NovelToon NovelToon
Babysitter Pavorite

Babysitter Pavorite

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Harem / Cinta pada Pandangan Pertama / Mafia / Romansa
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: SNUR

"Berhenti gemetar Ana.. Aku bahkan belum menyentuhmu." Nada suara itu pelan, rendah, dan berbahaya membuat jantung Ana berdebar tak karuan. Pertemuan mereka seharusnya biasa saja, tapi karena seorang bocah kecil bernama Milo semuanya menjadi berubah drastis. Daniel Alvaro, pria misterius yang membuat jantung ana berdebar di tengah kerasnya hidup miliknya. Semakin Ana ingin menjauh, semakin Daniel menariknya masuk.Antara kehangatan Milo, sentuhan Daniel yang mengguncang, dan misteri yang terus menghantui, Ana sadar bahwa mungkin kedatangannya dalam hidup Daniel dan Milo bukanlah kebetulan,melainkan takdir yang sejak awal sudah direncanakan seseorang.
Bagaimana jadinya jika Ana ternyata mempunyai hubungan Darah dengan Milo?
apa yang akan terjadi jika yang sebenarnya Daniel dan Ana seseorang yang terikat janji suci pernikahan di masa lalu?
Siapa sebenarnya ibu dari Milo? apa hubungannya dengan Ana

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SNUR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Malnutrisi

" Ana aku mohon bertahanlah! " Milo menggenggam tangan Ana dengan hati-hati, matanya dipenuhi dengan kekhawatiran.

Daniel menggendong Ana masuk ke dalam mansion miliknya. Langkahnya besar dan cepat, namun tetap hati-hati agar tubuh kecil itu tidak terguncang dengan keras.

Mansion megah itu terasa sunyi, hanya suara Milo yang terus berbicara dengan pelan,

“Papa… Ana kenapa? Dia semakin panas…”

Daniel tidak menjawab pertanyaan Milo. Rahangnya sedikit mengeras, wajahnya begitu tegang.

Ia menurunkan Ana perlahan di sofa besar yang ada di ruang tamu. Gadis itu tampak begitu ringan, seperti hanya sehelai kapuk.

Daniel menatap kening Ana yang memerah.

Napasnya tersengal-sengal, tubuhnya basah keringat dingin. Dalam pikirannya bertanya-tanya sebenarnya apa yang terjadi pada anak SMA ini? Sepertinya ada yang salah dengan hidupnya.

“Rina!” panggil Daniel lantang.

Seorang pembantu wanita yang sudah memasuki kepala empat muncul dengannya tergesa.

“Iya, Tuan?”

“Ambilkan kompres dingin. Sekarang!”

Nada bicara Daniel tajam, tapi juga penuh kepanikan.

Rina mengangguk cepat dan pergi kedapur, meninggalkan Daniel yang masih jongkok di sisi sofa, memegang pergelangan tangan Ana untuk memastikan nadinya.

Lara, yang sejak tadi mengikuti dari belakang, menyilangkan tangannya di dada. Tatapannya menusuk ke arah Ana yang tak sadarkan diri.

“Ini… siapa sebenarnya, Tuan Daniel?”

Suara Lara terdengar manis di permukaan, tapi sarat jejak iri.

Daniel tak menoleh.

“Dia hanya gadis yang menolong Milo.”

“Menolong?” Lara mendengus pelan. “Atau dia yang membawanya lari dan membuatmu terluka begitu parah? Bisa jadi dia adalah dalang dari semua ini. "

Milo langsung mengerutkan wajah, menatap Lara penuh ketidaksukaan.

“Lara, kamu jangan berburuk sangka! Ana itu baik. Dia sudah menolong aku!” seru Milo dengan nada kesal.

“Baik?” Lara menatap Milo dengan senyum dipaksakan. “Kamu baru mengenalnya beberapa menit sayang. "

"Aku tau Ana orang baik. " Milo tetap kekeh pada ucapannya. Kedua tangannya berkacak pinggang menatap permusuhan pada Lara.

