NovelToon NovelToon
Koki Cantik Penyelamat Kaisar

Koki Cantik Penyelamat Kaisar

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Time Travel / Cinta Seiring Waktu / Masuk ke dalam novel / Mengubah Takdir / Penyeberangan Dunia Lain
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Laila ANT

Han Qiu, seorang penggemar berat street food, tewas akibat keracunan dan bertransmigrasi ke dalam tubuh Xiao Lu, pelayan dapur di era Dinasti Song. Ia terkejut mendapati Dapur Kekaisaran dikuasai oleh Chef Gao yang tiran, yang memaksakan filosofi 'kemurnian'—makanan hambar dan steril yang membuat Kaisar muda menderita anoreksia. Bertekad bertahan hidup dan memicu perubahan, Han Qiu diam-diam memasak hidangan jalanan seperti nasi goreng dan sate. Ia membentuk aliansi dengan Kasim Li dan koki tua Zhang, memulai revolusi rasa dari bawah tanah. Konfliknya dengan Chef Gao memuncak dalam tuduhan keracunan dan duel kuliner akbar, di mana Han Qiu tidak hanya memenangkan hati Kaisar tetapi juga mengungkap kejahatan Gao. Setelah berhasil merestorasi cita rasa di istana, ia kembali ke dunia modern dengan misi baru: memperjuangkan street food yang lezat sekaligus higienis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Laila ANT, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Senyum setengah Mangkok

Bibirnya sedikit terbuka, siap menerima suapan pertama yang mungkin akan mengubah segalanya.

Sendok perak itu menyentuh bibir Kaisar yang pucat, seolah sebuah ciuman beku yang perlahan meleleh. Bubur putih itu, yang kini membawa infus kehangatan, masuk ke dalam mulutnya.

Tidak ada letupan rasa yang dramatis, tidak ada kembang api di lidah. Hanya ada keheningan. Sebuah keheningan yang lebih dalam daripada yang pernah ia alami. Mata Kaisar yang tadi kosong kini memejam, bukan karena jijik, melainkan seolah merasakan sensasi yang langka, ia terdiam meresapi rasa yang sudah lama hilang diri nya.

Sebuah napas tipis keluar dari bibirnya, sebuah desahan yang tak terucapkan, seperti embusan angin pertama setelah badai panjang. Ia membuka matanya, menatap sendok itu, lalu kembali ke mangkuk. Ada kerutan samar di antara alisnya, sebuah kebingungan yang yang entah apa itu.

Chef Gao, yang berdiri kaku bagai patung di sampingnya, mengamati dengan mata tajam. Ia merasakan ada sesuatu yang tidak biasa terjadi di sini, perubahan yang hampir tak terlihat, namun ia tak bisa menguraikannya. Udara di ruangan itu terasa tegang, setiap orang menahan napas, kecuali Han Qiu yang jantungnya bergemuruh seperti genderang perang di dadanya.

Kaisar perlahan, dengan gerakan yang lebih pasti dari sebelumnya, menyendok bubur itu lagi. Suapan kedua. Kali ini, ia mengunyahnya. Sebuah gerakan yang sudah lama tidak ia lakukan dengan penuh kesadaran. Tekstur lembut bubur itu, yang diperkaya oleh kaldu, terasa berbeda.

Ada lapisan rasa yang tak dikenalnya, sebuah kedalaman yang berbicara tentang sesuatu yang jujur dan tak dibuat-buat. Bukan sekadar nasi dan air; ini adalah ekstrak dari kehidupan.

Satu suapan menjadi dua, dua menjadi tiga. Setiap suapan adalah sebuah kemenangan kecil, sebuah pemberontakan sunyi terhadap tirani kemurnian. Han Qiu melihatnya, merasakan gelombang harapan yang membanjiri dirinya. Kaisar tidak lagi makan karena kewajiban; ia makan karena sebuah dorongan, sebuah rasa ingin tahu yang baru terbangun.

