Sabrina rela meninggalkan status dan kekayaannya demi menikah dengan Zidan. Dia ikut suaminya tinggal di desa setelah keduanya berhenti bekerja di kantor perusahaan milik keluarga Sabrina.
Sabrina mengira hidup di desa akan menyenangkan, ternyata mertuanya sangat benci wanita yang berasal dari kota karena dahulu suaminya selingkuh dengan wanita kota. Belum lagi punya tetangga yang julid dan suka pamer, membuat Sabrina sering berseteru dengan mereka.
Tanpa Sabrina dan Zidan sadari ada rahasia dibalik pernikahan mereka. Rahasia apakah itu? Cus, kepoin ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Zidan penasaran kenapa ada orang yang ingin mencelakakan Sabrina. Karena setahu dia, istrinya adalah orang baik.
"Papi takut Dokter Frans balas dendam kepada Sabrina," kata Shaka.
"Siapa Dokter Frans?" tanya Zidan karena baru mendengar nama itu.
"Dia adalah dokter yang sudah salah memberikan obat untuk Sabrina sewaktu sakit, dulu. Sehingga Sabrina mengalami keracunan dan hampir membuatnya meninggal," jawab Shaka.
Wajah Zidan menegang. Dia tidak menyangka kalau ada orang yang punya dendam kepada korbannya. Seharusnya pelaku meminta maaf dan menaruh simpati karena keteledorannya hampir merenggut nyawa orang lain.
"Setelah kejadian keracunan itu, papa melaporkan Dokter Frans ke polisi. Akhirnya di penjara dan gelar dokternya dicabut. Dia tidak akan bisa lagi menjadi dokter, apalagi praktek untuk mengobati orang sakit," jelas Shaka dan Zidan mendengarkan dengan seksama.
"Rupanya Dokter Frans ke luar penjara setahun sebelum kecelakaan yang menimpa Sabrina, dulu. Sepertinya dia menaruh dendam kepada keluarga kami dan mulai mengincar Sabrina. Orang yang menjadi penyebab dia kehilangan segalanya," lanjut Shaka sambil menatap langit biru.
"Papa melaporkan kecelakaan yang terjadi kepada Sabrina tahun lalu ke polisi, tetapi buntu. Tidak ada petunjuk pelaku. Namun, kecelakaan yang terjadi pada Sabrina kemarin, membuat kami menaruh curiga kepada Dokter Frans karena mobil yang menabrak Sabrina pernah digunakan oleh Dokter Frans beberapa waktu sebelumnya."
"Benarkah?" tanya Zidan spontan.
"Ya. Papa mendapatkan bukti kalau mobil yang menabrak kemarin beberapa kali terekam oleh kamera CCTV jalan dikendarai oleh laki-laki yang memiliki wajah yang mirip dengan Dokter Frans," jawab Shaka. "Mobil yang menabrak Sabrina tahun lalu itu adalah kendaraan milik temannya Dokter Frans, yang sudah meninggal."
"Sungguh kejam. Kenapa dia tega berbuat jahat kembali kepada Sabrina. Gara-gara dia Sabrina mengalami kemunduran dalam berpikir," ujar Zidan menahan marah.
"Pikiran dan perasaan orang mana kita tahu," ucap Shaka. "Mungkin dia benci kepada keluarga kami karena merasa hidup dia sudah hancur setelah masuk penjara."
Sementara itu, Sabrina dan Bu Maryam sedang menikmati pelayanan salon Teh Rina. Kejadian tadi siang rupanya sudah menyebar se-kecamatan.
"Aduh, kalau beneran Neng Sabrina diculik pastinya Zidan akan obrak-obrik seluruh kampung," ucap Teh Rina yang diikuti tawa kecil.
"Jadi, ingat dulu sewaktu ada yang maling ayam jago-nya. Zidan keliling kampung sambil bawa golok," lanjut Teh Rina.
"Hah? Kapan itu?" tanya Sabrina penasaran. Karena suaminya bukan tipe orang yang suka sama kekerasan.
"Itu saat Zidan kelas lima SD," jawab Bu Maryam. "Ayam jago kesayangannya ada yang maling. Tapi, akhirnya ketemu dan diselesaikan secara kekeluargaan."
"Aduuuh, dulu sampai heboh, loh!" Teh Rina tersenyum tipis. "Warga sekampung cari si maling karena kasihan sama Zidan."
Sabrina membayangkan kalau ada yang menculik dirinya. Nanti, Zidan akan datang menolongnya bak seorang pahlawan.
"Rasanya aku ingin diculik. Biar nanti ditolong sama Kang Zidan," celetuk Sabrina.
"Hush! Kalau ngomong harus dijaga, tuh, mulut. Jangan sampai hal itu jadi beneran!" balas Bu Maryam.