"Baiklah Milo.. Baiklah.. Lalu kenapa dia harus digendong oleh Tuan Daniel? Tidaklah kamu lihat Milo, ayahmu terluka cukup parah? "

“Memangnya kenapa kalau Papa gendong Ana?” Milo balik bertanya dengan tajam.

“Apa tante Lara cemburu? Memangnya tante Lara siapa sampai boleh cemburu pada Ayahku?”

Kalimat polos itu membuat Lara terdiam seketika. Bibirnya gemetar menahan emosi.

Daniel akhirnya menoleh dan memberikan satu tatapan tegas.

“Lara, cukup.”

Lara menggigit bibirnya, menundukkan kepala, namun rasa iri itu tidak hilang, bertahun-tahun ia berada di posisi paling dekat dengan daniel tapi tidak pernah sekalipun Daniel memberi perhatian padanya.

Rina, pembantu di mansion Daniel kembali sambil membawa mangkuk dan handuk kecil.

“Tuan, ini kompresnya.”

Daniel mengambilnya tanpa berkata apa-apa lalu membuka lipatan handuk.

Dengan gerakan lembut bertolak belakang dengan sifatnya yang dingin, ia menempelkan kompres ke dahi Ana.

Suhu panas dari kulit gadis itu membuat Daniel mengerutkan alis.

“Mengapa tubuhmu bisa sepanas ini…?” gumamnya pelan, hampir seperti ia berbicara pada dirinya sendiri.

Milo duduk di lantai, mendekat pada ayahnya.

“Papa… Ana sakit, ya? Tolong Jangan biarkan dia mati…”

Daniel mengusap kepala anaknya.

“Tenang sayang. Dokter sebentar lagi akan datang.”

Tapi matanya kembali jatuh pada wajah Ana.

Wajah yang begitu Pucat dan terlihat lemah.

Lara memandang semuanya dengan dada yang sesak, penuh rasa tak terima.

Setiap kali Daniel mengganti kompres Ana, setiap kali Milo memegang tangan gadis itu…

rasa panas di dada Lara makin membuncah.

“Kenapa harus dia… kenapa harus gadis asing itu…,” gumam Lara dalam hati.

Dokter Arvin datang tergesa-gesa, membawa tas medisnya.

Begitu melihat Daniel yang penuh luka dan Milo yang menangis, dokter itu langsung tahu keadaan darurat sedang berlangsung.

“Di mana pasiennya?” tanya Dokter Arvin dengan cepat.

Daniel menunjuk sofa tempat Ana terbaring. Rambut gadis itu menempel di pelipisnya, wajahnya memerah seperti terbakar, tubuhnya gemetar kecil, keringat sudah membasahi hampir separuh badannya.

Dokter Arvin segera berlutut di sampingnya.

Ia membuka alat-alat medis, memeriksa suhu tubuh Ana, mengecek nadi, menekan perutnya perlahan, lalu menyalakan senter kecil untuk memeriksa respons matanya.

Milo menggigit bibirnya, memegang ujung kemeja baju Daniel.

“Dok… Ana nggak apa-apa, kan?”

Dokter tidak langsung menjawab.

Gerakannya terlihat serius, wajahnya semakin tegang.

Setelah beberapa menit, dokter menarik napas berat.

Ia berdiri dan menatap Daniel dengan ekspresi cemas yang jarang terlihat dari seseorang yang sudah profesional.

“Daniel… gadis ini mengalami demam tinggi akut dan tubuhnya sangat lemah,” ujarnya pelan.

Daniel mengerutkan alis.

“Karena? Apa yang terjadi padanya?”

Dokter menatap Ana lagi, wajahnya penuh iba.

“Selain demam, aku menemukan tanda-tanda malnutrisi kronis, Daniel.”