Di sudut matanya, ia melihat Kasim Li, yang tadinya pucat pasi, kini menatap dengan mata berbinar, sebuah senyum tipis terukir di bibirnya yang nyaris tak terlihat.

Mangkuk porselen itu perlahan-lahan mengosong. Separuh mangkuk, sebuah pemandangan yang tak pernah terlihat di meja Kaisar selama bertahun-tahun. Chef Gao, meski tidak mengerti, merasakan sesuatu yang terlepas dari kendalinya.

Ia melihat Kaisar yang biasanya hanya menelan satu atau dua sendok, kini telah menghabiskan setengahnya. Ini adalah sebuah keajaiban kecil, sebuah duri dalam ideologi Gao.

Kaisar akhirnya meletakkan sendok peraknya. Ia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Ia hanya menatap mangkuk setengah kosong itu, lalu mengangkat pandangannya. Matanya yang tadi sendu kini memiliki percikan cahaya, sebuah pertanyaan yang mengambang di udara.

Tatapannya kembali menemukan Han Qiu, yang masih berdiri di bayang-bayang, sebuah sosok kecil yang menantang di antara kemegahan istana.

"Mengapa..." suara Kaisar, yang biasanya lemah dan datar, kini terdengar sedikit lebih kuat, meski masih dipenuhi kebingungan,

"Mengapa bubur ini... terasa seperti sebuah kisah, bukan hanya bubur?"

Pertanyaan itu melayang, mengisi kekosongan. Chef Gao tersentak. Sebuah kisah? Bubur adalah bubur, makanan adalah makanan. Ia tidak mengerti.

Han Qiu, yang jantungnya berdegup tak karuan, tahu inilah momennya. Ia harus menjawab, tetapi jawabannya tidak boleh mengkhianati rahasianya. Ia melangkah maju sedikit, membungkuk dalam.

"Yang Mulia," katanya, suaranya tenang namun mengandung getaran yang hanya bisa didengar oleh telinga yang peka,

"sebuah bubur yang hanya terbuat dari beras dan air, itu adalah lembaran kosong. Tanpa rasa, ia hanya ada. Namun, jika ada sentuhan dari... kehidupan di dalamnya, ia akan bercerita."

Ia berhenti sejenak, menimbang kata-katanya.

"Seperti sebuah jalanan, Yang Mulia. Di jalanan, setiap bahan bertemu, bersatu, dan berbagi cerita mereka. Sedikit tulang yang direbus dengan sabar, sepotong jahe yang menghangatkan, sehelai daun bawang yang memberi kesegaran. Mereka bukan bahan yang mewah, tetapi mereka jujur"

Dia berhenti sejenak,

"Mereka tidak berpura-pura. Mereka menceritakan kisah tentang kehangatan rumah, tentang kerja keras, tentang sukacita sederhana dari rasa yang apa adanya." Lanjut Han Qiu

Chef Gao mendengus,

"Omong kosong! Makanan adalah nutrisi, bukan puisi! Ini hanya bubur. Sebuah bubur yang bersih dan murni!"

Kaisar tidak memedulikan Gao. Matanya tetap terpaku pada Han Qiu, seolah Han Qiu baru saja mengucapkan sebuah mantra kuno yang membangkitkan sesuatu di dalam dirinya.

"Sebuah kisah... kehangatan rumah..." ia mengulang, suaranya nyaris berbisik. Ada nostalgia yang tidak ia sadari.

"Jadi, kau bilang... bubur ini punya... jiwa?"

Han Qiu tersenyum tipis, senyum yang tak terlihat oleh Gao, namun tertangkap oleh mata Kaisar.

"Bukan jiwa, Yang Mulia. Tapi... ingatan. Ingatan tentang rasa sejati yang pernah ada. Ia mengingatkan kita bahwa makanan yang paling sederhana pun bisa menjadi sebuah petualangan, jika kita membiarkannya bercerita."