Ketika asyik ngobrol, datang Niken ke salon. Rupanya ibu tiri Zidan juga ingin melakukan perawatan rambut.
Mata Sabrina dan Bu Maryam menatap tajam kepada Niken. Wanita itu terlihat memakai baju model yang sedang trend saat ini. Tidak lupa ada kalung rantai besar yang tergantung pada lehernya.
"Loh, ada kalian di sini rupanya. Kebetulan, bayarin, dong!" Niken senang karena akan minta sekalian bayarin untuk biaya salonnya.
"Dasar kere! Kalau enggak punya duit jangan sok-sokan ke salon, deh!" balas Bu Maryam dengan tatapan sinis.
"Iya. Buat bayar kontrakan saja masih susah, punya uang malah buat foya-foya," lanjut Sabrina yang sudah se-kufu dengan sang mertua.
"Bebas, dong! Hak asi manusia untuk mencari kesenangan. Memangnya orang miskin dilarang bahagia, gitu?" ujar Niken sarkas. Dia mengibaskan rambut panjangnya yang sudah mulai beruban akibat beban hidup.
"Heh, Oon! Bukannya tidak boleh bersenang-senang atau bahagia. Tapi, utamakan dulu mana yang lebih utama buat hidup kamu. Jangan sampai, kamu ingin hidup bahagia dengan membuat orang lain rugi," balas Bu Maryam dengan mata melotot.
"Itu namanya bahagia di atas penderita orang lain," lanjut Sabrina yang mendadak pintar merangkai kata.
Muka Niken mengeras. Matanya semakin melotot, bibir mengerucut, dan hidung kembung kempes, sampai lubangnya terlihat lebar.
"Bener, tuh! Jangan dibiasakan minta traktiran atau gratisan sama orang lain," ucap Teh Rina. Bukannya dia tidak butuh uang, kasihan saja sama orang yang untuk makan saja sulit, tetapi gaya hidupnya seperti orang elit.
"Aku, tuh, pergi ke salon untuk mempercantik diri demi menyenangkan Bang Yadi," pungkas Niken membela diri.
"Kenapa? Takut di ambil sama orang lain?" tanya Bu Maryam menyindir.
Dulu, saat Bu Maryam dan Niken bertengkar, sang pelakor bilang kalau dirinya lebih baik, lebih cantik, dan bisa membuat Pak Yadi hidup lebih bahagia. Tentu saja ibunya Zidan itu sadar diri. Karena dia sibuk mengurus kedua mertua dan putra semata wayangnya daripada mengurus badannya sendiri.
"Bang Yadi itu cinta mati sama aku. Jadi, tidak akan pernah kelain hati," jawab Niken dengan angkuh, dagu terangkat, dan sorot mata mengejek.
Sebenarnya Niken iri kepada Bu Maryam yang semakin cantik, sekarang. Bahkan itu diakui oleh Pak Yadi.
Sekarang penampakan Bu Maryam lebih elegan, tidak lagi berdasteran kalau keluar rumah. Bajunya gamis atau setelan tunik yang model kekinian. Jilbab yang berwarna dan bercorak ala-ala ibu pejabat.
Kulit wajah dan tubuhnya juga selalu mendapatkan perawatan, sehingga terlihat belasan tahun lebih muda. Kalau pergi ke suatu acara juga pakai sedikit make up biar terlihat lebih fresh.
Semua perubahan pada diri Bu Maryam tidak lepas dari campur tangan sang menantu. Walau Sabrina bodoh dalam banyak hal, tetapi dia pandai dalam berbisnis dan mengubah penampilan.
"Jadi, Ceu Niken mau melakukan perawatan apa?" tanya salah seorang karyawan salon memecah ketegangan.
"Aku mau melakukan perawatan dari ujung kaki sampai ujung kepala," jawab Niken dengan sombong.
Bu Maryam dan Sabrina saling melirik. Diam-diam keduanya menahan tawa. Karena semua itu membutuhkan banyak uang.
Akhirnya Sabrina dan Bu Maryam selesai melakukan perawatan di salon. Mertua dan menantu itu pulang dengan naik becak.
"Saudara kamu apa mau menginap?" tanya Bu Maryam.
"Katanya mau menginap semalam, Mah," jawab Sabrina.
"Kalau begitu kita belanja dulu ke pasar. Kita beli sayuran," ajak wanita paruh baya itu.
"Shaka lebih suka makan ikan, Mah. Apalagi kalau disuruh mancing dulu, bakal makan banyak dia nanti."
"Oh, gitu, ya?"
"Tenang saja, Mah. Shaka itu orangnya serba bisa."
Shakila melirik sekilas ke arah samping. Di pinggir jalan dia melihat ada orang yang terus menatap dan mengikutinya.
"Siapa, ya?" batin Sabrina sambil berpikir.
***
bukan musuh keluarga Sabrina
jangan suudhon dl mamiiii