Arunika Nrityabhumi adalah gadis cantik berusia dua puluh tujuh tahun. Ia berprofesi sebagai dokter di salah satu rumah sakit besar yang ada di kotanya.
Gadis cantik itu sedang di paksa menikah oleh papanya melalu perjodohan yang di buat oleh sang papa. Akhirnya, ia pun memilih untuk melakukan tugas pengabdian di sebuah desa terpencil untuk menghindari perjodohan itu.
Abimanyu Rakasiwi adalah seorang pria tampan berusia dua puluh delapan tahun yang digadang - gadang menjadi penerus kepala desa yang masih menganut sistem trah atau keturunan. Ia sendiri adalah pria yang cerdas, santun dan ramah. Abi, sempat bekerja di kota sebelum diminta pulang oleh keluarganya guna meneruskan jabatan bapaknya sebagai Kepala Desa.
Bagaimana interaksi antara Abi dan Runi?
Akankah keduanya menjalin hubungan spesial?
Bisakah Runi menghindari perjodohan dan mampukah Abi mengemban tugas turun temurun yang di wariskan padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernanda Syafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Tertangkap
"Astagaa.... Dua manusia ini...." Seru Danu saat melihat Runi dan Abi.
Uhukk.... Uhuukkk...
Runi yang kaget sampai tersedak makanan. Gadis cantik itu langsung berdiri dari pangkuan Abi.
"Minum dek, minum." Abi langsung berdiri dan memberi minum pada Runi sembari menariknya agar duduk di kursi.
"Parah lo, nu!" Kata Iqbal, saat melihat Runi tersedak sampai netranya berair.
"Sorry, sorry, sorry. Abisnya lo berdua malah mojok, pangku - pangkuan lagi!" Jawab Danu.
"Kalo ada kursi, gak mungkin pangku - pangkuan, Nu." Sahut Abi yang masih fokus pada Runi yang tersedak.
"Iya sih. Tamunya rame poll." Kata Iqbal.
"Kak Danu, kak Iqbal, makan dulu gih." Kata Runi yang sudah membaik.
"Nanti aja Run, Masih rame. Gue gak mau di pangku Danu." Kekeh Iqbal.
"Sapa juga yang mau mangku lo!" Sergah Danu sembari menoyor kepala Iqbal.
"Duh, jadi malu, di sindir." Kata Runi sambil menutup wajahnya.
"Gak usah malu, mereka emang suka gitu. Reseh kalo lihat orang lagi mesra - mesraan." Kata Abi.
"Ya abisnya, pas banget di depan mata liat kalian berdua." Jawab Danu.
"Maaf ya, kak. Gak nyangka bakal membeludak gini, tamunya. Papa ngundang rekan dan kerabat yang jauh via online aja. Gak expect kalo bakal pada dateng." Kata Runi.
"Hajatan pertama, kan? Wajar sih kalo pada dateng. Apa lagi yang udah pernah 'ketumpangan'. Budaya kita kan emang gitu." Ujar Danu.
"Gambaran besok kalo lo sama Runi nikah, Bi. Fix pijet - pijetan kaki sih, gak sempet unboxing. Liat aja noh, abang ipar lo sama istrinya gak duduk2. Belum lagi kemarin di tempat mempelai wanitanya. Beeuughhh pasti meledak tuh betis " Kata Iqbal.
"Mas, kayakny kita intimated wedding aja deh." Usul Runi sekonyong - konyong.
"Mas turutin kalau maumu gitu disini, dek. Tapi gak bakal bisa kalau di desa mau intimated wedding. Kamu tau sendiri gimana keluarga Mas di masyarakat?" Jawab Abi.
"Iya, sih." Runi menghela nafas panjang.
...****************...
"Papa, Mama, bang Bayu, kak Tiara, Abi pamit pulang dulu." Pamit Abi pada keluarga Runi.
"Iya, hati - hati di jalan. Terima kasih sudah mau di repotkan. Papa titip Runi." Kata papa Aryo.
"Abi enggak repot kok, pa. Abi justru senang karena ikut dilibatkan. In syaa Allah, Abi jaga Runi, pa." Jawab Abi.
