Sekuel ke empat Terra The Best Mother, sekuel ke tiga Sang Pewaris, dan sekuel ke dua The Big Families.
Bagaimana kisah kelanjutan keluarga Dougher Young, Triatmodjo, Hovert Pratama, Sanz dan Dewangga.
Saksikan keseruan kisah pasukan berpopok dari new generasi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PESTA PERNIKAHAN
Di ballroom eksklusif milik Bram, para tamu mulai memenuhi kursi yang berhias pita emas dan taburan bunga putih. Udara beraroma mawar dan dupa lembut, menyatu dengan musik latar yang mengalun pelan.
Para kolega, pebisnis ternama, dan pasukan pengawal Savelived hadir, membaur dalam suasana yang hangat tapi penuh wibawa.
Lampu gantung kristal berkilauan, memantulkan cahaya lembut di antara gaun dan jas para undangan. Di sisi ruangan, seorang MC berdiri tegap, suaranya menggema lembut melalui pengeras suara.
“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat siang, hadirin sekalian.
Acara pernikahan Andromeda dan Sinta akan segera dimulai dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an, yang akan dibacakan oleh Ananda Harun Putra Black Dougher Young.”
Semua pandangan tertuju ke arah mimbar kecil di tengah ruangan.
Di sana, Harun duduk anggun, tanpa Al-Qur’an di tangannya — seolah ayat-ayat suci itu telah ia hafal dan simpan di dalam dada. Ia mengenakan baju koko biru tua dengan kain songket perak di bahunya. Wajahnya tampan, berjambang rapi, dengan pipi kemerahan dan mata biru teduh seperti permukaan danau Skotvandia di pagi hari.
Keheningan turun seketika.
Lalu suara Harun yang lembut tapi mantap mengalun, menggetarkan ruang.
“A‘ūdzu billāhi minasy-syayṭānir-rajīm…
Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm…”
Nada Sikha yang ia lantunkan membawa nuansa khidmat. Setiap getarannya seperti menyentuh hati setiap orang yang mendengarnya.
Beberapa tamu perempuan menunduk, matanya berkaca-kaca. Bart di deretan depan menepuk dada pelan, sementara Virgou menunduk, menyeka sudut matanya tanpa suara.
Ketika ayat selesai dibacakan, Harun menutup dengan suara rendah penuh doa,
“Shadaqallāhul ‘azhīm.”
Suara MC kembali menggema,
“Terima kasih kepada Ananda Harun atas lantunan ayat suci yang begitu indah. Semoga menjadi pembuka keberkahan bagi kedua mempelai.”
Tepuk tangan lembut terdengar.
Lalu suasana perlahan berubah menjadi tegang dan haru ketika penghulu naik ke panggung, menandakan bahwa akad akan segera dimula.
Setelah pembacaan ayat suci Al-Qur’an usai, suasana ballroom berubah menjadi lebih tenang.
Lampu diredupkan sedikit, menyisakan sorot hangat yang jatuh tepat di atas pelaminan yang kini berfungsi sebagai meja akad.
Andromeda duduk bersila di depan seorang pria berusia tiga puluhan.
Wajah pria itu tampak tegas tapi tenang — dialah Ustaz Farhan, penghulu muda yang baru pertama kali mengemban amanah besar sebagai wali sekaligus pemimpin akad. Pengganti dari penghulu senior yang baru saja pensiun.
Sementara di sisi kanan, Herman dan Haidar duduk sebagai saksi dari pihak perempuan, dan Dahlan dari pihak laki-laki. Mereka bertiga tampak khusyuk, menundukkan kepala, menanti detik sakral itu tiba.
Suara detik jam di dinding terdengar jelas. Semua hadirin menahan napas.
Bart dan Virgou duduk paling depan. Bart meremas jemarinya kuat-kuat, matanya berkaca-kaca.
“Baik, kita mulai akadnya,” ujar Ustaz Farhan pelan tapi tegas.
Ia menatap Andromeda.
“Sudah siap, Nak?”
Andromeda menarik napas dalam-dalam. Suaranya sedikit bergetar, tapi matanya mantap.
“InsyaAllah siap, Ustaz.”
Ustaz Farhan menatap Dahlan dan para saksi.
“Bismillahirrahmanirrahim…”
Suaranya mengalun khidmat, menembus kesunyian ruangan.
“Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau, Andromeda bin Fulan almarhum,
dengan Sinta binti fulannah almarhumah dengan mas kawin seratus juta rupiah dan seperangkat alat sholat dibayar, Tunai!”
“Saya terima nikahnya Sinta binti Fulannah dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai.” sahut Andromeda satu kali tarikan nafas.
Ruangan seketika hening.
Detik berikutnya — “Sah!”
Tiga saksi serempak mengucapkan kata itu dengan penuh keyakinan.
Tepuk tangan kecil dan lirih doa terdengar dari tamu yang hadir.
