Rumah tangga yang baru dibina satu tahun dan belum diberi momongan itu, tampak adem dan damai. Namun, ketika mantan istri dari suaminya tiba-tiba hadir dan menitipkan anaknya, masalah itu mulai timbul.
Mampukah Nala mempertahankan rumah tangganya di tengah gempuran mantan istri dari suaminya? Apakah Fardana tetap setia atau justru goyah dan terpikat oleh mantan istrinya?
Ikuti kisahnya yuk.
IG deyulia2022
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 Positif
Motor Nala sudah tiba di depan toko kosmetik miliknya. Toko itu sudah mulai dibuka oleh salah seorang pekerjanya.
Nala memasuki toko, dia langsung menuju ruang pribadinya di toko itu. Nala berpikir keras di dalam ruang pribadinya, tentang tindakan apa yang akan diambilnya setelah ini.
Nala merasa tidak ada seorang pun dalam keluarga suaminya yang membela dirinya. Dana juga saat ini seperti tidak bisa berkutik apa-apa. Dana dinilai kurang tegas dalam mengambil sikap.
Yang disesalkan Nala hanyalah, sikap Dana yang tidak mau tegas terhadap Devana yang seenaknya saja mendatangi rumah. Lalu ngajak jalan-jalan Raina dan suaminya, layaknya keluarga. Sementara dirinya, seperti disisihkan oleh Dana.
"Aku harus melakukan sesuatu biar Mbak Devana tidak terlalu sombong dan percaya diri untuk berusaha merebut kembali Mas Dana. Sebelum aku terlanjur sakit hati, aku harus memberikan pelajaran dulu sama wanita ular itu. Aku tidak mau membiarkan calon pelakor melenggang kangkung sambil tersenyum bahagia karena berhasil merebut Mas Dana," tekadnya seraya meraih Hp nya, lalu bangkit.
Tekad Nala begitu kuat, kalau Dana tidak bisa tegas, lebih baik dia yang ambil sikap tegas, agar Devana jera.
"Mbak Arni, saya pergi dulu, ya. Mungkin untuk beberapa hari saya tidak akan ke toko. Tolong Mbak Arni kasih laporannya nanti setiap hari ke WA saya." Sebelum pergi Nala memberikan arahan pada Arni salah satu pegawai kepercayaan Nala di toko.
"Siap, Mbak." Arni manggut. Setelah itu Nala keluar toko. Nala menyalakan motornya, kini motor itu ia tujukan ke sebuah sekolah SMP negeri di mana Devana mengajar.
Motor Nala tiba di sekolah SMP negeri itu, ia langsung menuju kantor dan berniat menemui langsung kepala sekolahnya.
Sayangnya Ibu kepala sekolahnya belum datang. Kebetulan kepala sekolahnya seorang perempuan. Namun, seorang Guru mempersilahkan Nala untuk menunggu, mereka menduga kalau Nala merupakan salah satu wali murid sekolah itu.
"Silahkan, Bu, ditunggu dulu, ya."
Nala mengangguk dan menduduki salah satu sofa di kantor itu. Mata Nala bergulir ke sana kemari mencari sosok Devana, sayangnya Devana belum kelihatan. Sepertinya dia belum datang.
"Kebetulan Ibu Kepala Sekolahnya baru datang," ujar salah satu Guru yang tadi mempersilahkan Nala duduk. Nala mengangguk ramah dan sudah tidak sabar menunggu Ibu Kepala Sekolah memasuki ruangannya.
Guru yang bernama Rani yang mempersilahkan Nala duduk, terlihat berbincang sejenak dengan Ibu Kepala Sekolah. Setelah itu Ibu Kepala Sekolah mengalihkan pandang ke arah Nala yang langsung disambut Nala. Nala mengangguk.
"Silahkan, Bunda, masuk," ujar Ibu Kepala Sekolah yang ditaksir usianya sekitar 40 tahunan. Nala berdiri lalu mengikuti Ibu Kepala Sekolah yang ber-name tag Gaida.
Bu Gaida menduduki kursinya menghadap meja. Ia mempersilahkan Nala duduk.
"Silahkan Bunda. Ngomong-ngomong, Bunda dengan bundanya siapa, ya?" tanya Bu Gaida.
"Mohon maaf, Bu. Kebetulan saya bukan wali murid siapa-siapa. Namun, saya datang ke sini selain ada tujuan lain, saya ingin sedikit observasi tentang sekolah ini, siapa tahu kelak saya menyekolahkan anak saya di sini," tukas Nala.
"Oh, boleh-boleh, dengan senang hati Bun. Saya berharap sekolah SMP negeri ini dari tahun ke tahun bisa banyak peminatnya dan bisa menjadi sekolah menengah yang mencetak siswa siswi yang cerdas dan gemilang serta berwawasan luas serta bermoral dan menjunjung tinggi nilai agama," ujar Bu Gaida sembari tersenyum.
"Betul itu, Bu."
"Lalu, maksud kedatangan Bunda ke sekolah ini selain observasi, apakah ada hal lain yang bisa kami bantu?" telisik Bu Gaida.
