tanpa tahu bahwa gadis itu sudah menikah!
Dari pernikahan yang terpaksa, tumbuhlah cinta yang tak terduga lucu, manis, dan bikin baper.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 - Ujian
Suasana sekolah sedang tegang.
Murid-murid berlarian dengan wajah panik, ada yang sibuk membuka buku di koridor, ada yang menyalin catatan kecil di tangan, dan ada juga yang sibuk menenangkan diri sendiri sambil menggumam doa.
Tapi di tengah hiruk pikuk itu, Yunita justru duduk santai di bangku taman sekolah sambil makan es krim.
Seragamnya rapi, rambut dikuncir dua seperti biasa, dan ekspresinya? Tenang banget—bahkan terlalu tenang untuk ukuran siswi yang mau ujian.
“Yun! Kau kok bisa santai sih? Ini ujian kenaikan kelas, loh!” seru Rara setengah berteriak sambil menghampiri.
Yunita nyengir. “Lah, panik gak bikin nilai naik, Ra. Lagi pula, yang ngawas juga suamiku sendiri~” katanya dengan gaya manja yang langsung bikin dua sahabatnya, Nadia dan Salsa menjerit pelan.
“Ya ampun, Yun! Jangan bilang kamu bakal manfaatin status istri buat nyontek!” goda Salsa sambil menutupi mulutnya.
Yunita mendengus, “Hei! Aku tuh istri guru killer paling disiplin seantero sekolah, tahu! Nyontek dikit aja bisa diusir dari rumah.”
Ketiganya langsung ngakak.
Tapi begitu nama “Pak Yudhistira” disebut lewat pengeras suara, wajah Yunita langsung berubah.
“Uh-oh…” bisiknya. “Tandanya singa sudah keluar dari sarangnya.”
Dan benar saja beberapa detik kemudian, sosok Yudhistira muncul di koridor.
Kemeja putihnya tergulung di lengan, wajahnya tegas tapi adem, langkahnya tenang tapi aura kewibawaannya bikin semua murid otomatis duduk tegak.
“Baik, kelas 11A sampai 11D, silakan menuju ruang ujian masing-masing. Tidak ada toleransi keterlambatan hari ini,” katanya datar, tapi nadanya cukup bikin jantung seisi sekolah berhenti berdetak sepersekian detik.
Yunita langsung berdiri tegak.
“Haduh, suamiku lagi mode ‘guru killer’,” bisiknya ke sahabatnya.
Rara menepuk bahunya. “Sabar, istri singa. Kamu kuat.”
Di Ruang Ujian
Yunita duduk di bangku tengah, sementara Yudhistira berdiri di depan papan tulis, mengawasi dengan tatapan tajam yang seolah bisa menembus jiwa.
Beberapa murid bahkan menahan napas saat menulis, takut suara pensilnya terlalu keras.
Tapi satu hal yang menarik setiap kali lewat di dekat Yunita, tatapan Yudhistira selalu berubah sedikit lebih lembut.
Dan itu… tentu saja tidak luput dari perhatian teman-temannya.
“Eh, liat deh, Pak Yudis senyum pas liat Yunita!” bisik Rara pelan.
“Bukan senyum, itu kode maut biar Yunita gak berani nyontek,” balas Nadia sambil menahan tawa.
Yunita sendiri pura-pura fokus nulis jawaban, padahal dalam hati sudah ngedumel.
“Ck… dasar suami dingin. Senyum dikit aja kagak. Nih istri cantik di depanmu loh” pikirnya kesal sambil mencorat-coret kertas kosong.
Yudhistira yang membaca ekspresi istrinya cuma menahan senyum kecil.
Ia sengaja menunduk sedikit, pura-pura membenarkan dasinya agar wajahnya tak terlihat terlalu lembut. Tapi di balik ketegasan itu, sebenarnya hatinya geli sendiri melihat tingkah Yunita yang imut tapi sok serius.
Saat Istirahat Ujian
“Nilai bisa gak bagus, tapi perut tetap harus kenyang,” ujar Yunita sambil membuka bekal nasi goreng buatan Yudhistira.
Rara langsung memekik pelan. “Kamu dibuatin bekal sama Pak Yudis? Romantis banget, sih!”
Nadia melongo. “Eh, guru killer bisa masak?”
“Bisa dong,” jawab Yunita bangga. “Cuma sayangnya, waktu aku bantu malah dibilang bikin dapur kayak kapal pecah.”
Ketiganya tertawa keras. Tapi tiba-tiba bayangan seseorang jatuh di atas meja mereka.
“Siapa yang bilang kapal pecah?” suara itu rendah dan familiar.