Bart berdiri sambil menyeka matanya.
“Anakku… akhirnya,” gumamnya pelan.
Andromeda menunduk, napasnya sedikit lega. Seolah seluruh beban hidupnya luruh bersama ucapan itu.
Dan saat suasana mulai mengalun lembut, pintu ballroom terbuka perlahan.
Semua kepala menoleh.
Sinta melangkah masuk dengan didampingi Khasya dan Kanya.
Gaun putih gadingnya berkilau lembut, rambutnya disanggul.sederhana dengan hiasan untaian bunga melati.
Wajahnya berseri-seri, teduh dan damai.
Langkahnya perlahan, namun setiap pijakannya seperti menyebar cahaya.
Bart menatap Sinta dengan bangga. Para pengawal menatap dengan senyum penuh kegembiraan. Bayangan pernikahan impian dan mendoakan Bart berumur panjang.
'Semoga ketika aku ingin menikah, Tuan besar masih segar dan sehat seperti ini!"
"Aamiin!" sahut yang lain .
Sinta berhenti di depan Andromeda yang kini berdiri menyambutnya.
Keduanya saling menatap — bukan dengan gemuruh cinta muda, tapi dengan tenang: seperti dua jiwa yang akhirnya tiba di rumahnya masing-masing.
Khasya berbisik lembut di belakangnya,
“Sekarang, salami suamimu, Nak.”
Sinta menunduk pelan, mencium tangan Andromeda.
Dan ruangan yang sempat bising itu mendadak hening kembali — hanya doa-doa yang mengalun di dalam hati semua yang menyaksikannya.
Bart duduk di kursi pelaminan, dua manusia yang baru saja resmi jadi suami istri kini bersimpuh padanya. Airmata Sinta tak dapat dibendung, mengalir bak anak sungai.
"Tuan ... Hiks!" Andromeda tak bisa berkata apa-apa. Bibirnya bergetar ketika sungkem di orang paling tua di sana.
"Bahagia lah nak, berbahagialah!" ujar Bart mengelus bahu sepasang mempelai itu.
Lalu ketika keduanya duduk bersimpuh di hadapan Herman dan Khasya. Andromeda dan Sinta menangis.
"Ayah ... Bunda ... Saya tidak tau harus berkata apa. Kasih sayang Ayah dan Bunda belum pernah saya rasakan sebelumnya. Saya tidak bisa membalas setiap kasih sayang. Terimakasih Ayah. Terimakasih Bunda. .. Huuuu ... Uuu. .. Hiks ... Hiks!' ucap Andromeda menangis lalu hendak mencium kaki Khasya dan Herman.
Sebelum kepala pria itu sampai, Herman dan Khasya langsung mencegahnya.
"Jangan Nak, hanya Allah lah yang pantas disembah. Kami hanya manusia biasa, kalian adalah titipan. Sebagai orang tua, wajib bagi kami menyayangi kalian!' ucap Herman dengan nada gemetar.
"Ayah ... Bunda ...Hiks ... Hiks ... Terimakasih telah mau menjadikan saya anak. Saya seorang perempuan yang tidak tau asal usulnya. Kalian dengan besar hati menyayangi saya. ... Huuu ...uuu ...!' ujar Sinta juga menangis.
"Nak. .. Sudah ya. Kalian adalah anak-anak kami. Kami selaku orang tua bertanggung jawab. Tapi setelah ini. Gugur sudah kewajiban kami. Andromeda, jaga istrimu, Sinta jaga nama baik suamimu!' ujar Khasya berpesan.
Setelah dengan Herman dan istrinya, beralih pada Bram dan Kanya. Keduanya hanya mencium tangan dan meminta doa. Lalu terakhir pada Virgou dan Puspita.
Andromeda langsung memeluk Virgou begitu juga Sinta. Dua manusia yang diselamatkan dari maut dan lembah nista. Sinta yang dibeli Virgou dari seorang mucikari yang pamannya sendiri. Sementara Andromeda diambil dari jalanan dalam keadaan sekarat.
"Sudah-sudah!" ujar Virgou pelan sambil mengelus punggung keduanya.
Kini sepasang pengantin duduk di pelaminan. Wajah keduanya bercahaya, Sinta yang cantik dan Andromeda yang tampan.
Di panggung nampak heboh, pasukan berpopok yang sudah berjoget asyik padalah musik belum mengiringi.
Aaima dengan berani mengambil mik.dan menyapa semua yang hadir.
'Halo selamat siang semuanya! Saya putri dari Papa Jac Starlight akan mempersembahkan sebuah lagu untuk kedua mempelai. Papa Andromeda dan Tinti Sinta!'
'Wayo doyan ... Sel poha!" seru Hamzah bergoyang pinggul.
bersambung.
happy wedding Papa podidal!
Next?
nyari mati rupanya