"Buru - buru banget, bro! Mana itu si balita ngikut juga lagi." Cicit Bayu.
"Mana balita? Enak aja ngomongin orang balita!" Kata Runi sambil memukuli abangnya.
"Iya bang, ada pekerjaan yang enggak bisa Abi tinggal lama di sana." Jawab Abi.
"Hati - hati di jalan ya, bro. Jangan lupa kabarin kalo udah sampe. Titip itu balita, tolong di maklumin kalo suka tantrum." Kata Bayu.
"Aman bang. Kalo jajannya banyak, biasanya anteng kok." Jawab Abi.
"Mas Abi, malah ikut - ikutan ngeledek!" Omel Runi yang di jawab tawa oleh Abi.
"Kak Ti, tolong itu bayi bajangnya kak Ti di kondisikan." Adu Runi pada istri Bayu.
"Bayi bajang! Enak aja!" Protes Bayu.
"Udah dong, bang. Gatel amat kalo gak gangguin adeknya! Runi hati - hati ya. Kakak baru semalem nginep di sini, udah kamu tinggal aja. Gak bisa banget kalo besok atau lusa aja balik ke sananya?" Kata Tiara sembari memeluk adik iparnya.
"Hmm Runi gak tenang, ninggalin balai kesehatan lama - lama, Kak. Kasihan teman Runi." Jawab Runi.
"Alasan! Bilang aja gak mau di tinggal Abi." Ledek Bayu.
"Ssstttt! Diem bayi bajang!" Sergah Runi.
Papa Aryo dan mama Hanum hanya bisa terkekeh melihat empat orang di depannya yang saling berpamitan sambil saling mengejek dan membela. Dua orang paruh baya itu bahagia karena anak, menantu dan calon menantu mereka bisa akrab.
"Titip ini untuk keluargamu ya, Bi. Salam untuk bapak dan ibu. Mama titip Runi, ya." Mama Hanum memberikan sebuah papperbag besar pada Abi.
"Iya, Ma. Terima kasih banyak, nanti Abi sampaikan. In syaa Allah, Runi aman di sana." Jawab Abi.
"Gak usah khawatir pa, ma. Runi aman di tangan yang punya wilayah." Kata Bayu.
"Kami berangkat dulu, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." jawab papa Aryo, mama Hanum, Bayu dan Tiara kompak.
"Bye - bye semua, jangan kangen!" Seru Runi sambil melambaikan tangan dari dalam mobil.
Mereka kembali menggunakan kereta api untuk pulang ke desa Banyu Alas. Kali ini Iqbal yang mengantar mereka ke stasiun.
Di kereta, tampak Abi yang tertidur pulas. Wajahnya terlihat sangat tampan, walaupun guratan kelelahan nampak jelas di sana.
"Kasian banget. Pasti kecapekan. Baru jalan lima menit, udah ketiduran." Runi mengusap kepala Abi.
Gadis cantik itu lalu beralih menatap cincin dan gelang yang ia kenakan. Diri masih tak menyangka akan memiliki hubungan sejauh ini dengan seorang Abimanyu.
Hal yang awalnya hanya guyonan belaka, ternyata bisa berjalan sejauh ini. Satu hal yang membuatnya lega adalah karena Abi bisa dengan mudah melepaskannya dari perjodohan.
"Makasih ya, Mas. Udah memperjuangkanku sejauh ini. Aku kira kita hanya bercanda, ternyata cintamu sebesar ini." Lirih Runi sambil memandang wajah damai Abi yang terpejam.
Runi menyantap camilan yang tadi di belikan Abi di stasiun. Diri berniat kuat tak akan tidur demi menjaga pria yang terlelap di sampingnya.
Empat jam berlalu, entah sejak kapan Runi ikut tertidur bersama Abi. Bahkan dengan nyamannya ia tertidur dengan bersandar di dada Abi sembari memeluk pria itu, bak memeluk guling.
"Dek, Runi...." Suara Abi membangunkannya.
