Bagi Fahreza Amry, hinaan dan cemoohan ayah mertuanya, menjadi cambuk baginya untuk lebih semangat lagi membahagiakan keluarga kecilnya. Karena itulah ia rela pergi merantau, agar bisa memiliki penghasilan yang lebih baik lagi.
Namun, pengorbanan Reza justru tak menuai hasil membahagiakan sesuai angan-angan, karena Rinjani justru sengaja bermain api di belakangnya.
Rinjani dengan tega mengajukan gugatan perceraian tanpa alasan yang jelas.
Apakah Reza akan menerima keputusan Rinjani begitu saja?
Atau di tengah perjalanannya mencari nafkah, Reza justru bertemu dengan sosok wanita yang pernah ia idamkan saat remaja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Aku tidak harus bertanggungjawab pada siapapun
"Jadi, Ayah dan Ibu tidak akan bersama lagi?" tanya Dhea seraya mengerjapkan matanya yang bening.
Reza mengangguk pelan, dia mengusap lembut kepala anaknya.
"Ayah, apakah menjadi orang dewasa itu sangat sulit dan banyak masalah?"
Reza tersenyum teduh mendengar perkataan sang anak. "Sayang, menjadi orang dewasa memang tidak mudah, tapi itu adalah bagian dari hidup."
"Menjadi orang dewasa juga memiliki kelebihan. Kamu bisa melakukan banyak hal yang menyenangkan dan membantu orang lain," sambungnya dengan bijak.
"Ayah juga pernah merasa seperti yang Dhea rasakan, tapi Ayah belajar untuk menghadapi kesulitan dan menjadi lebih kuat," ucap Reza seraya mengacak pucuk kepala gadis kecilnya dengan gemas.
"Kalau begitu, Dhea mau menjadi lebih kuat seperti Ayah. Tapi..." Dhea terdiam. Matanya yang jernih menatap sang ayah dengan sendu.
"Tapi apa, Sayang?" timpal Reza.
"Apakah semua orang dewasa yang bertengkar harus berpisah? Apa masalah Ayah dan Ibu sangat rumit, sehingga tidak bisa bersama lagi seperti dulu?" Dhea bertanya dengan mimik wajah yang lucu.
Reza tersenyum getir lalu memeluk gadis kecilnya. "Sayang, ayah dan Ibu tidak bisa bersama lagi, karena Ibu sudah memilih orang lain." Reza mencoba memberi pengertian.
"Tapi, Dhea tidak usah khawatir. Ayah dan Ibu tetap mencintai dan menyayangi Dhea banyak-banyak." Reza menambahkan.
"Apa Ibu akan menikah dengan Om Farhan?"
Reza menggeleng. "Ayah tidak tahu, Nak. Itu urusan mereka."
"Apa...nanti Ayah juga akan menikah lagi?"
Reza melerai pelukan. Dibelainya wajah mungil anaknya itu penuh kasih sayang. Ia tersenyum lembut seraya merapikan rambut Dhea dan menyuntingkannya di atas telinga.
"Ayah tidak tahu dan tidak mau memikirkannya. Untuk sekarang Dhea adalah prioritas ayah. Memastikan anak ayah yang cantik ini bahagia dan menjadi anak yang hebat."
Suara Reza terdengar bergetar. Kepalanya terangkat ke atas berusaha menghalau airmata yang menggenang di pelupuk matanya agar tidak jatuh. Reza tidak ingin terlihat lemah di depan sang anak.
Dhea tiba-tiba mencium pipi Reza. "Dhea sayang, Ayah." Selesai berkata gadis kecil itu merebahkan kepalanya di pundak lebar nan kokoh milik sang ayah dengan manja.
"Dhea ngantuk, Ayah," gumamnya seraya menguap dengan lebar.
"Baiklah, mari kita tidur, Tuan Putri." Reza membaringkan Dhea di tempat tidur, lalu dirinya berbaring di samping anaknya dengan memiringkan tubuhnya menghadap sang anak.
Reza menepuk-nepuk punggung Dhea, sampai terdengar embusan halus keluar dari hidung yang teratur, menandakan bahwa gadis kecilnya telah tertidur pulas.
Reza memandang malaikat kecilnya itu dengan tatapan penuh makna. "Maafkan, ayah, Sayang. Kamu harus menjadi korban keegoisan kami."
Usia Dhea memang belum genap lima tahun, tetapi dia anak yang sangat kritis. Dia akan menjadi anak yang aktif dan ceria ketika bersama Reza. Dan akan berubah menjadi anak yang pendiam dan penurut saat bersama Rinjani.
