NovelToon NovelToon
Rahasia Di Balik Cinta Terlarang

Rahasia Di Balik Cinta Terlarang

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Duniahiburan / Rumahhantu / Mafia / Cintapertama / Berondong
Popularitas:978
Nilai: 5
Nama Author: Ulina Simanullang

Di Universitas Harapan Bangsa, cinta tumbuh di antara dua insan dari dunia yang berbeda. Stefanus, pemuda cerdas yang hidup serba kekurangan, menempuh pendidikan berkat beasiswa.Di sisi lain, ada Stefany, gadis cantik dan pintar, putri tunggal Pak Arman, seorang pengusaha kaya yang ternyata menyimpan rahasia kelam Ia adalah bos mafia kejam.Pertemuan sederhana di kampus membawa Stefanus dan Stefany pada perasaan yang tak bisa mereka tolak. Namun, cinta mereka terhalang restu keluarga. Pak Arman menentang hubungan itu, bukan hanya karena perbedaan status sosial,hingga suatu malam, takdir membawa malapetaka. Stefanus tanpa sengaja menyaksikan sendiri aksi brutal Pak Arman dan komplotannya membunuh seorang pengkhianat mafia. Rahasia berdarah itu membuat Stefanus menjadi target pembunuhan.Akhirnya Stefanus meninggal ditangan pak Arman.stelah meninggalnya Stefanus,Stefany bertemu dengan Ceo yang mirip dengan Stefanus namanya Julian.Apakah Julian itu adalah Stefanus?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ulina Simanullang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 18: Keputusan yang berat

Malam mulai turun di Jakarta. Lampu-lampu kota berpendar seperti bintang di bumi, tapi di rumah besar milik keluarga Arman, suasananya tetap sunyi. Di ruang kerja yang luas, Pak Arman duduk di kursi kulit hitamnya, jari-jarinya mengetuk pelan permukaan meja seolah sedang menghitung sesuatu yang tak terlihat.

Di hadapannya, segelas kopi hitam mengepul pelan. Tapi kopi itu sama sekali belum disentuh. Pikirannya terlalu penuh untuk memedulikan rasa pahit di cangkir itu.

Ponselnya berdering. Di layar tertulis nama David.

Pak Arman menghela napas, lalu mengangkatnya. “Halo, David.”

“Arman,” suara David terdengar tegas tapi bersahabat, “aku sengaja menelepon malam ini. Aku sudah memikirkan lagi soal Stefany. Kau harus segera ambil keputusan. Gadis itu tidak bisa dibiarkan terlalu lama tenggelam dalam kesedihan.”

Pak Arman diam sejenak. Tatapannya beralih ke jendela besar di samping ruang kerja. Di luar sana, hujan tipis mulai turun, membasahi dedaunan. Ia mengusap wajahnya pelan.

“David,” suaranya berat, “kau pikir memindahkan Stefany ke luar negeri akan menyelesaikan semuanya?”

“Aku tidak bilang menyelesaikan,” jawab David tenang. “Tapi setidaknya dia akan punya kesempatan memulai hidup baru. Lingkungan baru, teman baru, rutinitas baru. Dia tidak akan terus-menerus diingatkan pada… semua ini.”

Kalimat itu membuat Pak Arman terdiam. Ia tahu maksud David adalah Stefanus, meski temannya itu tak menyebut namanya secara langsung. Luka itu masih terlalu segar untuk dibicarakan.

David melanjutkan, “Arman, aku sudah bicara dengan pihak universitas di Melbourne. Mereka punya program yang bagus, dan juga konselor profesional yang terbiasa menangani mahasiswa dengan trauma emosional. Stefany akan mendapatkan bantuan yang dia butuhkan.”

Pak Arman memijat pelipisnya. Kata-kata David masuk akal, tapi hatinya tetap diliputi kegelisahan.

“Bagaimana kalau dia menolak?” tanya Pak Arman pelan. “Bagaimana kalau dia menganggap aku memaksanya?”

“Bicaralah baik-baik,” sahut David. “Katakan ini demi kebaikannya. Lagipula, Stefany butuh jauh dari kota ini, dari semua kenangan buruknya. Kalau tidak, dia bisa terjebak dalam kesedihan selamanya.”