Runi menggeliat. Bukannya bangun, ia justru semakin erat memeluk Abi yang kini wajahnya semakin memerah.
"Sayang. Wungu njih, sekedap mawon sampun dugi. (Bangun ya, sebentar lagi sudah sampai.)" Abi mengusap - usap pipi Runi, sesekali mencubit pelan karena gemas.
Runi membelalakkan mata ketika ia terbangun. Ia mejadi salting sendiri kala menyadari kalau ia tertidur sembari memeluk Abi.
"Maaf ya, Mas." Runi cengar cengir.
"Mboten nopo - nopo (Gak apa - apa). Nyaman tidurnya, dek?" Goda Abi.
"Hehe iya Mas. Anget" jawabnya yang membuat ia dan Abi sama - sama tertawa.
"Eh, Mas kok mukanya merah gitu?" Tanya Runi.
"Mboten nate ngilo ta, dek ayu? (Gak mau ngaca to, dek?)." Abi menjawab dengan meledek Runi. Membuat wajah gadis itu semakin memerah.
"Ya Allah, malu!" Kata Runi sambil menutup wajahnya.
"Hahaha, gemesnya. Sini gantian Mas yang peluk." Ledek Abi.
"Gak usah ngeledek ya, Mas. Mas itu juga harusnya ngilo (ngaca). Mas aja mukanya merah waktu aku peluk." Jawab Runi yang membuat keduanya kembali terkekeh.
Mereka berdua bersiap Turun dari kereta yang cukup padat hari ini. Sebelah tangan Abi menarik koper milik Runi yang berisi oleh - oleh untuk Almira dan sebelahnya lagi ia gunakan untuk menjaga Runi agar tak terhimpit penumpang lain.
"Bulik Luni.... Paklik Abi...." Suara gadis kecil yang Runi rindukan kini bisa ia dengar secara langsung.
"Whoaaa mbak Mira....." Seru Runi.
Runi menghambur ke arah Mira yang berada di gendongan Agil. Ia mengambil alih Almira dan memeluknya erat - erat.
"Koyo cah cilik nggendong cah cilik ee Mbak. (Seperti anak kecil menggendong anak kecil sih mbak.)" Ledek Agil.
"Gak usah di gendong to, dek. Kamu sama Mira besarnya hampir sama." Abi ikut meledek.
"Ngeledek ya kalian berdua ini!" Kata Runi dengan tatapan sinis.
"Ora popo, wes. Podo leh imut e. (Sudah, gak apa - apa. Sama imutnya)" Ujar bu Lastri yang ternyata juga ikut menjemput mereka berdua.
"Aku kangen sama ibu juga. Ibu sehat? Bapak dan mbak Wulan gimana? Sehat?" Runi memeluk bu Lastri setelah Abi mengambil alih Almira.
"Alhamdulillah semua sehat, nduk. Ayo sudah, kita pulang. Ibu udah masak bothok udang melanding kesukaan genduk." Kata bu Lastri yang tampak bahagia melihat Runi dan Abi yang sudah pulang.
"Yeeeeyyy!" Seru Runi senang.
"Lah, terancamku gak di buatin ta, bu?" Tanya Abi.
"Lali, Mas. (Lupa, Mas.)" Jawab bu Lastri.
"Tolong maklum ya, Mas. Anaknya ibu tuh mbak Runi, Mas Abi cuma anak bawang." Ledek Agil yang tertawa puas.
"Kamu, anak pungut!" Jawab Abi yang tak mau kalah dari Agil.
"Enak aja! Mas Abi, anak terlantar!" Sergah Agil.
"Alah wes to! Kok malah do tukaran. Ayo gek budhal, selak genduk keluwen. (Alah sudah to! Kok malah pada ribut. Ayo berangkat, keburu genduk lapar.). Gil, di bawa itu kopernya, Masmu biar gendong denok." Ajak bu Lastri.
"Mboten nawi luwe, bu. Lha wong 'sajene' katah! (Gak mungkin lapar, bu. Orang 'sajen -jajan-' banyak.)" Cicit Abi karena ia lah yang membelikan camilan untuk Runi.