Reza menghela napas panjang lalu mencium kening malaikat kecilnya itu dengan penuh kasih. Reza kemudian beranjak dari tempat tidur setelah membetulkan selimut agar anaknya bisa tidur dengan nyaman.
Reza mengambil ponselnya, dari tas ranselnya kemudian mengaktifkannya kembali. Sebelum menaiki pesawat tadi sore, dia memang sengaja menonaktifkan ponselnya, sehingga tidak bisa menerima panggilan ataupun pesan dari siapapun.
Reza tampak mengernyit kala melihat begitu banyak panggilan tak terjawab dari Farhan. Akan tetapi, Reza mengabaikannya. Dia tidak berusaha untuk menghubunginya kembali.
Reza justru menggulir ponselnya dan mencari nama Dimas, lalu mengirim pesan pada sahabatnya itu. Dia mengabarkan bahwa telah sampai dengan selamat di tempat tujuan.
*
Sementara itu, jauh di seberang samudera, Farhan dari tadi tampak kesal dan uring-uringan karena tak berhasil menghubungi Reza-kakaknya.
"Sial... Ke mana sih, itu orang? Sok jadi orang penting aja, dihubungi susah!" Farhan terus menggerutu.
Namun, dia tak menyerah. Ditekannya tombol panggil hingga entah panggilan yang ke berapa baru diangkat oleh Reza.
"Ada apa." Suara Reza terdengar sangat rendah dan datar.
"Kenapa ponselmu sulit dihubungi? Aaa... Aku tahu, kamu mau lepas dari tanggungjawab, makanya menonaktifkan ponselmu, kan?" sindir Farhan dengan kesal.
"Aku tidak harus bertanggungjawab pada siapapun, apalagi pada kalian," sahut Reza masih mencoba bersabar.
"Jangan jadi manusia pengecut yang melarikan diri setelah membuat keonaran," serang Farhan.
Di seberang sana Reza mendengar kata-kata Farhan dengan wajah merah padam karena marah. "Kamu berani menuduhku pengecut?"
"Lalu apa julukan yang pantas disematkan untuk orang yang dengan bangga merebut istri kakaknya sendiri?"
"Kamu yang berselingkuh dengan istriku, kamu yang merusak rumahtanggaku. Kamu itu lah pengecut, pecundang sejati, paham!" Reza membalas dengan penuh emosi.
Farhan menelan ludahnya dengan susah payah mendengar ucapan Reza. Namun, bukan Farhan namanya jika tidak bisa memutar balik keadaan! Farhan langsung mengubah ekspresi wajahnya menjadi senyum sinis meski Reza tak bisa melihatnya.
"Kamu harus membangun kembali rumah itu, bukankah itu seharusnya menjadi bagian Rinjani sebagai harta gono-gini?"
Dari seberang telepon Reza tertawa terbahak-bahak. "Hahaha... Cepat bangun gih, dari tidurmu. Biar nggak mengigau," ejek Reza.
"Atas dasar apa kamu menyuruhku membangun rumah itu kembali?" Reza bertanya.
"Aku memang sengaja merobohkan rumah itu, agar benalu seperti kalian tidak bisa menempatinya!" lanjutnya kemudian.
"Hei...Jangan serakah kamu jadi orang, Mas!" seru Farhan.
"Kalau begitu, sebaiknya kamu kembalikan Dhea pada kami. Karena Rinjani ibunya, dia yang lebih berhak mengasuh Dhea daripada kamu!" tekan Farhan.
"Kalau aku tidak mau, kamu mau apa?" tanya Reza remeh.
"Memangnya kamu itu siapa? Berani mengatur aku?" tanya Reza.
"Aku pasti akan melaporkanmu pada pihak berwajib dengan kasus penculikan," ancam Farhan.
"Silakan saja," jawab Reza santai. "akupun tidak akan tinggal diam. Aku memegang kartu AS-mu. Hahaha...!" Tawa Reza menggema terasa memekakkan di telinga Farhan.
"A-apa...maksudmu...?"
masih mending Sean berduit, lha Farhan?? modal kolorijo 🤢
Siapa yg telpon, ibunya Farhan, Rinjani atau wanita lain lagi ?
Awas aja kalau salah lagi nih/Facepalm/
maap ya ibuu🙈🙈
Rinjani....kamu itu hanya dimanfaatkan Farhan. membuang Reza demi Farhan dan ternyata Farhan sudah mencari mangsa yang lain😂