"Tentu saja ada, Bu. Saya hanya ingin membuat laporan tentang seorang Guru yang mengajar di sini." Nala mulai menyinggung masalah Devana.
"Oh, ya? Sebentar laporan tentang apa, misalnya? Apakah Guru tersebut menyalahi kode etik dalam proses belajar mengajar?"
Nala kemudian menceritakan dan membeberkan hal yang membuat dia mendatangi sekolah ini. Lalu Nala membahas tentang Devana.
Bu Gaida manggut-manggut, laporan apapun selama itu terkait dengan sekolahnya termasuk Gurunya, akan ia tampung. Dan mengenai Devana, maka pihak sekolah atau dewan kehormatan sekolah akan menindak seumpama secara personal Guru tersebut terlibat suatu masalah yang dianggap berat atau menyalahi aturan.
"Baik, Bun. Laporan Anda sudah kami terima. Ini akan menjadi pertimbangan pihak sekolah untuk menilai lebih lanjut Guru yang Bunda laporkan terkait laporan Bunda," pungkas Bu Gaida sembari berdiri dan menyalami Nala yang berpamitan.
Nala berpamitan pada Bu Gaida. Ia keluar dari ruangan Kepala Sekolah. Ketika ia keluar dari ruang Kepala Sekolah, Devana sudah berada di dalam kantor dan menoleh langsung ke arah Nala.
Nala tersenyum kecut, lalu berpamitan pada Guru yang lain yang sudah berada di sana untuk pamit, kecuali pada Devana.
Nala keluar dari ruang kantor, tidak luput mendapat tatap heran dari Devana. Tidak lama setelah Nala keluar dari ruangan Kepala Sekolah, nama Devana tiba-tiba dipanggil Bu Gaida dan disuruh menghadap ke ruangannya.
Devana mendadak bertanya-tanya ada apa gerangan? Jantungnya kini berdisko bagai musik yang mengalun keras.
Kini Nala sudah keluar dari kawasan sekolah. Perutnya mendadak mual kembali. Nala, memutuskan untuk pergi ke sebuah klinik di dekat toko kosmetik miliknya. Karena sudah hampir empat hari Nala merasakan hal yang sama. Mual dan tubuhnya disertai meriang.
Dalam perjalanan, ia kembali mengingat kejadian tadi di sekolah saat ia memberikan laporan terkait Devana. Nala merasa plong, mau bagaimana hubungannya nanti setelah ia melaporkan Devana ke dewan sekolah, Nala sudah siap dengan resikonya. Yang penting ia merasa puas sudah melaporkan tindakan kasar yang pernah Devana lakukan padanya.
Motor Nala tiba di sebuah klinik di kotanya itu. Klinik yang sudah semua orang tahu. Bahkan mamanya Dana juga sering berobat ke klinik itu.
Nala mulai memasuki klinik dan mendaftar. Setelahnya ia menunggu giliran dipanggil.
Nama Nala mulai dipanggil. Setelah itu dia melakukan beberapa tes, setelah dokter bertanya keluhan yang dialami Nala.
"Selamat Mbak, Anda saat ini sedang hamil dengan usia kehamilan tiga minggu. Apa yang selama beberapa hari ini Mbak rasakan, itu merupakan tanda-tanda kehamilan. Dan sekali lagi selamat ya, sekarang Mbak sudah menjadi calon ibu," ujar dokter itu membuat Nala tidak percaya. Seketika ia meneteskan air mata.
"Benar ini, Dok?" yakinnya lagi masih belum percaya.
"Betul. Jangan lupa ambil resepnya. Dan ingat, lakukan saran saya tadi. Hindari apa yang tidak boleh dilakukan selama hamil," ujar dokter itu memperingatkan.
Nala keluar dari klinik itu dengan hati yang campur baur, antara bahagia sekaligus sedih. Sejenak ia hanya meraba perutnya dengan wajah yang masih belum percaya kalau dirinya saat ini hamil.
"Aku hamil? Rasanya ini tidak bisa aku percaya kalau aku hamil. Ini akan menjadi berita yang mengejutkan bagi Mas Dana. Tapi, sebaiknya aku tidak beritahu dia dulu, mungkin saja Mas Dana tidak akan senang dengan kehamilanku ini. Apalagi setelah kejadian laporanku tadi perihal Devana, aku tidak tahu hubungan rumah tanggaku apakah akan bertahan atau justru berakhir?" renung Nala sembari menghampiri motornya di parkiran.
Di sebrang jalan, tanpa Nala sadari, ada dua pasang mata tengah mengawasi Nala dengan heran.
"Itu mantu kita habis keluar dari klinik itu, Ma. Apakah Nala sakit?" tunjuk Pak Damar mengarahkan tatapnya menuju klinik Harapan Sehat.
"Iya, ya. Sepertinya dia sedang berobat karena beberapa hari ini dia sakit. Ya sudah, Pah, sebaiknya kita segera pergi dari tempat ini," ajak Bu Diana kepada suaminya tanpa curiga apapun.
kuncinya dana harus tegas dan mertua g ikut campur
bener2 mertua jahat bisa2nya GK bisa bedain mana wanita terhormat dan wanita bar2.