Suaranya rendah, seperti takut menggores harga diri orang lain.

“Dia… kekurangan gizi sejak lama.”

Daniel terdiam.

Lara menutup mulutnya, terkejut sekaligus… entah, senang atau iba pada gadis SMA itu.

Milo langsung memeluk tangan Ana dengan erat.

“Malnut… apa itu, Dok?”

Dokter berjongkok lagi dan menepuk kepala Milo.

“Itu artinya Ana sering tidak makan teratur. Mungkin hanya makan sekali sehari, atau bahkan tidak sama sekali ketika tak punya uang.”

Pandangan Daniel membeku.

Dokter melanjutkan tanpa menyadari betapa kata-katanya menusuk dalam.

“Napasnya bergerak dengan cepat, suhu tubuhnya sangat tinggi… jika terlambat beberapa menit saja, dia bisa—”

“tidak usah lanjutkan.”

Nada Daniel terdengar rendah dan tajam.

Matanya bergetar, meski wajahnya tetap dingin dan datar.

Dokter mengangguk, lalu mengeluarkan peralatan infus.

“Aku perlu memasang infus sekarang juga. Gadis ini butuh cairan, nutrisi, dan obat penurun panas secepatnya.”

Rina membawa meja kecil untuk menopang kantong infus.

Dokter membersihkan lengan Ana yang kurus dan pucat, lalu menusukkan jarum dengan hati-hati.

Milo langsung menutup mata, ia sedikit takut saat melihat jarum.

Daniel memegang kepalanya agar anak itu merasa aman.

Tetapi Daniel sendiri… diam.

Dialah yang paling tidak tenang.

Selesai memasang infus, Dokter Arvin berdiri lagi dan menatap Daniel serius.

“Dari hasil pemeriksaan awal… Ana tidak hanya sakit karena demam,” katanya.

“Sistem imunnya melemah akibat pola makan yang sangat buruk dalam waktu lama. Ini kondisi serius.”

Daniel mengepalkan tangan.

“Siapa… yang membiarkan anak ini hidup seperti ini?”

Tidak ada yang menjawab.

Lara menatap Ana lama, wajahnya rumit.

Antara iba… dan rasa tidak terima.

Sementara Milo naik ke sofa, duduk di samping Ana sambil menggenggam tangan dingin itu.

“Ana… aku mohon jangan mati, ya…” bisiknya lirih.

Dokter menepuk bahu Daniel.

“Dia harus diawasi semalaman. Jika panasnya tidak turun, kita harus bawa ke rumah sakit.”

Daniel mengangguk.

“Dia akan tinggal di sini.”

Lara menoleh cepat.

“Apa?”

Daniel menegaskan lagi, tanpa memandang Lara.

“Dia tinggal di sini. Aku akan mengurus semua kebutuhannya.”

Ruangan itu langsung terasa lebih dingin dari sebelumnya.

Lara membeku, sedangkan Rina menunduk, berbeda dengan Milo yang berseri-seri sambil memandang Ana yang tetap terlelap.

"Terima kasih ayah. " Ucap Milo dengan tulus.

1
Anonymous
seruu👍
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
Anonymous
curiga sama si ana
Anonymous
sinis nya si lara
Anonymous
kerenn👍
Anonymous
keren thor👍👍
Anonymous
seruu thor. bikin penasaran
Anonymous
👍👍
Anonymous
keren kak. 👍
Anonymous
keren kak
snurr
jadi si lara ini suka sama Daniel ya
snurr
👍👍
Nur Aeni
seru thor
Sela Nuraeni
di tunggu updatenya min
Kartika Candrabuwana
keren... novelku, Titik Nol Takdir, juga keren lho
Nur Aeni
ceritanya lumayan seru min👍👍
Sugi Arto
seruuu
Yusuo Yusup
Sempurna deh ini. 👌
snurr
bagus min.. lanjut lagi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!