Yunita langsung kaku. “Ehe… aku cuma bercanda, Pak… eh, mas… eh—Pak Yudhistira!” katanya terbata-bata.
Yudhistira melipat tangan di dada, menatapnya tajam tapi matanya menahan tawa. “Kapal pecah, ya? Nanti malam bantu masak lagi. Kita lihat siapa yang bikin dapur berantakan.”
Nadia dan Salsa udah gak kuat menahan geli. “Pak, kami bersaksi! Istrinya emang barbar di dapur!”
Yudhistira mengangguk. “Itu sudah saya tahu sejak malam pertama,” katanya datar.
Yunita langsung muka tomat.“Paak! Astaga! Jangan ngomong kayak gitu di sekolah!”
Seluruh meja mereka meledak tawa.
---
Malam Hari di Rumah
Begitu sampai di rumah, Yunita langsung merebahkan diri di sofa sambil merenggangkan badan.
“Capek banget, sumpah. Ujian baru dua hari, tapi otak udah kayak nasi uduk kering,” keluhnya.
Yudhistira yang baru keluar dari dapur membawa dua cangkir cokelat panas.
“Makanya semalam jangan begadang nonton drama. Kamu pikir soal ujian bisa dijawab pakai spoiler drama Korea?”
Yunita manyun. “Tapi dramanya seru. Oppanya mirip kamu,” gumamnya.
Yudhistira menaikkan alis. “Mirip saya?”
“Iya. Sama-sama dingin tapi kalau senyum bisa bikin pingsan,” balas Yunita polos.
Untuk pertama kalinya malam itu, Yudhistira benar-benar tersenyum lebar. Ia duduk di sampingnya, menatap wajah mungil istrinya yang penuh ekspresi.
“Tahu gak, kamu itu satu-satunya murid yang bikin saya pengen cepat pulang ke rumah.”
Yunita berhenti meneguk cokelatnya. “Serius?”
“Serius. Karena di rumah ada gadis cerewet yang tiap hari bikin saya kesal, tapi kalau gak lihat dia, rasanya sepi.”
Yunita langsung tersenyum manis, pipinya memerah.
“Cieee… romantis banget, Pak Guru.”
“Diam, sebelum saya suruh kamu remedial pelajaran cinta.”
Mereka berdua tertawa. Malam itu, kehangatan mengisi ruang sederhana itu—bukan karena cokelat panas, tapi karena cinta yang tumbuh dari kebersamaan sehari-hari.
---
Keesokan Paginya
Di sekolah, kabar sudah menyebar bahwa “Pasangan Guru & Siswi” itu semakin mesra.
Bahkan kepala sekolah pun sudah terbiasa melihat Yunita datang bareng Pak Yudhistira.
“Pagi, Bu Kepala,” sapa Yunita sopan.
“Pagi juga, Bu Guru kecil,” balasnya sambil tersenyum menggoda. “Hati-hati ya, nanti nilai suamimu dikira bias.”
Yunita ngakak. “Tenang, Bu. Kalau aku nilainya tinggi, itu murni hasil belajar keras!”
Yudhistira di sampingnya hanya geleng kepala. “Atau hasil ancaman istri ke suaminya,” gumamnya pelan.
Dan lagi-lagi, semua yang mendengar itu tertawa.
...****************...
Hari terakhir ujian pun datang.
Begitu bel berbunyi tanda selesai, Yunita mengangkat tangan tinggi-tinggi. “Yes! Merdekaaa!”
Satu kelas langsung ikut bersorak, sementara Yudhistira hanya bisa menepuk pelipisnya lelah.
“Kalau semua murid seperti kamu, sekolah bisa jadi sirkus,” katanya datar.
“Eh tapi sirkusnya pasti seru, Pak,” balas Yunita sambil menjulurkan lidah.
Yudhistira menatapnya lama, lalu berkata lembut, “Kamu tahu gak, Yunita… semenjak kamu ada, dunia saya memang jadi lebih berisik tapi juga jauh lebih hidup.”
Yunita terdiam sejenak, lalu tersenyum manis.
“Dan hidup saya jadi lebih berwarna… walau tiap hari dimarahin guru killer.”
Keduanya saling menatap lama, sebelum akhirnya tertawa bersama.
Begitulah, di tengah ujian yang penuh stres, mereka justru menemukan kebahagiaan sederhana cinta yang lahir dari tawa, gurauan, dan kehidupan bersama yang semakin erat.
Bersambung
yo weslah gpp semangat Thor 💪 salam sukses dan sehat selalu ya cip 👍❤️🙂🙏