Pak Arman bersandar di kursinya, menatap langit-langit ruangan. Hatinya terasa berat seperti dipenuhi batu.

“David,” suaranya perlahan tapi sarat emosi, “kau tahu… sejak ibunya meninggal, aku berjanji akan menjaga Stefany bagaimanapun caranya. Aku membangun bisnis ini, menguasai banyak hal, semua untuk masa depannya. Tapi sekarang… melihat dia seperti ini, aku merasa gagal sebagai ayah.”

David di seberang sana terdiam sejenak, lalu berkata pelan, “Tidak ada ayah yang sempurna, Arman. Kita hanya bisa berusaha sebaik mungkin. Tapi kalau kau terus diam, rasa bersalahmu justru akan membuat Stefany semakin hancur. Beri dia kesempatan untuk sembuh.”

Kata-kata itu seperti pisau yang menusuk hati Pak Arman.

Hujan di luar makin deras. Pak Arman memandang titik-titik air yang berlari di kaca jendela. Di pikirannya, wajah Stefany muncul jelas—tatapan kosongnya, tubuhnya yang semakin kurus, langkahnya yang lesu setiap hari.

David kembali bicara, kali ini lebih tegas. “Aku akan siapkan semuanya kalau kau setuju. Urusan kampus, tempat tinggal, bahkan pendamping psikolog. Stefany bisa berangkat bulan depan. Tapi aku butuh keputusanmu sekarang.”

Pak Arman menggenggam ponselnya erat-erat. Ada pergolakan besar di dalam dirinya.

Akhirnya ia berkata pelan, “Beri aku sedikit waktu, David. Malam ini… aku akan memikirkannya baik-baik.”

“Baik,” jawab David. “Tapi jangan terlalu lama, Arman. Stefany butuh jalan keluar, dan hanya kau yang bisa memberikannya.”

Telepon pun terputus.

Pak Arman duduk lama di kursinya, menatap gelapnya malam di luar jendela. Kata-kata David terus terngiang di kepalanya. Ia tahu temannya itu benar. Stefany tidak bisa terus hidup seperti ini. Tapi keputusan yang harus ia ambil bukanlah keputusan ringan.

Di satu sisi, ia ingin melihat Stefany tersenyum lagi, memulai hidup baru jauh dari semua luka lama. Di sisi lain, ia takut kehilangan putrinya takut jarak yang tercipta akan membuat Stefany semakin jauh darinya, terutama jika suatu hari kebenaran tentang Stefanus terungkap.

Hatinya bimbang, pikirannya penuh pertanyaan yang tak ada jawabannya.

Malam itu, untuk pertama kalinya dalam hidup, Pak Arman merasa semua kekuasaan dan uang yang ia miliki tak berarti apa-apa.

Malam itu terasa sangat panjang bagi Pak Arman. Setelah telepon dari David berakhir, rumah megah yang biasanya ramai dengan suara pelayan kini terasa seperti penjara sunyi. Suara hujan di luar jendela hanyalah latar samar bagi ribuan pikiran yang saling berdesakan di kepalanya.

Ia mematikan lampu di ruang kerja, melangkah pelan menyusuri lorong panjang menuju kamarnya. Setiap langkah terasa berat. Rasanya seperti ada beban yang mengikat kakinya.

Sesampainya di kamar, ia tidak langsung tidur. Sebaliknya, ia duduk di kursi dekat jendela, memandangi pekarangan luas yang basah kuyup oleh hujan. Lampu taman memantulkan cahaya kekuningan di permukaan air yang menggenang.

Di balik kaca jendela itu, ia melihat bayangannya sendiri. Seorang pria berumur lima puluhan, wajah tegas yang dulu selalu dipenuhi rasa percaya diri, kini tampak penuh keraguan.

“Apa aku ayah yang baik?”

Pertanyaan itu bergema di kepalanya.

Sejak Stefany kecil, ia selalu berusaha memberi yang terbaik. Rumah mewah, pendidikan terbaik, masa depan yang terjamin. Tapi semua itu sekarang terasa tak berarti ketika melihat putrinya duduk termenung berjam-jam di kamarnya, matanya kosong, senyumnya hilang entah ke mana.

