Jiang Shen, seorang remaja berusia tujuh belas tahun, hidup di tengah kemiskinan bersama keluarganya yang kecil. Meski berbakat dalam jalan kultivasi, ia tidak pernah memiliki sumber daya ataupun dukungan untuk berkembang. Kehidupannya penuh tekanan, dihina karena status rendah, dan selalu dipandang remeh oleh para bangsawan muda.
Namun takdir mulai berubah ketika ia secara tak sengaja menemukan sebuah permata hijau misterius di kedalaman hutan. Benda itu ternyata menyimpan rahasia besar, membuka pintu menuju kekuatan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Sejak saat itu, langkah Jiang Shen di jalan kultivasi dimulai—sebuah jalan yang terjal, berdarah, dan dipenuhi bahaya.
Di antara dendam, pertempuran, dan persaingan dengan para genius dari keluarga besar, Jiang Shen bertekad menapaki puncak kekuatan. Dari remaja miskin yang diremehkan, ia akan membuktikan bahwa dirinya mampu mengguncang dunia kultivasi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DANTE-KUN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 : Atribut Bawaan Ganda
Setelah ledakan energi tadi mereda, Jiang Shen masih duduk bersila dengan napas teratur. Tubuhnya tenang, tapi matanya menyala penuh rasa penasaran. Dia segera memfokuskan diri untuk mengecek dantian yang baru saja terbentuk.
Dalam kesadarannya, dia melihat sebuah ruang berbentuk bulatan emas berputar perlahan, memancarkan cahaya hangat dan stabil.
“Jadi ini … dantianku …” bisiknya dengan takjub. Rasanya tubuhnya sekarang seperti memiliki inti kehidupan baru, pusat dari seluruh energi yang tak terbatas.
Namun, ingatan dari warisan Hun Zhen terngiang jelas:
“Seorang kultivator yang sudah membentuk dantian … juga akan memiliki alam kesadaran di dalam jiwanya. Di situlah kebenaran bakat bawaanmu akan terungkap.”
Jiang Shen langsung membulatkan tekad. “Baiklah, saatnya aku mencari tahu bakat diriku yang sebenarnya!”
Ia kembali duduk bersila, menutup mata rapat-rapat, dan memusatkan pikirannya. Perlahan kesadarannya ditarik masuk ke ruang dalam jiwanya.
WUUUMMM ...
Tiba-tiba, pandangannya terbuka pada sebuah ruang yang sangat luas. Hamparan rumput hijau terbentang tanpa ujung, angin sepoi berhembus lembut.
Dan di tengah langit ruang itu … terdapat sebuah matahari menyilaukan yang membakar terang. Jiang Shen menatapnya, lalu tersenyum puas.
“Jadi … aku memiliki atribut bawaan elemen api! Tidak buruk, tidak buruk sama sekali!”
Tapi belum sempat ia lega, tanah di bawah kakinya mulai bergetar. Angin bergemuruh. Dari kejauhan terdengar suara gelegar yang membuat bulu kuduknya berdiri.
RAWWWRRRRR!!!
Seekor naga raksasa muncul, tubuhnya panjang menjulang, sisiknya berwarna putih, biru, dan ungu, memancarkan kilatan cahaya listrik di sekujur tubuh.
Jiang Shen melongo, mulutnya terbuka lebar.
“Ehh?! Naga … PETIR??!”
Naga itu meraung sekali, dan langit dalam alam kesadaran dipenuhi sambaran listrik putih kebiruan yang menari liar.
Jiang Shen menggaruk kepala, wajahnya penuh bingung sekaligus panik.
“Jangan bilang … aku punya dua elemen bawaan?!!”
Di momen ini Jiang Shen sendiri hanya bisa melongo seperti orang bego.
“Aku … anak desa biasa, lahir dari keluarga miskin, tidak ada darah bangsawan, tidak ada leluhur hebat … terus tiba-tiba aku punya atribut ganda? Ini … ini kalo bocah kampung lain dengar, bisa ngamuk berjamaah karena iri!”
Dia memandang naga itu sekali lagi, lalu memukul pipinya sendiri untuk memastikan dia tidak bermimpi.
PLAK!
“Aduh! Berarti beneran!”
Dengan hati berdebar, Jiang Shen akhirnya kembali ke kesadarannya. Dia membuka mata, wajahnya masih shock sekaligus sumringah.
Tanpa pikir panjang, dia mencoba mengeluarkan kekuatannya. Di tangan kanannya, muncul api biru menyala terang, panasnya menyengat meski api itu masih kecil. Sementara di tangan kirinya, petir putih kebiruan menjalar liar, memancarkan suara berderak tajam.
Jiang Shen terdiam sejenak melihat kedua tangannya. Lalu tiba-tiba dia tertawa terbahak-bahak, wajahnya seperti anak kecil yang baru dapat mainan baru.
“HAHAHAHA! Aku … aku punya api DAN petir?! Ahahaha! Ini gila! Aku jenius bawaan lahir, aku … Jiang Shen, si anak desa, ternyata jenius alam semesta! Hahaha!!”
Dia bahkan sampai melompat-lompat kecil di atas bukit, masih sambil memandangi kedua tangannya. Api biru menyala-nyala di kanan, petir berderak di kiri.
Kalau ada orang yang melihat, pasti mereka mengira Jiang Shen kerasukan. Tapi pagi itu, dia memang sedang dalam euforia kebahagiaan paling gila dalam hidupnya.
...