Sebuah keheningan menggantung di ruangan itu, diisi oleh pemahaman kata-kata Han Qiu. Kaisar mengamati Han Qiu dengan tatapan yang kini bukan lagi kosong, melainkan penuh dengan rasa ingin tahu yang dalam, sebuah koneksi rahasia yang baru saja terbentuk.

Gadis pelayan ini, Xiao Lu, telah memberinya lebih dari sekadar makanan; ia telah memberinya sebuah jendela ke dunia yang terlupakan.

"Kau boleh kembali," kata Kaisar, suaranya kembali datar, tetapi ada nada definitif yang baru di sana.

Bukan lagi perintah yang lesu, melainkan sebuah izin yang bermakna.

"Aku... akan merenungkan kisah ini."

Han Qiu membungkuk lagi, hatinya berdebar dengan kemenangan yang tak terucapkan. Ia berbalik, melangkah mundur ke arah pintu. Saat ia melewati Kasim Li, Li memberinya kedipan mata kecil yang penuh kegembiraan dan kelegaan.

Di luar paviliun Kaisar, Kasim Li menyusul Han Qiu, napasnya tersengal.

"Xiao Lu! Kau... kau luar biasa! Setengah mangkuk! Kaisar makan setengah mangkuk!" Ia memegang tangan Han Qiu, gemetar.

"Aku tidak percaya! Apa yang kau katakan padanya? 'Sebuah kisah'? Gao hampir meledak!"

Han Qiu hanya tersenyum samar.

"Aku hanya mengatakan kebenaran, Li. Bahwa makanan seharusnya memiliki cerita." Ia melihat ke arah mangkuk yang dibawa oleh pelayan lain, yang kini akan kembali ke dapur.

Mangkuk setengah kosong itu adalah bukti bisu.

"Sekarang, kita harus memastikan mangkuk itu sampai ke dapur dengan aman. Dan Gao tidak boleh tahu persis apa yang terjadi."

Li mengangguk.

"Jangan khawatir. Aku akan mengurusnya. Tapi... apa ini akan berhasil? Apa dia akan terus makan?"

"Dia akan," Han Qiu meyakinkan, sebuah keyakinan membara di matanya.

"Karena sekarang, dia tahu ada dunia di luar bubur beningnya. Dia telah merasakan... kehidupan."

Li bergegas kembali ke dapur utama, membawa mangkuk setengah kosong itu dengan hati-hati seolah membawa permata paling berharga di istana. Han Qiu mengikutinya, perasaannya campur aduk antara euforia dan ketakutan.

Mereka telah berhasil melewati rintangan pertama, tetapi pertarungan ini baru saja dimulai.

Di dapur utama, Chef Gao sudah menunggu. Matanya yang tajam menyapu mangkuk yang dibawa Li. Ia melihat isinya, menaksir jumlah bubur yang hilang. Sebuah kerutan muncul di dahinya yang licin.

"Berapa yang dimakan Yang Mulia?" tanyanya, suaranya dingin dan tanpa emosi.

"Setengah mangkuk, Chef Gao," jawab Li, berusaha menjaga ekspresinya tetap netral.

"Sebuah keajaiban, bukan?"

Gao tidak menjawab. Ia hanya mengambil pena dan sebuah gulungan perkamen. Tangannya yang ramping menuliskan sesuatu dengan cermat, Ia menatap mangkuk itu sekali lagi, seolah mencoba mengupas rahasia di baliknya. Ada sesuatu yang salah. Ada sesuatu yang tidak cocok.

"Sedikit peningkatan," gumamnya, matanya menyipit.

Ia menatap tajam ke arah Han Qiu, seolah ia bisa membaca semua kejahatan yang tersembunyi.

"Ini tidak akan terulang lagi."

Han Qiu menahan napas, tahu bahwa kalimat terakhir itu adalah sebuah janji dingin, sebuah ancaman yang.....

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!