Pak Arman menghela napas panjang. Ia ingat bagaimana Stefany dulu begitu ceria, sering tertawa kecil saat bercerita tentang kuliahnya, teman-temannya, bahkan tentang Stefanus—pemuda yang pernah membuatnya diam-diam khawatir.

Dan kini… Stefanus sudah tiada.

“Aku tidak pernah berniat menjadikan hidupmu seperti ini, Stefany,” gumamnya pelan, seolah berbicara pada bayangan putrinya.

Pikirannya berputar kembali ke malam tragedi itu. Malam ketika semua berubah. Malam ketika darah menodai tangannya, meski bukan ia sendiri yang menarik pelatuk. Ia hanya memerintahkan. Satu keputusan dingin yang kini mengubah hidup putrinya selamanya.

Ia memejamkan mata.

“Kalau saja aku bisa memutar waktu…”

Tapi waktu tak pernah bisa diputar. Dan sekarang, ia hanya bisa menghadapi akibatnya.

Pak Arman mengambil foto Stefany dari meja samping tempat tidur. Foto itu diambil saat Stefany berulang tahun yang ke-17. Senyum cerahnya di depan kue ulang tahun membuat hatinya semakin perih.

Kini senyum itu hilang. Digantikan duka yang tak terlihat ujungnya.

“Kalau aku kirim dia ke luar negeri,” batinnya bergulat, “mungkin dia bisa sembuh. Mungkin… dia akan menemukan hidup baru.”

Tapi suara lain di dalam dirinya berbisik:

“Bagaimana kalau dia malah semakin jauh darimu, Arman? Bagaimana kalau dia membencimu ketika suatu hari tahu kebenarannya?”

Pertanyaan itu membuatnya gelisah.

Malam semakin larut. Pak Arman mencoba tidur, tapi matanya tak mau terpejam. Ia berbalik ke kanan, lalu ke kiri. Setiap kali memejamkan mata, wajah Stefany muncul, begitu juga wajah Stefanus—pemuda yang kini hanya tinggal kenangan.

Ia duduk lagi, mengambil rokok dari laci meja. Meski sudah jarang merokok, malam ini ia butuh sesuatu untuk meredam kegelisahan di dadanya. Asap rokok mengepul tipis, memantul di bawah cahaya lampu meja yang redup.

Setiap tarikan napas membawa ingatan baru. Tentang bagaimana Stefany memohon padanya dulu agar ia mau menerima Stefanus. Tentang bagaimana ia menolak dengan alasan perbedaan status sosial.

Dan kini, semua itu berakhir tragis.

“Apa benar memindahkanmu akan membuatmu bahagia, Stefany?” pikirnya lagi.

Sebagai seorang ayah, ia ingin memeluk putrinya, mengatakan semuanya akan baik-baik saja. Tapi ia sendiri tak yakin semuanya akan baik-baik saja. Luka di hati Stefany terlalu dalam.

Namun ia juga tahu, jika Stefany tetap di kota ini, di rumah ini, setiap sudut akan selalu mengingatkannya pada Stefanus. Pada cinta yang direnggut darinya dengan cara paling kejam.

Mungkin David benar. Mungkin ini satu-satunya jalan.

Jarum jam bergerak pelan, tapi bagi Pak Arman malam itu seperti tak berujung.

Sekitar pukul tiga dini hari, ia masih duduk di kursi dekat jendela, memandangi sisa-sisa hujan yang kini hanya menetes pelan dari atap.

Di kejauhan, langit mulai memudar sedikit, tanda pagi sebentar lagi tiba. Tapi ia tahu, bahkan ketika matahari terbit, gelap di dalam hatinya belum tentu akan hilang.

Ia memutuskan dalam hati: besok ia akan bicara dengan Stefany.

Keputusan itu masih terasa berat, tapi ia tahu, seorang ayah harus memilih bahkan ketika hatinya hancur.

1
Ida Bolon Ida Borsimbolon
mantap,Tetap semangat berkarya💪☺️
argen tambunan
istriku jenius bgt lah♥️♥️
argen tambunan
mantap
Risno Simanullang
mkasi kk
Aiko
Gila keren!
Lourdes zabala
Ngangenin ceritanya!
Risno Simanullang: mkasi kk
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!