Dua hari berlalu begitu cepat sejak Jiang Shen berhasil membentuk dantiannya dan menemukan bakat bawaan api serta petir. Kini tibalah hari yang ditunggu-tunggu: Turnamen Generasi Muda Kota Jinan—sebuah ajang bergengsi yang hanya diadakan sekali setiap lima tahun sekali.
Turnamen ini bukan sekadar ajang unjuk kekuatan, tapi juga menjadi panggung untuk menentukan siapa pemuda paling berbakat yang kelak akan membawa nama keluarga atau sekte mereka menuju kejayaan.
Sejak pagi buta, alun-alun utama Kota Jinan sudah dipenuhi ribuan orang. Tiang-tiang besar menjulang dengan bendera dari berbagai klan berkibar tertiup angin. Suasana begitu riuh, suara teriakan pedagang bercampur dengan semangat orang-orang yang tak sabar menyaksikan para pemuda beradu kekuatan.
Jumlah peserta yang terdaftar mencapai 120 orang. Sebagian besar berasal dari klan ternama dan sekte-sekte kuat di sekitar Kota Jinan. Ada pula beberapa yang datang dari keluarga biasa, mencoba peruntungan mereka meski hampir semua orang sudah yakin bahwa mereka hanya akan menjadi bahan tertawaan.
Di antara kerumunan peserta yang bersiap, Jiang Shen berdiri dengan pakaian sederhana. Tak ada jubah indah, tak ada hiasan mewah, bahkan pedang yang ia bawa hanyalah pedang baja biasa, bukan pusaka dengan aura menakutkan. Banyak mata memandangnya dengan sinis.
“Lihat, anak desa itu ikut juga?” bisik seorang pemuda dari klan besar sambil terkekeh.
“Pakaian seadanya, senjata biasa ... apa dia pikir ini arena main-main? Dia pasti tersingkir di babak pertama.” sahut yang lain.
Namun Jiang Shen hanya menarik napas dalam-dalam. Meski kata-kata itu menusuk, dia sudah terlalu sering menerima hinaan serupa. Kini, setelah semua yang dia lalui, dia tahu bahwa dirinya bukan lagi Jiang Shen yang lemah.
Di kejauhan, sebuah rombongan menarik perhatiannya. Klan Ling. Di antara mereka, tampak sosok yang begitu anggun: Lin Xueyin, sang Peri Jinan. Gaun putih dengan motif bunga mawar merah yang dikenakannya berkibar pelan tertiup angin. Wajahnya tenang, dingin, namun tak ada satu pun orang yang bisa menyangkal pesona yang dipancarkannya. Banyak pemuda menatapnya penuh kekaguman, dan Jiang Shen pun tak bisa menahan diri untuk melirik lebih lama.
Dalam hati ia bergumam, “Apakah aku … benar-benar bisa melawan orang sekelas Lin Xueyin? Bahkan mungkin mengalahkannya?” Sesaat rasa ragu menghantam dirinya, namun segera ia genggam erat pedang biasa di tangannya. “Aku tak boleh gentar. Aku sudah punya jalanku sendiri.”
Arena megah di tengah alun-alun kini dipenuhi sorakan saat rombongan para tetua sekte dan klan besar memasuki kursi kehormatan. Duduk paling depan, sosok dengan aura mengintimidasi, jubah merah keemasan, rambut panjang yang disisir rapi, dan mata tajam bagaikan elang: Hong Baili, sang penguasa Kota Jinan.
Begitu ia berdiri, seluruh kerumunan langsung hening.
Suara Hong Baili bergema lantang, penuh wibawa, menggetarkan hati semua orang.
“Turnamen Generasi Muda ini bukan sekadar ajang untuk membuktikan kekuatan pribadi, tetapi juga panggung bagi kalian semua untuk mengukir nama dan membawa kehormatan keluarga, sekte, bahkan seluruh Kota Jinan. Bertarunglah dengan jiwa ksatria, dan tunjukkan potensi kalian!”
Sorakan membahana setelah pidato singkat itu, bagaikan gelombang yang mengguncang alun-alun.
Hong Baili kemudian mengangkat tangannya, memberi tanda.
“Dengan ini … Turnamen Generasi Muda Kota Jinan dimulai!”
Seorang pembawa acara naik ke panggung, membuka gulungan panjang berisi daftar peserta. Suaranya lantang, penuh semangat.
“Pertarungan babak pertama akan segera dimulai! Peserta bernomor urut 75, Jiang Shen, melawan peserta bernomor urut 120!”
Seketika banyak kepala menoleh ke arah Jiang Shen. Tatapan penuh cemooh dan senyum meremehkan langsung mengarah kepadanya.
“Aku yakin, anak desa itu akan langsung kalah dan menangis sesaat setelah pertarungan dimulai.” ujar salah seorang di kerumunan.
“Hahaha! Kau benar, dia pasti akan kalah dalam hitungan detik.” sahut pria di sebelahnya, yang membuat kerumunan itu tertawa terbahak-bahak meremehkan Jiang Shen.
Namun Jiang Shen tetap melangkah ke arena dengan langkah mantap, meski dalam hatinya ada rasa gugup yang menekan, akan tetapi sorot matanya tajam dan penuh keyakinan.
MC nya belom mengenal luas nya dunia karena belom berpetualang keluar tempat asal nya,hanya tinggal dikota itu saja
Jangan buat cerita MC nya mudah tergoda pada setiap wanita yg di temui seperti kebanyakan novel2 pada umum nya,cukup 1 wanita.